Bervariasi Saat Berhubungan Intim, Bagaimana Hukumnya?

Bervariasi Saat Berhubungan Intim

Pecihitam.org – Era zaman globalisasi dan kecepatan informasi yang pesat sangat mempengaruhi perilaku kehidupan manusia.Termasuk perilaku manusia dalam kehidupan seks dengan pasangannya. Dari sumber informasi dan pengetahuan yang mereka dapat kemudian mereka ingin menerapkan variasi pada kehidupan seksual mereka. Pada dasarnya bervariasi saat berhubungan intim atau seks adalah boleh. Hal tersebut dinukilkan sebagaimana terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 223:

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya, “Isteri-isterimu adalah ladangmu, maka datangilah ladangmu kapan saja dengan cara yang engkau sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa engkau (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman,” (QS. Al-Baqarah [2]: 223)

Mengenai variasi dalam bercinta para ulama besar pun membolehkannya seperti Abu Hanifah. Di dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj As-Syarbini mengutip riwayat dialog antara Abu Hanifah dan muridnya Abu Yusuf;

مغني المحتاج (12/ 68)

سَأَلَ أَبُو يُوسُفَ أَبَا حَنِيفَةَ عَنْ مَسِّ الرَّجُلِ فَرْجَ زَوْجَتِهِ وَعَكْسِهِ ، فَقَالَ : لَا بَأْسَ بِهِ ، وَأَرْجُو أَنْ يَعْظُمَ أَجْرُهُمَا

“Abu Yusuf bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang lelaki yang menyentuh (untuk merangsang) kemaluan istrinya dan sebaliknya. Abu Hanifah menjawab; Tidak mengapa, dan saya berharap pahala keduanya besar” (Mughni Al-Muhtaj, vol.12 hlm 68).

Pandangan Imam Malik

Demikian pula Imam Malik, dalam riwayatnya beliau berkata;

Baca Juga:  Jomblo TIDAK Boleh Baca! Inilah Tata Cara dan Bacaan Ketika Mau Melamar Calon Istri

كشاف القناع عن متن الإقناع (17/ 409)

وَقَالَ ) الْإِمَامُ ( مَالِكُ ) بْنُ أَنَسٍ ( لَا بَأْسَ بِالنَّخْرِ عِنْدَ الْجِمَاعِ

“Imam Malik berkata; Tidak mengapa desahan/lenguhan panjang saat Jimak (Kassyaf Al-Qina’ ‘An Matni Al-Iqna’, vol.18 hlm 409) ”

Imam Malik sebagai alim ulama dengan segala kehormatan dan reputasinya, tidak merasa berkurang kehormatan beliau ketika berbicara tentang fiqih hubungan suami istri sampai urusan yang sangat detail. Rintihan, desahan, jeritan tertahan, lenguhan dan hal yang semakna dengannya adalah persoalan cabang dalam Fiqih hubungan suami istri dalam Islam, termasuk bervariasi saat berhubungan intim dengan pasangan. Beliau menyebutkan dengan lugas tentang hal-hal yang memang diperlukan untuk penjelasan hukum fiqih.

يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُلُّ تَمَتُّعٍ مِنْهَابِمَا سِوَىَ حَلْقَةِ دُبُرِهَا وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا

Artinya, “Diperbolehkan bagi seorang suami untuk bersenang-senang dengan istri dengan semua model kesenangan (melakukan semua jenis aktivitas seksual) kecuali lingkaran di sekitar anusnya, walaupun dengan menghisap klitorisnya,” (Lihat Zainudin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Jakarta-Dar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke-1, 1431 H/2010 M, halaman 217).

Hal senada juga dikemukakan oleh Asbagh, salah seorang ulama dari kalangan madzhab Maliki yang mengatakan bahwa suami boleh menjilati kemaluan isterinya. Hal ini sebagaimana dikemukakan al-Qurthubi dalam tafsirnya.

وَقَدْ قَالَ أَصْبَغُ مِنْ عُلَمَائِنَا: يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ

Artinya, “Ashbagh salah satu ulama dari golongan kami (Madzhab Maliki) telah berpendapat, boleh bagi seorang suami untuk menjilati kemaluan isteri dengan lidahnya,” (Lihat al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, Kairo-Darul Hadits, 1431 H/2010 M, juz XII, halaman 512).

Baca Juga:  Suami Mencumbu Kemaluan Istri, Bagaimana Hukumnya Dalam Pandangan Fiqih

Namun menurut Qadli Abu Ya’la salah seorang ulama dari kalangan madzhab Hanbali berpendapat bahwa aktivitas tersebut sebaiknya dilakukan sebelum melakukan hubungan badan (jima’). Sebagaimana kitab yang ditulis oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ba’ali yaitu kitab Kasyful Mukhdirat war Riyadlul Muzhhirat li Syarhi Akhsaril Mukhtasharat menjelaskan:

وَقَالَ ( القَاضِي ) : يَجُوزُ تَقْبِيلُ الْفَرْجِ قَبْلَ الْجِمَاعِ وَيُكْرَهُ بَعْدَهُ

Artinya, “Al-Qadli Abu Ya’la al-Kabir berkata, boleh mencium vagina isteri sebelum melakukan hubungan badan dan dimakruhkan setelahnya,” (Lihat Abdurrahman bin Abdullah al-Ba’li al-Hanbali, Kasyful Mukhdirat, Bairut-Dar al-Basya`ir al-Islamiyyah, 1423 H/2002 M, juz II, halaman 623).

Pandangan Ilmu Fiqih

Imam As-Suyuthi mengarang kitab Fiqih Jimak yang berjudul نواضر الأيك في معرفة النيك. Di dalamnya, beliau membicarakan begitu detail hingga tataran praktis dalam hal rekomendasi posisi, gerakan, teknik mencapai puncak dsb. Judul yang beliau ambil memakai istilah An-Naik. An-Naik dalam bahasa Arab termasuk kata yang paling vulgar untuk menyebut hubungan suami istri.

Jika bahasa Indonesia punya kata-kata halus untuk menyebutkan hubungan suami istri seperti bercinta, berhubungan intim, ML (serapan dari bahasa inggris). An-Naik dari segi kevulgaran setara dengan istilah senggama atau bersetubuh. Jadi kira-kira terjemahan judul kitab beliau adalah “Hijaunya pepohonan untuk mengenal ilmu bersetubuh”

Dalam islam fiqih haruslah jelas dan tidak ambigu. Fikih harus lugas karena menyangkut halal-haram yang berkonsekuensi pada pahala dan dosa. Membahas hukum fiqih dengan cara yang samar-samar malah dapat menimbulkan masalah baru, kesalahpahaman, ketidakjelasan, salah konsep, salah penerapan, dan berakibat negatif lainnya. Maka dari itu, diharap para pembaca yang budiman memahami alasan fikir tersebut, sehingga dapat memaklumi jika dalam pembahasan yang menyentuh aurat dalam topik ini, menemukan ungkapan-ungkapan vulgar yang diperlukan untuk penjelasan hukum fiqih.

Baca Juga:  Anak Kecil Berangkat Haji, Sudah Gugurkah Rukun Islam Yang Ke Limanya?

Jika melihat pendapat ulama-ulama diatas banyak yang menerangkan bahwa bervariasi saat berhubungan intim hukumnya adalah boleh. Selama variasi tersebut masih dalam batas kewajaran. Seperti mencium atau menghisap klitoris istrinya, bermain-main dengan tangan dan jari di area miss V atau menggunakan tangan istri untuk mempermainkan dzakar dan lain sebagainya. Namun jika variasi tersebut melanggar norma agama maka hukumnya adalah tidak boleh. Misalkan suami memasukkan dzakar pada anus maka istri tidak boleh menurutinya. Wallahu’alam Bisshawab

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *