Pecihitam.org – Hari raya idul adha atau sering juga orang menyebutnya hari raya haji ataupun hari raya kurban tak pernah lepas dari penyembelihan hewan kurban, rutinitas yang dilakukan umat muslim sedunia sejak zaman nabi ismail alaihissalam, dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bagi mereka yang berkurban karena nadzar tentu haram untuk memakan seluruh bagian hewan kurban tersebut, sedang untuk mereka yang kurban sunnah untuk memakannya yaitu hanya 1/3 dari hewan tersebut, lalu bagaimana hukum menjual kulit hewan qurban?
Dalam kitab fathul qorib karya Syekh Muhammad Qasim al-Ghazy menyebutkan bahwa para ulama bersepakat haram menjual sesuatu dari hewan qurbannya, yaitu daging, bulu atau kulitnya, diharamkan pula menjadikan kulit hewan kurban sebagai upah kepada pihak pemotong, meskipun kurban itu sunnah.
Para ulama Syafiiyah bersepakat untuk melarang menjual segala bagian apapun dari tubuh hewan qurban, seperti; daging, kepala, kulit, rambut, bulu dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana dipaparkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Almajmu;
واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره
Berbagai macam redaksi madzhab syafi’i dan pengikutnya yang sepakat mengatakan bahwa haram menjual apapun dari hewan kurban baik berupa ibadah kurban sunah ataupun nadzar, baik berupa daging, lemak, tanduk, ataupun rambut.diantara dalil yang digunakan dasar oleh para ulama terkait larangan menjual kulit hewan qurban adalah: hadis riwayat Imam Hakim dan Imam Baihaqi dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. Bersabda:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ
“Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya.”
Dalam penjelasan hadis tersebut jelas bahwa hukum menjual kulit hewan kurban adalah haram, bahkan yang melakukannya dia tidak dapat pahala kurban, berarti baginya masih dibebankan dengan kesunahan menyembelih hewan kurban.
Banyak keterangan dalam hadis bahwa nabi memperbolehkan mengambil manfaat dari kulit hewan kurban seperti digunakan untuk bedug, rebana,sandal atau tempat air, namun nabi melarang untuk menjualnya, maka alternatif lain agar orang lain dapat mengambil manfaatnya juga yaitu dengan menyedekahkannya bukan menjualnya.
Maka jika bedug-bedug yang ada di masjid misalnya hasil dari pembelian maka hukumnya tidak sah, namun jika dari sedekah maka hukumnya boleh. Berdasarkan riwayat Imam Ahmad dari Qatadah ibn an Nu’man Nabi sallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلَا تَبِيعُوهَا وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوا إِنْ شِئْتُمْ
“Janganlah kalian menjual daging-daging hewan hadyu dan daging hewan kurban, makanlah dan sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan janganlah kalian menjualnya. Dan apabila kalian diberi dagingnya, maka makanlah jika kalian mau.”
Dapat disimpulkan bahwa para ulama sepakat akan keharaman menjual kulit hewan qurban tanpa adanya perbedaan, jika kulit saja tidak boleh untuk diperjual belikan maka daging pun akan mendapat hukum yang sama, karena pada hari raya kurban sesama umat islam harus merasakan kebahagian yang merata bukan terhalang oleh kasta, maka fakir miskinpun dapat menikmati hindangan pada hari itu.
Dengan begitu semua bagian dari hewan kurban hanya diperuntukkan sedekah tanpa memperjual belikannya, karena Allah memberikan nikmat yang harus disyukuri sehingga Allah mengharamkan puasa di hari raya idul adha dan tiga hari setelahnya, yaitu hari tasyriq agar seluruh umat islam dapat menikmati hidangan yang dikaruniakan untuk mereka.