AGH. Muhammad Nur, Ulama Ahli Hadits NU dari Tanah Bugis

AGH. Muhammad Nur, Ulama Ahli Hadits NU dari Tanah Bugis

Pecihitam.org – Kontribusi terbesar AGH Muhammad Nur adalah kemampuannya memelihara tradisi keilmuan ulama. Tanggung jawabnya sebagai pemegang sanad hadis nabi yang diwarisi dari sejumlah ulama besar di Haramaian itu, senantiasa dipelihara dengan memberi pengajian kitab kuning hingga menjelang akhir hayatnya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Merayakan haul ulama menjadi tradisi pesantren untuk mengenang sosok ulama diiringi doa dari santri kepada gurunya. Tradisi ini yang hendak dipelihara sehingga para santri dan ulama serta jamaah di Kota Makassar menggelar haul setahun berpulangnya ke rahmatullah seorang ulama besar, Anre Gurutta Haji (AGH) Al-allamah Nashirus Sunnah, Muhammad Nur.

Ulama ahli hadis itu wafat pada tanggal 29/6/2011, bertepatan 27 Rajab 1432 H bertepatan Isra’ Mi’raj. Sosok keulamaan AGH Muhammad Nur telah banyak mewarnai tradisi keilmuan kaum pesantren perkotaan melalui Ma`had Dirasatil Islamiyah wal Arabiyah (MDIA) yang didirikannya. Haul 1 tahun diperingati pada Jumat, 29 Juni 2012 di Masjid Taqwa Jl Wahidin Sudirohusodo, Makassar.

AGH Muhammad Nur dilahirkan 7 Desember 1932 di desa Langkean Maros, tercatat sebagai tokoh kharismatik NU Sulsel yang sepanjang hayatnya berkiprah dalam tradisi keilmuan pesantren. Kecintaanya terhadap ilmu-ilmu keislaman ditandai rihlah ilmiah yang dilakukannya sejak tahun 1947 sampai 1958 dengan memilih mukim di Mekkah untuk menuntut ilmu pada sejumlah ulama hingga menerima sanad hadis yang bersambung langsung dengan Nabi.

Jenjang pendidikannya di Mekkah dimulai dengan menghafal Al Quran hingga 30 juz di Madrasah Ulumul Qur’an, Mekkah diselesaikan tahun 1375 Hijriah. Kemudian melanjutkan pendidikan di Madrasah Fakhriyah Usmaniyah dan Madrasah Darul Ulum Ad-Diniyah tahun 1958 dengan memperoleh gelar Asy-Syekh Fadhil dan mendapat sertifikat untuk mengajar di almamaternya, Madrasah Darul Ulum Ad-Diniyah, Mekkah.

Keilmuannya sangat menonjol di bidang hadis, meski keilmuannya di bidang lainpun sangat dikuasainya seperti tafsir, fikih, tauhid, ushul fiqhi hingga tasawuf. Dalam bidang hadis berhasil memperoleh sanad hadis yang bersambung hingga rasulullah.

Baca Juga:  Mengenal Ummul Mukminin Khadijah Sebelum Bertemu dengan Rasulullah SAW

Ilmu Hadis

Ijazah silsilah hadis diperoleh dari sejumlah ulama Mekkah, tempatnya mengaji mendalami hadis di antaranya melalui; Asy-Syekh Hasan Al-Yamani, Asy-Syekh Sayyid Muhammad Amin Al-Kutuby, Asy-Syekh Alwi Abbas Al-Maliky, Asy-Syekh Ali Al-Maghriby Al-Maliky, Asy-Syekh Hasan Al-Masyath dan As-Syekh Alimuddin Muhammad Yasin Al-Fadany. Dari jalur ijazah silsilah ini kemudian diberi gelar Al-Allamah Al-Jalil KH. Muhammad Nur Al-Bugisy.

Basis keilmuannya di bidang hadis, juga mengantarkannya mendapatkan gelar bergensi sebagai pakar ilmu hadis yang diperoleh setelah menyelesaikan pendidikan di Mekkah. Gelar keilmuan yang diperolehnya adalah Al-Allamah Nashirusunnah yang berarti pembela sunnah nabi yang mendapat pengakuan sejumlah ulama, pemberian gelar tersebut menguatkan bahwa AGH. Muhammad Nur seorang ulama besar yang kapasitas keilmuannya diakui sejumlah ulama Mekkah.

Sejak pulang dari Mekkah dan bermukim di Makassar, AGH Muhammad Nur kemudian berkiprah di bidang pendidikan agama dengan merintis pengajian kitab kuning sejak akhir tahun 1950-an. Salah satu lembaga pendidikan Islam yang berhasil dirintisnya dan melahirkan sejumlah ulama dan cendekiawan muslim, yakni Yayasan Pendidikan Taqwa yang menaungi Pesantren MDIA Taqwa hingga akhir hayatnya.

Beberapa tokoh besar, ulama, cendekiawan pernah mengecap ilmunya. Sebut di antaranya, Prof Dr Alwi Shihab, MA (mantan menteri luar negeri RI), Prof Dr Sayyid Aqiel Al-Mahdaly (Rektor Universitas Kedah Malaysia, Prof Dr Nasaruddin Umar MA, (Wakil Menteri Kementerian Agama RI), Prof Dr Muhammadiyah Amin MA. (Rektor STAIN Gorontalo), dan lain-lain.

Sementara itu, sejumlah ulama yang turut menimbah keberkahan ilmunya yang sangat luas. Sebagai salah seorang murid AGH. Muh. Nur, telah merasakan keluasan ilmunya. Pertama kali berhubungan dengan beliau setelah mendapat pesan dari Imam Cenrana, Bone saat menuju Makassar untuk melanjutkan studi di IAIN Alauddin, diminta berguru kepada AGH Muh Nur dan AGH Abdul Kadir Khalid. Selama mengikuti pengajian selama 40 tahun, sejak 1969 hingga 2009, beliau telah mengajarkan banyak bidang keilmuan terutama pada bidang tafsir dan hadis.

Baca Juga:  Biografi Sulaiman bin Ahmad Ath Thabrani, Sang Ulama Hadits

Membina Pesantren

Suatu ketika, beliau pernah berpesan agar saya tidak meninggalkan Makassar setelah selesai dari IAIN tahun 1978, tetapi diminta membina pesantren sebagai benteng ajaran ahlussunnah waljamaah. Pesan itulah yang melatari saya mendirikan Pesantren An-Nahdlah dengan mengutamakan pengajian kitab kuning sejak 1982 hingga kini.

Sejumlah murid lainnya telah berkiprah di berbagai tempat yang tentunya masih menjaga tradisi keilmuan Gurutta. Bahkan salah seorang muridnya memberi gelar guru besar (professor) dan Doktor dianugerahkan tahun 2010 oleh rektor Universitas Insani Kedah Malaysia, Prof Dr Sayyid Aqiel al-Mahdaly yang juga muridnya dari MDIA Taqwa Makassar. Pemberian gelar DR honoris causa (HC) tersebut merupakan penghargaan keilmuannya sekaligus penghormatan sang murid terhadap gurunya.

Kontribusi terbesar AGH Muhammad Nur adalah kemampuannya memelihara tradisi keilmuan ulama. Tanggung jawabnya sebagai pemegang sanad hadis nabi yang diwarisi dari sejumlah ulama besar di Haramaian itu, senantiasa dipelihara dengan memberi pengajian kitab kuning hingga menjelang akhir hayatnya. Selain aktif membina pengajian, beliau terlibat pada sejumlah organisasi diantaranya NU. Pengabdian di NU cukup besar, selain juga pernah berkiprah di politik dengan menjadi anggota DPRD Provinsi Sulsel di era kejayaan Orde Baru.

Peran keulamaanya tercermin dari kadalaman ilmunya yang menguasai pelbagai bidang keilmuan, terutama hadis, sehingga menjadi tumpuan umat dalam menghadapi pelbagai permasalahan yang dihadapinya. Dalam tradisi keilmuan di Sulsel, keberadaan ulama, to panrita, sangat mewarnai dinamika keagamaan masyarakat yang dikenal pecinta ulama.

Sejumlah ulama kharismatik lulusan haramain mewariskan keilmuannya melalui pesantren yang dibinanya. Menelusuri jaringan keilmuan ulama di Sulsel melalui pesantren sangat penting membangun kesadaran keagamaan masyarakat. Hal lebih penting, justru karena masing-masing ulama besar di Sulsel memiliki pokok-pokok ajaran yang sama, mengusung ajaran Ahlussunnah waljam’ah sehingga hampir tidak terjadi benturan pemikiran.

Baca Juga:  Kisah Gus Dur Sebagai Anak Kawasan Elit Menteng

Selain AGH. Muh. Nur, sejumlah ulama Sulsel membina pengajian kitab kuning. Posisi sentral AGH. Muhammad As’ad pendiri Pesantren As’adiyah Sengkang Wajo, menjadi Hadratus Syekh atau maha guru ulama-ulama Sulsel merupakan ulama pengusung ahlussunnah waljama’ah yang diwarisi sejumlah murid-muridnya.

Sementara AGH Muhammad Nur masih sempat berguru di Mekkah pada sejumlah ulama besar yang juga gurunya AGH Muhammad As’ad. Menelusuri hubungan keilmuan ulama-ulama Sulsel akan mempertemukan hubungan guru murid yang berkesinambungan dengan pokok ajaran aswaja. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap pemahaman dan pengalaman keagamaan masyarakat di Sulsel.

Kini, setahun berpulangnya Al-Allamah Nashirus Sunnah AGH Muhammad Nur menjadi momentum bagi masyarakat Sulsel senantiasa menjaga tradisi keilmuan pesantren yang diwariskan para ulama. Seorang ulama tidak sebanding dengan seribu orang tidak berilmu. Apalagi umat sekarang menghadapi berbagai persoalan keagamaan merindukan sosok ulama Mengenang haul wafatnya AGH Muhammad Nur yang telah mewariskan keilmuannya senantiasa dipelihara oleh murid-muridnya untuk menjaga kesinambungan tradisi keilmuan melalui mata rantai hubungan guru-murid.

Hal inilah yang patut dibanggakan dari anregurutta karena berhasil mencetak sejumlah ulama dan cendekiawan muslim yang berkiprah demi kemaslahatan umat. Semoga warisan keilmuanmu terpelihara pada mereka yang telah meneguk hikmah dan berkah keilmuannya. Wallahul hadi ilassiratil mustaqim. (*Andi Ahmad Ali Inani S., S.Pd.I)

Tulisan ini Terbit Pertama Kali di Simpulrakyat.co.id 07/03/19 dengan Judul “Menjaga Warisan ULama NU”

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *