Pecihitam.org – Sudah menjadi hal yang wajar bahwa dari dahulu umat muslim berbeda dalam pandangan mengenai doa Qunut. Qunut merupakan doa yang di sunnahkan membacanya antara lain ketika shalat subuh, qunut witir separuh terakhir bulan Ramadhan dan qunut Nazilah. Berikut adalah doa qunut subuh yang umum di di baca oleh umat muslim:
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allahummahdini fi man hadait, wa ‘afini fi man ‘afait, wa tawallani fi man tawallait, wa barikli fi ma a‘thait, wa qini syarra ma qadhait, fa innaka taqdhi wa la yuqdha ‘alaik, wa innahu la yazillu man walait, wa la ya‘izzu man ‘adait, tabarakta rabbana wa ta‘alait, fa lakal hamdu a’la ma qadhait, wa astagfiruka wa atubu ilaik, wa shallallahu ‘ala sayyidina muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam
Doa qunut yang disebutkan di atas dibaca ketika melaksankan shalat sendiri (munfarid). Saat shalat berjamaah, imam dianjurkan mengubah lafal “ihdini (berilah aku petunjuk)” menjadi “ihdina (berilah kami petunjuk)”.
Imam dianjurkan untuk mengeraskan suaranya ketika membaca doa qunut dan makmum mengamini doa tersebut. Selain itu dianjurkan pula mengangkat dan menengadahkan kedua tangan sebagaimana berdoa pada umumnya.
Dan lebih utamanya lagi, pada saat membaca doa yang mengandung harapan dan permintaan yang baik, telapak tangan dianjurkan menghadap ke atas. Sementara saat doa tolak bala atau dijauhkan dari musibah yang dibaca, maka dianjurkan membalik telapak tangan sehingga punggung telapak tangan menghadap ke atas.
Perbedaan Pendapat Hukum Doa Qunut
Bagi kalangan ulama mazhab Syafi’i, membaca doa qunut Subuh termasuk sunnah ab’ad, yang jika ditinggalkan maka dianjurkan melakukan sujud sahwi. Pendapat perkara qunut ini salah satunya ialah pada hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik sebagai berikut:
مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Artinya: “Rasulullah SAW senantiasa berqunut di shalat fajar (shalat Subuh) sampai beliau meninggal dunia.” (HR. Ahmad)
Terkait qunut shubuh, Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar mengatakan: “Qunut shalat shubuh disunahkan berdasarkan hadits shahih dari Anas bahwa Rasulullah SAW selalu qunut sampai beliau meninggal. Hadits riwayat Hakim Abu Abdullah dalam kitab Arba’in. Ia mengatakan, itu hadits shahih,” (Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkar, Beirut, Darul Fikri, 1994, halaman 59).
Menurut Imam An-Nawawi, qunut shubuh sunah muakkadah, meninggalkannya tidak membatalkan shalat, tetapi dianjurkan sujud sahwi, baik ditinggalkan sengaja atau tidak.
Selain itu, pengamalan qunut Subuh ini juga dilakukan para sahabat, seperti Umar bin Khattab. Namun bagi sebagian ulama, hadits yang digunakan di atas masih perlu dipahami latar belakangnya serta perlu dibandingkan dengan hadits lain.
Sebagaimana dikutip Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, berikut hadits perihal qunutnya Nabi di waktu Subuh yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
إنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ لَا يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ، إلَّا إذَا دَعَا لِقَوْمٍ، أَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak berqunut ketika shalat fajar (shalat Subuh), kecuali ketika mendoakan kebaikan atau keburukan untuk suatu kaum.” (HR. Muslim)
Hadits Anas bin Malik yang menjadi hujjah untuk membaca qunut Subuh di atas dipahami ulama bukan sebagai doa, melainkan maksud qunut di sana adalah berdiri lebih lama dan membaca doa yang lebih umum.
Kemudian terkait Umar bin Khattab yang membaca qunut saat shalat Subuh, dipahami sebagian ulama bahwa beliau melakukannya pada momen musibah dan perang (nazilah) kala itu. Demikian kurang lebih yang dicatat Ibnu Qudamah.
Lain halnya bagi kalangan mazhab Abu Hanifah, qunut hanya dilakukan kala shalat witir. Sedangkan mazhab Hambali menyebutkan kesunnahan qunut Subuh ini hanya pada momen nazilah, yaitu ketika umat muslim dilanda musibah.
Menurut Imam Malik, doa qunut hendaknya dilakukan sebelum ruku’ secara pelan (sirr), berbeda dengan mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal yang berpendapat bahwa qunut dibaca setelah ruku’. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshowab.