Bagaimana Hukum Istinjak dengan Tisu Saja? Begini Cara Menghukuminya

Bagaimana Hukum Istinjak dengan Tisu Saja? Begini Cara Menghukuminya

Pecihitam.org- Kebersihan dalam agama Islam sangat diperhatikan, an-nadhafatu minal iman yang artinya kebersihan merupakan sebagian dari iman merupakan slogan yang sering kita dengar atau kita lihat atau slogan at-thuhuru syartul iman, yang artinya kesucian merupakan separoh dari keimanan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Namun demikian, dalam kehidupan keseharian seringkali realitas umat Islam kurang mencerminkan ajaran-ajaran semacam itu. diwajibkannya istinja’ (bersuci) setelah buang air besar (taghawwuth) dan air kecil (baul) merupakan salah satu wujud perhatian Islam terhadap kebersihan dan kesucian itu.

Tanpa istinjak terlebih dahulu maka shalat tidak sah. Selanjutnya dizaman yang serba praktis ini terdapat tempat-tempat tertentu, seperti saat di pesawat atau tempat lain sudah tidak dipergunakan air sebagai alat bersuci, dan istinjak pun dengan tisu.

Selain dipesawat, banyak hotel yang tidak menyediakan air di toiletnya, namun yang tersedia hanya tisu. Dengan asumsi pakaian akan tetap kering apabila menggunakan tisu dan lebih praktis serta lebih nyaman. Lantas bagaimana hukumnya jika Istinjak dengan menggunakan tisu saja tanpa dibilas lagi dengan air?.

Meski istinjak pada hakikatnya menghilangkan najis yang keluar dari dubur maupun kubul, namun dalam praktiknya hal tersebut memiliki perbedaan yaitu alat yang digunakan tidak terbatas pada air, tetapi dapat pula dilaksanakan dengan batu, atau benda-benda yang menyerupainya.

Baca Juga:  Laki-laki Menikahi Wanita Lebih Tua Menurut Islam, Boleh Tapi ...

Ketentuan tersebut berbeda dengan wudhu dan mandi, sebab ketika tidak ditemukan air maka hanya dapat digantikan dengan tayamum dalam kondisi-kondisi tertentu saja. Terkandung hikmah yang besar ketika kita diperbolehkannya istinja’ dengan batu, yakni beribadah kepada Allah SWT, yang dalam hal ini adalah shalat.  

Jika diperhatikan, kondisi perairan diberbagai daerah berbeda-beda, ada yang banyak airnya, ada pula yang sedikit. Jika istinja’ diharuskan dengan menggunakan air, tentu menimbulkan kesulitan bagi daerah-daerah yang sedikit airnya. Daerah-daerah tersebut seperti negara di Timur Tengah atau daerah-daerah kering dan tandus seperti padang pasir.

Umat Islam tidak menemukan masalah dalam thaharah (kesucian) ketika dimudahkannya istinjak menggunakan batu serta tayamum menggunkan debu, sehingga shalat dapat berjalan terus.

Makna dari kata batu (hajar) jika ditafsirkan dengan logika pasti mengarah pada sosok benda keras yang kerap digunakan membuat pondasi bangunan atau membuat jalan, berbeda jika  dalam fikih, ternyata maknanya lebih luas. Sebab batu dibedakan menjadi batu (hajar) hakiki dan batu (hajar) syar’i.  

Pertama, batu (hajar) hakiki merupakan batu yang seperti kita kenal pada umumnya. Sedangkan yang

Baca Juga:  Jabat Tangan Setelah Shalat, Adakah Dalilnya?

Kedua, yakni batu (hajar) syar’i merupakan benda yang mencakup semua benda padat yang suci serta dapat menghilangkan kotoran, namun dengan catatan benda tersebut tidak termasuk kategori banda-benda muhtaram (dimuliakan atau berharga).

Sebagai contoh benda yang syar’i yakni, batu, kayu, tembok, keramik kasar, dan kulit hewan. Semua benda-benda tersebut dinamakan hajar syar’i dan boleh untuk istinja’, namun dengan catatan benda tersebut harus menyerap.

Lewat metode analogi atau qiyas, hajar syar’i disamakan dengan hajar hakiki, artinya menyamakan sesuatu yang tidak diketahui hukumnya dengan sesuatu yang hukukmnya jelas, sebab keduanya ada persamaan dalam illat (alasan terjadinya hukum).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan besar dalam pola pikir dan pola sikap masyarakat. Gaya hidup yang serba praktis dan mudah serta efisien merupakan pilihan masyarakat pada zaman sekarang, misalnya dalam masalah istinja’ dengan menggunakan tisu.

Seperti diterangkan di atas bahwa istinjak dapat dilakukan dengan air dan batu, baik hakiki maupun syar’i.  Tisu bukan air, bukan pula hajar hakiki. Pertanyaannya apakah dapat untuk istinja’?.

Mengutip dari beberapa literature madzhab Syafi’i, seperti al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, Syarqawi Syarh Tuhfatut Thullab, Bujairami Syarh Iqna’ dan lain-lain.

Baca Juga:  Menikah Saat Hamil, Bagaimana Hukumnya?

Tisu dapat digunakan untuk istinjak dengan alasan bahwa tisu dianggap sebagai salah satu bentuk hajar syar’i, yaitu benda benda padat (jamid), tidak najis, dan tidak muhtaram (dianggap mulia dan berharga), karena tidak terdapat tulisan di dalamnya. Jika terdapat tulisan dalam tisu (kertas) itu, maka tidak diperbolehkan menjadikannya sebagai alat istinja’ dengan alasan menghormati tulisan itu.

Satu hal yang harus diperhatikan adalah, kalau istinjak memakai hajar hakiki atau syar’i disyaratkan tiga kali usapan, dan dapat membersihkan kotoran yang ada. Tidak boleh kurang. Kalau sudah diusap tiga kali dengan batu yang berbeda, ternyata belum bersih, harus ditambah hingga benar-benar bersih.

Mochamad Ari Irawan