Badiuzzaman Said Nursi, Tokoh Pembaharu Islam Turki

badiuzzaman said nursi

Pecihitam.org – Said Nursi lahir pada tahun 1293 H (1877 M) di desa Nurs, daerah Bitlis, Anatolia Timur. Mula-mula ia berguru kepada kakak kandungnya, Abdullah. Kemudian ia berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lain, dari satu kota ke kota lain, menimba ilmu dari sejumlah guru dan madrasah dengan penuh ketekunan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada masa-masa inilah Said Nursi mempelajari tafsir, hadis, nahwu, ilmu kalam, flkih, mantiq, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, sebagaimana diakui oleh semua gurunya, ditambah dengan kekuatan ingatannya yang sangat tajam, ia mampu menghafal hampir 9O buku referensial. Bahkan ia mampu menghafal buku Jam‘ul Jawami’-di bidang usul fikih-hanya dalam tempo satu minggu. Ia sengaja menghafal di luar kepala semua ilmu pengetahuan yang dibacanya.

Dengan bekal ilmu yang telah dipelajarinya, kini Said Nursi memulai fase baru dalam kehidupannya. Beberapa forum munazharah (adu argumentasi dan perdebatan) telah dibuka dan ia tampil sebagai pemenang mengalahkan banyak pembesar dan ulama di daerahnya.

Pada tahun 1894 M, ia pergi ke kota Van. Di sana ia sibuk menelaah buku-buku tentang matematika, falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, dan sejarah. Ia benar-benar mendalami semua ilmu tersebut hingga bisa menulis tentang subjek-subjek tersebut. Karena itulah, ia kemudian dijuluki “Badiuzzaman” (Keajaiban Zaman), sebagai bentuk pengakuan para Ulama dan ilmuwan terhadap kecerdasannya, pengetahuannya yang melimpah, dan wawasannya yang luas.

Pada saat itu, di sejumlah harian lokal, tersebar berita bahwa Menteri Pendudukan Inggris, Gladstone, dalam Majelis Parlemen Inggris, mengatakan di hadapan para wakil rakyat, “Selama al-Qur’an berada di tangan kaum Muslimin, kita tidak akan bisa menguasai mereka. Karena itu, kita harus melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya.”

Berita ini sangat mengguncang diri Said Nursi dan membuatnya tidak bisa tidur. Ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Akan kubuktikan kepada dunia bahwa al-Qur’an merupakan mentari hakikat, yang cahayanya tak akan padam dan sinarnya tak mungkin bisa dilenyapkan.”

Baca Juga:  Hari Ini Ulang Tahun Presiden Joko Widodo, Inilah Riwayat Hidup Beliau

Pada tahun 1908 M, ia pergi ke Istanbul. Ia mengajukan sebuah proyek kepada Sultan Abdul Hamid II untuk membangun Universitas Islam di Anatolia timur dengan nama “Madrasah az-Zahra” guna melaksanakan misi penyebaran hakikat Islam.

Pada universitas tersebut studi keagamaan dipadukan dengan ilmu sains, sebagaimana ucapannya yang terkenal, “Cahaya kalbu adalah ilmu-ilmu agama, sementara sinar akal adalah ilmu sains. Dengan perpaduan antara keduanya, hakikat akan tersingkap. Adapun jika keduanya dipisahkan, maka fanatisme akan lahir pada pelajar ilmu agama, dan skeptisisme akan muncul pada pelajar ilmu sains.”

Pada tahun 1911 M, ia pergi ke negeri Syam dan menyampaikan pidato yang sangat berkesan, di atas mimbar Masjid Jami Umawi. Dalam pidato tersebut, ia mengajak kaum muslimin untuk bangkit. Ia menjelaskan sejumlah penyakit umat Islam berikut cara mengatasinya. Setelah itu, ia kembali ke Istanbul dan menawarkan proyeknya terkait dengan Universitas Islam kepada Sultan Rasyad. Sultan ternyata menyambut baik proyek tersebut. Anggaran segera dikucurkan dan peletakan batu pertama dilakukan di tepi Danau Van. Namun, Perang Dunia Pertama membuat proyek ini terhenti.

Said Nursi tidak setuju dengan keterlibatan Turki Utsmani dalam perang tersebut. Namun ketika negara mengumumkan perang, ia bersama para muridnya tetap ikut dalam perang melawan Rusia yang menyerang lewat Qafqas.

Ketika pasukan Rusia memasuki kota Bitlis, Badiuzzaman bersama dengan para muridnya mati-matian mempertahankan kota tersebut hingga akhirnya terluka parah dan tertawan oleh Rusia. Ia pun dibawa ke penjara tawanan di Siberia.

Baca Juga:  Bidayah dan Nihayah dalam Perjalanan Sufistik Menuju Makrifat

Dalam penawanannya, ia terus memberikan pelajaran-pelajaran keimanan kepada para panglima yang tinggal bersamanya, yang jumlahnya mencapai 90 orang. Lalu dengan cara yang sangat aneh dan dengan pertolongan Tuhan, ia berhasil melarikan diri. Ia pun berjalan menuju Warsawa, Jerman, dan Wina. Ketika sampai di Istanbul, ia dianugerahi medali perang dan mendapatkan sambutan luar biasa dari khalifah, syeikhul Islam, pemimpin umum, dan para pelajar ilmu agama.

Said Nursi kemudian diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyyah oleh pimpinan militer di mana lembaga tersebut hanya diperuntukkan bagi para tokoh ulama. Di lembaga inilah sebagian besar bukunya yang berbahasa Arab diterbitkan. Di antaranya adalah tafsirnya yang berjudul Isyarat al-I’jaz fi Mazhan al-Ijaz, yang ia tulis di tengah berkecamuknya perang, dan buku al-Matsnawi al-Arabi an-Nuri.

Pada tahun 1923 M, Badiuzzaman pergi ke kota Van dan di sana ia beruzlah di Gunung Erek yang dekat dari kota selama dua tahun. Ia melakukan hal tersebut dalam rangka melakukan ibadah dan kontemplasi.

Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, kekhalifahan Turki Utsmani runtuh dan digantikan dengan Republik Turki. Pemerintah yang baru ini tidak menyukai semua hal yang berbau Islam dan membuat kebijakan-kebijakan yang anti Islam. Akibatnya, terjadi berbagai pemberontakan dan negara yang baru berdiri ini menjadi tidak stabil. Namun, semuanya dapat dibungkam oleh rezim yang sedang berkuasa.

Meskipun tidak terlibat dalam pemberontakan, Badiuzzaman ikut merasakan dampaknya. Ia pun diasingkan bersama banyak orang ke Anatolia Barat pada musim dingin 1926 M. Kemudian ia diasingkan lagi seorang diri ke Barla, sebuah daerah terpencil.

Para penguasa yang memusuhi agama itu mengira bahwa di daerah terpencil itu riwayat Said Nursi akan berakhir, popularitasnya akan redup, namanya akan dilupakan orang, dan sumber energi dakwahnya akan mengering.

Baca Juga:  Syaikh Abdul Malik Purwokerto, Mursyid dan Pejuang yang Bersahaja

Namun, sejarah membuktikan sebaliknya. Di daerah terpencil itulah Said Nursi menulis sebagian besar Risalah Nur, kumpulan karya tulisnya. Lalu berbagai risalah itu disalin dengan tulisan tangan dan menyebar ke seluruh penjuru Turki.

Jadi, ketika Said Nursi dibawa dari satu tempat Pembuangan ke tempat pembuangan yang lain, lalu dimasukkan ke penjara dan tahanan di berbagai wilayah Turki selama seperempat abad, Allah menghadirkan orang-orang yang menyalin berbagai risalah itu dan menyebarkannya kepada semua orang.

Risalah-risalah itu kemudian menyorotkan cahaya iman dan membangkitkan spirit keislaman yang telah mati di kalangan umat Islam Turki saat itu. Risalah-risalah itu dibangun di atas pilar-pilar yang logis, ilmiah, dan retoris yang bisa dipahami oleh kalangan awam dan menjadi bekal bagi kalangan khawas.

Demikianlah, Ustadz Nursi terus menulis berbagai risalah sampai tahun 1950 dan jumlahnya mencapai lebih dari 130 risalah. Semua risalah itu dikumpulkan dengan judul Kulliyyaat Rasaa’il an-Nur (Koleksi Risalah Nur), yang berisi empat seri utama, yaitu al-Kalimat, al-Maktubat, al-Lamaat, dan asy-Syuaat. Ustadz Nursi sendiri yang langsung mengawasi hingga semuanya selesai tercetak.

Ustadz Nursi wafat pada tanggal 25 Ramadhan 1379 H, bertepatan pada tanggal 23 Maret 1960 M, di kota Urfa. Karya-karya beliau dibaca dan dikaji secara luas di Turki dan di berbagai belahan dunia lainnya.

Pustaka: Risalah Press, Badiuzzaan Said Nursi, Misteri Hemat, Puasa dan Syukur, hlm. vii-xii

Ust. H. Jamaluddin Kulawu, Lc
Latest posts by Ust. H. Jamaluddin Kulawu, Lc (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *