Ayat-Ayat yang Terhapus dari Mushaf Utsmani

Ayat-Ayat yang Terhapus dari Mushaf Utsmani

Pecihitam.org – Kaum muslimin percaya bahwa membaca al-Qur`an merupakan bagian dari ibadah. Sebagian besar mereka mengetahui bahwa al-Qur`an yang mereka baca saat ini adalah kitab hasil kumpulan hafalan dan catatan Sahabat Rasul Saw dalam bentuk mushaf Utsmani. Namun dalam proses penetapannya ada ayat-ayat yang terhapus dari Mushaf Utsmani, meski sama sekali tidak merubah keaslian al-Qur’an.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mushaf Utsmani adalah produk kodifikasi (tadwin) al-Qur`an sebagai kitab suci umat Islam yang resmi atas prakarsa khalifah Utsman ibn ‘Affan, meskipun upaya tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak pemerintahan Abu Bakr dan Umar ibn Khattab.

Kodifikasi sendiri, sebagaimana dapat difahami dari analisa Muhammad Abid al-Jabiri dalam Takwin al-‘Aql al-‘Arabi (terjemahan oleh Ilham Khoiri, 2014: 110-132) ketika berbicara tentang kodifikasi Bahasa Arab yang membentuk struktur nalar Arab, adalah proses pemilahan-pemilihan yang tak lepas dari adanya upaya penghapusan, penambahan dan lain-lain dalam rangka menyusun sesuatu hingga menghasilkan produk pemikiran, undang-undang, dan lain-lain yang resmi dan legal.

Dalam konteks al-Qur`an mushaf Utsmani, proses kodifikasinya mencakup fakta besar bahwa adanya proses pemusnahan mushaf-mushaf lain atau kumpulan hafalan dan catatan para Sahabat yang bacaan dan struktur susunan kitab tidak sesuai dengan mushaf yang disimpan oleh Sayyidah Hafsah, istri Rasulullah.

Alasan mengapa mushaf tersebut yang dijadikan mushaf tunggal menjadi kontroversi di kalangan sarjana pengkaji sejarah al-Qur`an. Khalil Abdul Karim dalam Hegemoni Quraisy, misalnya, menuduh bahwa dipilihnya mushaf Utsmani sebagai al-Qur`an resmi karena mushaf itu berdialek suku Quraisy. Hal ini ada hubungannya dengan dominasi peran kesukuan Quraisy terhadap Islam (Khalil Abdul Karim, terjemahan oleh Faisol Fatawi, 2002: 21).

Salah satu bagian dari proses kodifikasi al-Qur`an yang begitu kompleks ditandai dengan adanya ayat-ayat yang terhapus dari mushaf Utsmani atau tidak terekam di dalamnya. Demikian diungkapkan Taufik Adnan Amal dalam bukunya yang bertajuk Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an (2013), khususnya sepanjang Bab 7 dengan judul Otentisitas dan Integritas Mushaf Utsmani.

Kompleksitas itu bermula dari bahasan seputar ayat dan surat nasikh dan mansukh (menghapus dan terhapus) dalam al-Qur`an. Secara garis besar terdapat tiga kategori dalam pembahasan dalam hal ini:

  • (1) wahyu yang terhapus, baik hukum maupun bacaannya (naskh al-hukm wa al-tilawah);
  • (2) wahyu yang hanya terputus hukumnya, sedangkan teks atau bacaannya masih terdapat di dalam mushaf Utsmani (naskh al-hukm wa al-tilawah); dan
  • (3) wahyu yang terhapus teks atau bacaannya, tetapi hukumnya masih berlaku.
Baca Juga:  Asal Usul Kalender Islam dan Usaha Sinkronisasi dengan Kalender Jawa Oleh Sultan Agung

Dua dari ketiga kategori di atas tidak menjadi perhatian serius. Tetapi bahasan tentang kategori pertama sungguh sangat menarik dengan sedikit uraian yang tak kalah serunya tentang kategori ketiga.

Tentang kategori pertama, tercatat bahwa ada beberapa wahyu Tuhan yang di-naskh dan tidak dicantumkan dalam mushaf Utsmani. Penghapusan ayat-ayat tersebut didasari oleh alasan-alasan yang justru cenderung bersifat teknis, seperti ketidaksesuaian antara kosa kata yang digunakan dalam ayat tersebut dengan kebiasaan penggunaan kosa kata di ayat-ayat lain.

Contohnya adalah dua ayat berikut:

إن الذين آمنوا وهاجروا وجاهدوا في سبيل الله بأموالهم وأنفسهم ألا ابشروا أنتم المفلحون.

والذين آووهم ونصروهم وجادلوا عنهم القوم الذين غضب الله عليهم أولائك لاتعلم نفس ما أخفى لهم من قرة أعين جزءا بما كانوا يعملون

ِِ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, maka bergembiralah kamu, karena sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang beruntung.”

Dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan membantu serta berperang bersama mereka melawan kaum yang dikutuk Tuhan, maka tak satu jiwa pun yang mengetahui apa yang disimpankan untuk mereka dari berbagai hal yang menyenangkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang mereka lakukan.”

Kedua ayat di atas memang menggunakan kosa kata yang banyak digunakan di dalam al-Qur`an, tapi penggunaan tarkib ألا dalam bentuk kata perintah (amr) tidak pernah muncul di bagian al-Qur`an manapun. Selain itu, kedua ayat di atas nampak merupakan penggabungan dari surah al-Anfal ayat 72 dan surah al-Sajdah ayat 17.

Baca Juga:  5 Prinsip untuk Membentuk Tatanan Masyarakat Ideal ala NU

Alasan lain terhapus ayat-ayat adalah bahwa ayat yang dihapus itu mengandung rima yang tidak sesuai dengan rima ayat-ayat lain dalam suatu surah. Proses kodifikasi al-Qur`an rupanya juga mempertimbangkan aspek keindahan bacaan al-Qur`an. Ayat-ayat yang terhapus itu lalu dimusnahkan.

Contohnya adalah:

لو أن لان آدم واديان من مال لابتغى واديا ثالثا ولا يملأ جوف ابن آدم إلا التراب ويتوب الله على من تاب

Seandainya anak Adam (manusia) memiliki dua gunungan harta kekayaan, maka ia akan meminta tambahan yang ketiga dan tidaklah gunungan harta memenuhi perut anak Adam kecuali debu dan Allah akan mengampuni orang-orang yang bertaubat kepada-Nya.

Dalam mushaf yang dimiliki Ubay ibn Ka’b ayat ini disisipkan di antara ayat 24 dan 25 dari surah Yunus. Abu Musa al-Asy’ari juga memandangnya sebagai bagian dari al-Qur`an yang diwahyukan Tuhan, tetapi kemudian di-naskh dengan alasan di atas.

Tidak hanya ayat, terdapat banyak surah juga yang dihapus karena dianggap bukan bagian al-Qur`an atau jika tidak dibuang sama sekali dikategorikan sebagai Hadits biasa atau hadits Qudsi, dengan alasan-alasan serupa seperti di atas. Detil-detil ayat-ayat dan surat-surat yang telah dinaskh tersebut dapat dilihat lebih lengkap dalam buku Adnan Amal.

Adanya riwayat-riwayat penghapusan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur`an adalah riwayat-riwayat yang fantastis, karena sungguh menakjubkan rasanya ketika membayangkan banyak sekali ayat dan surah yang dihapus.

Baca Juga:  Kekeliruan Salafi Wahabi Dibalik Slogan "Kembali Ke Qur'an dan Sunnah"

Al-Thabrani melaporkan bahwa Umar ibn Khattab pernah berkata: “al-Qur`an itu terdiri dari 1.027.000 kata.” Jumlah ini sungguh jauh berbeda dengan jumlah yang kita ketahui saat ini, yakni sekitar 70-an ribu kata. Ini memang data yang fantastis!

Riwayat semacam ini seakan “menegasikan adanya upaya dan perhatian serius Nabi dan generasi pertama muslim untuk memelihara al-Qur`an, baik melalui hafalan maupun tulisan,” demikian komentar Adnan Amal.

Tak dicantumkannya banyak ayat dan surah ke dalam mushaf Utsmani menunjukkan betapa kompleks dan rumitnya peresmian mushaf Utsmani sebagai al-Qur`an resmi yang inisiatif tersebut baru purna di masa pemerintahan Utsman ibn ‘Affan, sekitar 24 tahun setelah Nabi Muhammad Saw wafat.

Tenaga, pikiran dan perasaan, yang tentunya bukan merupakan bagian dari pewahyuan, terkorbankan hingga prosesnya selesai. Bahkan, Abdullah ibn Mas’ud yang berada di Kufah menolak perintah Khalifah Utsman untuk menyerahkan mushaf yang ada di tangannya untuk dimusnahkan, karena tidak setuju jika mushaf Utsmani yang disusun oleh seorang Zayd ibn Tsabit yang notabene seorang pemula lebih diutamakan daripada mushafnya (Adnan Amal, 2013: 188).

Hingga saat ini mushaf Utsmani dinikmati oleh kaum muslimin sebagai al-Qur`an orisinil dan kitab suci yang sakral, mulai dari isinya, tulisannya, bacaannya, hingga tata cara memegang dan menyimpannya.

Yunizar Ramadhani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *