Berbicara Sebelum, Sesudah dan Saat Khutbah Jum’at Berlangsung, Bolehkah?

Berbicara Sebelum, Sesudah dan Saat Khutbah Jum’at Berlangsung, Bolehkah

Pecihitam.org – Shalat Jum’at adalah salah satu shalat “mingguan” yang wajib dilaksanakan oleh muslim laki-laki yang telah memenuhi syarat dan ketentuannya. Di antara keabsahan shalat Jum’at adalah khutbah Jum’at yaitu khutbah yang dilaksanakan sebelum shalat Jum’at.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Khutbah Jum’at terdiri dari dua bagian, yakni khutbah awal (pertama) dan khutbah tsani (kedua). Kedua khutbah ini ditandai dengan duduk di antara dua khutbah lengkap dengan tuma’ninahnya.

Dalam beberapa literatur fikih madzhab Syafi’i (seperti I’anah dan Raudhatuththaalibin), tuma’ninah dalam duduk di antara dua khutbah ini hukumnya wajib. Bahkan sunnahnya sekira-kira rampungnya bacaan surah al-Ikhlash. Sedikit agak lama dari ukuran standar tuma’ninah.

Sebagian umat Islam -setidaknya yang pernah penulis temui- menganggap bahwa berbicara pada saat sebelum, setelah dan ketika khutbah jum’at berlangsung, sama sekali tidak diperkenankan.

Bahkan lebih dari itu, jika kita melarang orang lain berbicara saja maka shalat Jum’atnya tidak sah. Fenomena semacam ini benar adanya. Namun apakah hal demikian sepenuhnya dapat dibenarkan?

Dalam menyikapi persoalan ini, sangat patut kita tengok kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karangan Imam Nawawi juz 4 halaman 552, yaitu sebagai berikut:

Baca Juga:  Ini Jenis Zakat yang Wajib Dikeluarkan oleh Seorang Muslim

ﻭﻳﺠﻮﺯ اﻟﻜﻼﻡ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺒﺘﺪﺉ ﺑﺎﻟﺨﻄﺒﺔ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﻳﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺛﻌﻠﺒﺔ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺇﺫا ﺟﻠﺲ اﻻﻣﺎﻡ ﺑﻴﻦ اﻟﺨﻄﺒﺘﻴﻦ ﻭﺇﺫا ﻧﺰﻝ ﻣﻦ اﻟﻤﻨﺒﺮ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ لما رور أنس

Artinya: Berbicara pada saat khutbah belum berlangsung hukumnya boleh berdasarkan hadis riwayat Tsa’labah bin Abi Malik. Begitupun pada saat imam (khatib) duduk di antara dua khutbah dan saat ia turun dari mimbar sebelum berlangsungnya pelaksanaan shalat (Jum’at), maka berbicara diperbolehkan berdasarkan riwayat Anas.

Dalam ibarah tersebut dijelaskan bahwa sebelum khutbah berlangsung, saat khatib duduk di antara dua khutbah dan saat ia turun dari mimbar diperbolehkan untuk berbicara.

Alasannya adalah karena saat-saat tersebut bukanlah saat shalat, bukan juga saat mendengarkan khutbah. Maka jelas, berbicara saat kondisi tersebut tidaklah dilarang.

Lalu bagaimana jika berbicara saat khutbah jum’at berlangsung? Masih dalam al-Majmu’, Imam Nawawi menjawab sebagai berikut:

ﻭﺇﺫا ﺑﺪﺃ ﺑﺎﻟﺨﻄﺒﺔ اﻧﺘﺼﺖ ﻟﻤﺎ ﺭﻭﻯ ﺃﺑﻮ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ “ﻣﻦ ﺗﻮﺿﺄ ﻓﺄﺣﺴﻦ اﻟﻮﺿﻮء ﺛﻢ اﻧﺼﺖ ﻟﻻﻣﺎﻡ ﻳﻮﻡ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺣﺘﻰ ﻳﻔﺮﻍ ﻣﻦ ﺻﻼﺗﻪ ﻏﻔﺮ ﻟﻪ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﺇﻟﻰ اﻟﺠﻤﻌﺔ ﻭﺯﻳﺎﺩﺓ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ”

Baca Juga:  Pembagian Harta Sebelum Meninggal Tidak Bisa Disebut Warisan, Ini Penjelasannya

Artinya: Apabila khutbah telah dimulai (sedang berlangsung), hendaklah inshat. Hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda “barang siapa wudhu dan membaguskan wudhunya kemudian diam dan menyimak imam (khatib) shalat Jum’at hingga selesai shalatnya, maka dosanya diampuni antara Jum’at ini hingga Jum’at depan serta tiga hari setelahnya”.

Dalam keterangan tersebut terdapat ungkapan “hendaklah inshat”. Lantas apa yang dimaksud dengan inshat tersebut?

Beralih ke kitab Raudhatuththaalibin juz 2 halaman 28, makna inshat adalah diam (tidak berbicara). Dengan demikian, apakah diam pada saat khutbah berlangsung merupakan kewajiban?

Kembali Imam Nawawi menjelaskan dengan detail dalam kita Raudhah, sebagai berikut:

وﻫﻞ اﻹﻧﺼﺎﺕ ﻓﺮﺽ، ﻭاﻟﻜﻼﻡ ﺣﺮاﻡ؟ ﻓﻴﻪ ﻗﻮﻻﻥ. اﻟﻘﺪﻳﻢ ﻭ (اﻹﻣﻼء) : ﻭﺟﻮﺏ اﻹﻧﺼﺎﺕ، ﻭﺗﺤﺮﻳﻢ اﻟﻜﻼﻡ. ﻭاﻟﺠﺪﻳﺪ: ﺃﻧﻪ ﺳﻨﺔ، ﻭاﻟﻜﻼﻡ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺮاﻡ.

Artinya: Apakah diam (tidak berbicara pada saat khutbah) wajib dan berbicara hukumnya haram? Dalam hal ini ada dua pendapat (qaul), pertama menurut qaul qadim adalab wajib diam dan haram berbicara, kedua menurut qaul jadid adalah sunnah diam dan boleh berbicara.

Baca Juga:  Niat Sebagai Rukun Shalat, Ini Komponen Niat dalam Shalat yang Harus Terpenuhi

Pendapat yang paling kuat di antara qaul qadim dan qaul jadid dalam masalah ini adalah qaul jadid. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ sebagai qaul ashah.

Dari berbagai persoalan di atas, kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa berbicara, baik sebelum, setelah atau pada saat khutbah jum’at berlangsung tidaklah mengapa. Namun sangat lebih baik jika diam dan mendengarkan khatib khutbah.

Jelas tidak masalah apabila berbicara berupa memberi peringatan bagi yang tuna netra ketika hendak terperosok ke dalam sumur. Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *