Apakah Ingus Najis? Ini Dalil Lengkapnya!

Apakah Ingus Najis? Ini Dalil Lengkapnya!

PeciHitam.org – Ingus, menjadi perbincangan yang cukup serius dalam hal fiqih yang menimbulkan sebuah pertanyan, Apakah Ingus Najis? Mari kita bahas mengenai hal ini secara lebih mendalam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Manusia memiliki berbagai macam cairan yang keluar dari tubuhnya. Salah satu cairan yang dihukumi najis oleh syara’ ialah segala hal yang keluar dari salah satu dua jalan keluar pencernaan yakni qubul (kelamin) dan dubur (anus).

emua cairan yang berasal dari dua jalan ini maka dihukumi najis, baik perkara yang keluar adalah normal, ataupun tidak normal, seperti darah, nanah dan cairan lainnya.

Namun dikecualikan satu cairan yang keluar dari jalan depan yang tetap dihukumi suci oleh mayoritas ulama yaitu cairan mani. Meski menurut Imam Malik, mani tetap dihukumi sama seperti cairan-cairan lain yang keluar dari jalan depan alias berstatus najis.

Sedangkan cairan-cairan lain yang keluar dari tubuh manusia memiliki beberapa  hukum yang berbeda, seperti tentang status hukum air liur yang keluar dari mulut dan ingus yang keluar dari hidung.

Para ulama merinci status dari kedua cairan ini. Air liur secara umum dihukumi suci, kecuali ketika air liur berasal dari dalam perut (contohnya ngiler saat tidur), maka air liur dihukumi najis.

Salah satu ciri-ciri air liur berasal dari dalam perut yang menjadikannya najis adalah ketika air liur berwarna agak kekuningan dan berbau agak busuk (bacin), tidak seperti keadaan air liur biasanya yang cenderung bening tanpa disertai bau yang busuk. Lalu, Apakah Ingus Najis?

Baca Juga:  Ini Syarat-syarat Orang yang Wajib Mengerjakan Shalat

Ingus memiliki status hukum yang sama dengan air liur, yakni ketika ingus berasal dari dalam perut maka dihukumi najis. Sedangkan ketika berasal dari kepala atau pangkal tenggorokan maka dihukumi suci.

Perincian hukum ini sudah dijelaskan dalam beberapa kitab mazhab Syafi’iyah, salah satunya seperti yang tercantum dalam kitab Mughni al-Muhtaj:

والبلغم الصاعد من المعدة نجس بخلاف النازل من الرأس أو من أقصى الحلق والصدر فإنه طاهر والماء السائل من النائم إن كان من المعدة كأن خرج منتنا بصفرة فنجس لا إن كان من غيرها أو شك في أنها منها أو لا فإنه طاهر

“Ingus yang naik dari perut (baca: pencernaan) dihukumi najis. Berbeda ketika ingus yang berasal dari kepala atau dari ujung tenggorokan maka ingus tersebut dihukumi suci. Sedangkan air liur yang mengalir dari mulut orang yang sedang tidur, ada perincian hukum soal ini. Jika berasal dari perut, seperti keluar dengan bau yang bacin dengan warna kuning maka dihukumi najis. Dan dihukumi tidak najis jika berasal dari selain perut. Sedangkan ketika ragu-ragu apakah air liur yang keluar berasal dari perut atau bukan, maka air liur tersebut dihukumi suci.” (Syekh Khatib as-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 79)

Pembatasan cakupan hukum air liur dari mulut orang yang sedang tidur/ ngiler dalam referensi di atas tidaklah bersifat penentuan secara khusus hanya dalam keadaan tidur, namun juga bisa dianalogikan (di-qiyas-kan) dalam keadaan-keadaan yang lain.

Baca Juga:  Kenapa Shalat Jumat Bacaannya Jahr Padahal Shalat Dzuhur Sirr?

Pengkhususan keadaan tidur dalam referensi tersebut disebabkan umumnya air liur yang najis dengan ciri-ciri yang dijelaskan di atas, biasa ditemukan pada orang yang sedang tidur.

Namun ketika air liur bercampur dengan darah, misalnya terkena darah dari gusi maupun bagian dalam lainnya, maka status air liur menjadi najis, karena darah gusi adalah najis, dan ketika air liur tersebut bercampur dengan darah gusi atau darah yang lain maka hukumnya berubah menjadi najis.

Sedangkan ketika seseorang mendapatkan cobaan berupa keluarnya darah dari gusinya terus-menerus, sehingga mengakibatkan air liur nyaris selalu bercampur dengan darah gusi, maka dalam keadaan demikian status darah yang keluar dari gusi dihukumi najis yang ma’fu (ditoleransi), sehingga air liur meski bercampur dengan darah gusi tetap dihukumi suci. Ketentuan ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Nihayah al-Muhtaj:

ولو ابتلي شخص بالقيء عفي عنه منه في الثوب وغيره كدم البراغيث

ـ (قوله: بالقيء عفي عنه) ومثله بالأولى لو ابتلي بدم اللثة والمراد بالابتلاء به أن يكثر وجوده بحيث يقل خلوه منه

“Jika seseorang diberi cobaan berupa muntah (secara terus menerus), maka muntahan dihukumi najis yang di ma’fu ketika berada di pakaian atau benda lainnya seperti halnya ditoleransinya (ma’fu) darah nyamuk.”

“Seperti halnya muntah dalam hal di-ma’fu-nya najis, hal yang sama (secara qiyas aulawi) juga berlaku ketika seseorang diberi cobaan berupa keluarnya darah gusi. Yang dimaksud dengan ‘diberi cobaan dengan darah gusi’ adalah keluarnya darah secara terus-menerus, sekiranya jarang sekali ditemukan (air liur) yang tidak bercampur dengan darah gusi” (Syihabuddin Ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, juz 2, hal.  284)

Baca Juga:  Problematika Mengelap Bekas Air Wudhu yang Tersisa pada Wajah

Dengan begitudemikian dapat disimpulkan bahwa secara umum status air liur dan ingus adalah suci, kecuali dua cairan ini merupakan cairan yang keluar berasal dari dalam perut, seperti yang biasa terjadi pada saat tidur, maka status dua cairan tersebut berubah menjadi najis.

Kesucian air liur juga akan berubah menjadi najis ketika bercampur dengan gusi yang berdarah, ketika memang darah gusi ini bukan merupakan hal yang sering terjadi pada seseorang, sedangkan ketika sering keluar darah gusinya maka air liur itu tetap dihukumi suci. Wallahu a’lam.

Demikian artikel tentang Apakah Ingus Najis? Ini Dalil Lengkapnya!

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *