Wahabi Mengharamkan Al-Barzanji, Katanya Terlalu Berlebihan Memuji Nabi SAW, Benarkah? (Bag II)

Wahabi Mengharamkan Al-Barzanji, Katanya Terlalu Berlebihan Memuji Nabi SAW, Benarkah? (Bag II)

PeciHitam.org Kedangkalan alur nalar Nahimunkar.com dalam memahami redaksi shalawat pujian kepada Nabi Muhammad SAW dengan mengkategorikan menuhankan Nabi SAW. Kedangkalan berpikir tersebut bisa jadi berasal dari rasa tidak-sukaan atau bisa jadi keengganan untuk berpikir kritis memahami keindahan sastra.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bagaimana mungkin sebuah pujian kepada manusia termulia di dunia dianggap sebagai perbuatan ghuluw. Pun dalam kehidupan sehari-hari manusia biasanya saling memuji antar sesama untuk menunjukan rasa kagum, cinta, takjub dan rasa lainnya.

Jika untuk memuji sesama manusia saja diperbolehkan, bagaimana mungkin memuji Nabi Pembebas Jerat Jahilliyah dianggap ghuluw?

Sanggahan dengan Dalil

Klaim bahwa pengamal shalawat dari Maulid al-Barzanji sebagai orang pengamal bid’ah dan menempatkan derajat Nabi  melebihi kedudukannya sangat tidak berdasar. Redaksi shalawat yang menjadi bulan-bulanan tuduhan adalah sebagai berikut;

فَأَغِثْنِيْ وَأَجِـــن ياَ مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ         يَاغَيَاثِيْ يَا مِــلاَذِيْ فِيْ مُهِمَّاتِ اْلأُمُــوْرِ

Artinya; Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku. Wahai pelindung dari neraka Sa’ir. Wahai penolongku dan pelindungku. Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting).

Nalar salafi wahabi yang digunakan dalam interpretasi syair tersebut menarasikan bahwa Nabi SAW ditempatkan dalam kedudukan menyamai Allah SWT.

Baca Juga:  Muhaddits Wahabi, Syekh Al-Albani Sederajat dengan Imam Bukhari?

Redaksi kata ‘ياَ مُجِيْرُ’ yang bermakana Sang Pelindung menjadi bahan cercaan mereka. Tentunya tuduhan tersebut sama sekali tidak benar, karena dalam Al-Qur’an sendiri Allah menyebutkan;

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ(٦

Artinya; “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya” (Qs. At-Taubah: 6)

Ayat tersebut menunjukan perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk melindungi orang Musyrik untuk mendapatkan tempat aman. Jika Qiyas Kalami digunakan bahwa Nabi SAW diminta untuk memberi keamanan dari Sya’ir yang berupa siksaan, dan diminta memberikan keamanan sebenarnya sama maknanya dengan surat tersebut.

Bahwa sifat menyelamatkan Allah SWT sangat berbeda dengan sifat menyelamatkannya Nabi SAW. Pun dalam keseharian juga ditemui realitas sesama masyarakat saling menyelamatkan dari mara-bahaya.

Namun tidak pernah bermasalah dengan tindakan tersebut karena manusia sudah umum memahami bahwa Dzat Penyelamat hanya Allah SWT.

Baca Juga:  Membantah Argumentasi Wahabi Tentang Putusnya Amal Untuk Orang Yang Sudah Meninggal

Benarkah Al-Barzanji Sesat?

Narasi yang dibangun oleh Nahimunkar.com memang sangat tendensius dan cenderung menghina dengan mengtakan Al-Barzanji sesat. Penghinaan terhadap kitab Maulid Al-Barzanji juga berdampak kepada penghinaan kepada Rasulullah SAW.

Sebabnya yakni kitab tersebut berisi pujian kepada Nabi SAW, tidak melebihkan bahkan cenderung kurang karena tidak ada sebuah pujian yang bisa mewakili keagungan Muhammad SAW. Klaim kesesatan kitab Maulid Al-Barzanji juga dirujukan kepada syair sebagai berikut;

وَماَ زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفَى مُتْنَقِلاً مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطاَهِرِ أَرْدَانٍ

Artinya; “Nur Mustafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni

Disebutkan bahwa syair tersebut sangat ghuluw, bahkan disamakan dengan perkataan seorang Sufi besar yakni Al-Hallaj. Hal ini juga menunjukan bahwa salafi wahabi kurang suka dengan praktek Tassawuf dan para golongan sufi bahkan menyebut sebagai golongan zindiq.

Guna menjawab klaim tersebut kiranya tepat merujuk kepada ayat Al-Qur’an sebagaimana difirmankan Allah SWT,

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (١٥

Artinya; “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan” (Qs. Al-Maidah: 15)

Sangat jelas dalam redaski ayat tersebut terdapat kata ‘نُورٌ’ yang merujuk kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau disifati sebagai Nur atau Cahaya yang berfungsi memberikan cahaya kepada manusia. Ibnu Abbas, Imam At-Thabari, Imam As-Suyuthi juga menjelaskan bahwa ‘نُورٌ’ dimaksud adalah Nur Muhammad.

Baca Juga:  Fatwa Albani Ini Bertentangan dengan Para Ulama Salaf

Maka tuduhan Nahimunkar.com yang menyuarakan kesesatan Al-Barzanji bisa disimpulkan terlalu bersombong dan menunjukan kedangkalan dalam memahami kitab mulia tersebut.

Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq