Al-Quran Online, Samakah dengan Mushaf? Ini Penjelasannya

Al-Quran Online, Bagaimana Pandangan Ulama?

PeciHitam.org – Al-Quran adalah mukjizat dari Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril AS. Awalnya diturunkan pada Muhammad SAW digua Hira saat menerima Wahyu pertama sebagai penanda kenabian beliau.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Al-Quran secara bahasa adalah qaraa yaqrau – quran. Menurut Prof. Quraish Shihab bahwa Al-Quran adalah adalah bentuk tamam atau Kesempurnaan dari qaraa.

Jadi aspek ini menjelaskan Al-Quran adalah sebuah Bacaan Paripurna yang Paling Sempurna. Kesempurnaan ini berasal dari kandungan dan sastranya.

Karena posisi al-Quran sebagai kalamullah (firman-firman Allah) maka Ulama sepakat menyifati sebagai qadim (Dahulu) dan muqaddasah (Suci). Oleh karenya Allah SWT  menjaga Al-Quran untuk kesuciannya dalam ayat;

لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ (٧٩

Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan (Qs. Al-Waaqiah: 79)

Sejurus dengan surah di atas, sabda Nabi Muhammad SAW;

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

Tidak boleh menyentuh Al Quran kecuali engkau dalam keadaan suci.

Bagaimana dengan membaca Al Quran? Para ulama empat madzhab berpendapat tentang boleh tidaknya menyentuh dan membaca Al Quran bagi orang yang berhadats baik hadats besar maupun kecil selama tidak menyentuhnya.

Untuk memahami lebih  jelas tentang  istilah dan hukum dalam al-Quran maka perlu memahami tentang mushaf, tafsir dan ayat-ayat al-Quran sebagai berikut:

Daftar Pembahasan:

Mushaf

Ulama berpendapat bahwa Al-Quran adalah shaut atau suara bisikan dari Allah SWT melalui perantara Malaikat Jibril AS. Maka sifat suci bagi al-Quran adalah pada shaut atau suara saat dibacakan. Jika tidak dibacakan sifat al-Quran tidak timbul dan bermuatan hukum bagi seseorang.

Pertanyaan selanjutnya, yang setiap hari dibawa, dibacakan, dipelajari dan dicetak dalam ruang-ruang kelas apakah itu bukan al-Quran?

Ya, yang  setiap hari dibawa, dibacakan, dan dipelajari serta dicetak oleh umat islam adalah mushaf Al-Quran. Mushaf al-Quran adalah sebuah karya pengumpulan yang diinisiasi secara resmi oleh Khalifah ke-3 Khulaffaur Rasyidin, yaitu Khalifah Usman bin Affan. Beliau membukukan/ mengkodifikasi Al-Quran dalam bentuk satu Jilid yang terdiri dari 30 Juz, 114 Surat.

Mushaf ini menurut Ijma Ulama/ kesepakatan Ulama masih bersifat suci, menurun dari Al-Quran yang berupa shaut. Sifat suci ini diturunkan sebagai penghormatan terhadap kesucian Al-Quran itu sendiri.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Khitan Bagi Perempuan dalam Islam? Inilah Pandangan Ulama

Karena sebuah kelancangan jika seorang Muslim tidak menghormati Mushaf al-Quran. Penghormatan terhadap Mushaf ini juga bertujuan untuk menghormati Hakikat Al-Quran yang termaktub dalam Mushaf.

Hukum Menyentuh dan Membaca Al-Quran

Al-Quran sebagai Wahyu Allah yang bersifat suci, maka dalam perlakuannya harus mengindikasikan penghormatan kepadanya. Menyentuh mushaf Al Quran dengan haail atau pembatas ketika tidak dalam keadaan suci (berhadats) mayoritas Ulama melarangnya. Walaupun terdapat perselisihan di antara para ulama tentang pembolehan atau pelarangannya.

Hadats dalam hukum Islam sendiri terdiri dari Hadts besar dan  kecil. Hadats kecil merupakan  sebuah keadaan batal/ tidak punya Wudlu. Hadats kecil timbul jika seseorang kencing, buang air besar, menyentuh yang  bukan mahram, tidur, kentut dan lain sebagainya. Sedangkan Hadats besar timbul membelakangi jika seseorang berkumpul antar suami-istri, mimpi basah, suci dari Haid, Nifas dan melahirkan.

Beberapa Istilah dalam mushaf al-Quran harus dipahami dalam membahas hukum ini. Maksud Mushaf adalah lembaran yang berisi tulisan-tulisan dari ayat-ayat al-Quran.

Sebuah kebiasaan dalam sebuah penjilidan buku pasti memiliki sampul. Dan sampul ini tidak masuk dalam bagian mushaff al-Quran. Oleh karenanya jika kita menyentuh sampul Al-Quran tanpa pembatas jika tercecer maka tidak ada larangannya.

Pembahasan selanjutnya jika ada seorang yang dalam keadaan berhadats (besar-kecil) membawa mushaf Al Quran di tasnya, tanpa menyentuhnya secara langsung. Apakah seperti ini dibolehkan? Ulama berpendapat bahwa tindakan ini dibolehkan bagi yang berhadats dalam membawanya.

Maksudnya dibolehkan bagi yang berhadats (orang sehabis kencing) untuk membawa mushaf dengan tidak menyentuh secara langsung. Misal dengan tas atau pembatas dalam menyentuh Al-Quran. Sedangkan larangan hanya menyebut menyentuh mushaf dalam keadaan tidak suci.

Sedangkan di sini sama sekali tidak menyentuh. Pendapat ulama Hanafiyah, ulama Hanabilah dan menjadi pendapat Al Hasan Al Bashri dan Atho serta beberapa Ulama lain.

Beberapa pengecualian dalam menyentuh al-Quran dalam keadaan tidak suci disebutkan oleh ulama-ulama Syafiiyah. Ulama tesebut menyebut dua golongan yang mendapat keringanan dalam menyentuh mushaf Al-Quran, yaitu  anak kecil dan pengajar pelajaran yang berkaitan dengan Al-Quran.

Baca Juga:  Hukum Membuat Patung Haram, Namun Diperbolehkan Jika Hal Ini Terpenuhi

Bagi anak kecil yang belum tamyiz (belum bisa membedakan baik-buruk) maka tidak ada keharaman menyentuh Al-Quran dalam keadaan hadats. Anak tersebut tetap dibolehkan untuk menyentuh, membawa dan untuk mempelajarinya.

Maksudnya yaitu tidak wajib melarang anak kecil semacam itu karena ia sangat butuh untuk mempelajari Al Quran dan sangat sulit jika terus-terusan diperintahkan untuk bersuci. Namun ia disunnahkan saja untuk bersuci.

Kedua yaitu bagi guru dan murid yang berkaitan dengan pelajaran Al Quran. Karena era modern dalam pengajaran dan kurikulum pendidikan membatasi pertemuan.

Dalam hal ini, seorang pengajar Al-Quran hanya akan bertemu siswa pada hari tertentu dan siswa dalam keadaan haid,misalnya, maka pelajaran akan terhenti.

Maka pembolehan seorang siswa yang haid yang ingin mempelajari atau mengajarkan Al Quran di saat jam mengajar untuk menyentuh mushaf baik menyentuh seluruh mushaf atau sebagiannya atau cuma satu lembaran yang tertulis Al Quran.

Jika jawaban di atas merujuk kepada orang-orang yang berhadats dalam menyentuh Mushaf al-Quran secara langsung dan dengan penghalang, maka bagaimana kita menyentuh sebuah buku atau tafsir yang di dalamnya tidak seluruhnya ayat-ayat suci.

Para Ulama yang bermadzhab Syafiiyah berpendapat bahwa diharamkan menyentuh mushaf jika komposisi dalam buku atau tafsir lebih banyak AYAT AL-QURANnya dari pada keterangan atau komentar. Jika dalam buku atau tafsir, komposisinya lebih banyak komentar atau keterangan terkait ayat Al-Quran maka akan tidak haram dalam menyentuhnya. Demikian itu merupakan pendapat dari Imam Nawai dalam kitab beliau, Al-Majmu.

Hukum lain dijelaskan dalam menyentuh dasar Hukum kedua dalam Islam, yaitu Hadits dan turunan dari kitab Hadits lainnya. Memegang kitab hadits dan Fiqh menurut para Ulama tidak ada keharaman.

Pada dasarnya jika suatu kitab atau buku mengandung mushaf (ayat Quran) dan isinya lebih banyak tulisan selain ayat Al Quran, maka tidak ada larangan dalam menyentuhnya.

Baca Juga:  Kau Masih Gadis atau Sudah Janda? Kaum Hawa Harus Baca Ini

Lalu, seiring dengan perkembangan teknologi yang ada, bagaimana pandangan para ulama terkait hukum membaca al-Quran online?

Hukum Al-Quran Online

Al-Quran pada masa lampau hampir dipastikan semuanya tercetak dalam sebuah hardware atau perangkat keras berupa kertas atau lainnya. Terus bagaimana Fiqh memandang pada Aplikasi atau Al-Quran bebasis Online yang belakangan marak dipergunakan oleh orang-orang modern dalam gadget atau gawai mereka.

Bahwa pengertian Al-Quran adalah sebuah shaut atau Suara rabbaniyyah harus dimengerti dengan jelas, bukan sebuah tulisan. Dan yang tercetak dalam sebuah perangkat keras dinamakan mushaf. Dan istilah untuk mewakili aplikasi atau berbasis Online dalam bahasa Arab adalah Jahiz (جاهز) al-Quran.

Hukum Jahiz (جاهز) al-Quran bisa menggunakan perangkat keilmuan dari Imam Syafii yaitu penggunaan Qiyas. Sebagaimana Mushaf, maka kita membuka dan membaca Jahiz (جاهز) al-Quran berbasis Online dalam Gawai akan berhukum harus atau anjuran untuk berwudlu. Keadaan suci lebih disukai oleh Allah SWT  sebagaimana penjelasan di atas.

Akan tetapi, masa sekarang Gawai (HP) tidak pernah lepas dari tangan kita semua, baik ke toilet untuk kencing dan BAB atau hal lainnya yang diharamkan mushaf untuk dibawa.

Ketentuan para Ulama berkomentar tentang Gawai yang membuka Al-Quran Online atau berupa Aplikasi, maka seorang Muslim yang dalam keadaan ini perlu menutup aplikasi atau menon-aktifkan Al-Quran Online supaya tidak terbuka dalam tempat-tempat yang kotor.

Karena sebuah situs Al-Quran Online atau Aplikasi secara hukum baru dikatakan ADA/ exist jika ia terbuka dan berjalan aliran Internetnya. Jika tidak aliran data/ aplikasi berjalan, maka kesepakatannya tidak ada penyebutan Al-Quran. Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan