Paham Khawarij, Biang Kerok Perpecahan Umat Islam Hingga Kini

perpecahan umat islam

Pecihitam.org – Pada zaman Nabi saw kelompok yang kaku memahami agama tidak begitu memberi efek luas bagi umat islam sebab ada Nabi  saw. Sedangkan pada zaman sahabat munculnya kaum khawarij yang sangat setia menjalankan ibadah ritual tapi minim ukhuwah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Khawarij ini memiliki pemahaman yang sangat tekstual sehingga mengkafirkan kelompok yang berbeda dengannya. Karena itu, umat islam akan selalu terpecah bila masih ada kelompok-kelompok model pemahaman seperti berikut:

1. Pemahaman yang Formalistis

Mereka sangat patuh pada teks-teks formal al-Qur’an dan hadis. mereka kesulitan memahami makna tersirat pada al-Qur’an. Ada seorang Ustad mengatakan bahwa memakan buaya itu halal karena buaya dominan hidup dilaut daripada di darat. Entah dari mana pendapat tersebut ia ambil, saat semua ulama sepakat bahwa buaya itu haram.

Kaum wahabi memiliki pemahaman yang sama dengan khawarij yang sangat kaku memahami teks-teks al-Qur’an maupun hadis, misalnya soal bid’ah. Bid’ah adalah segala sesuatu yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad saw adalah bid’ah.

Berdasar pada defenisi tersebut maka menurut mereka maulid, mi’raj, barazanji, tahlilan, salaman ba’da shalaat, yasinan, ta’ziah, haul semuanya bid’ah. Ini didasarkan pada hadir riwayat Sunan al-Nasai juz 3 halaman 209 hadis ke 1577,

وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
Artinya: “Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan berada di neraka.”

Jika semua yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw adalah bid’ah, mestinya para wahabi konsisten pada pendapatnya dengan menganggap bahwa shalat tarawih, tabligh akbar, ceramah memakai Mic, shalat memakai Mic juga bid’ah, sebab semua itu tidak pernah Nabi saw lakukan.

Baca Juga:  Kesalahan Umat Islam dalam Memahami Hadits 73 Golongan Islam

Abu Bakar pernah menolak usulan Umar bin Khathab menghimpun al-Qur’an karena hal tersebut tidak dipernah dilakukan Nabi Muhammad saw. Namun hal itu tetap dilakukan lantas apa menghimpun al Quran juga bid’ah.

Al-Qur’an pada awalnya tidak memiliki harakat, seperti saat ini, harakat baru diberikan jauh setelah Nabi Muhammad saw. entah kenapa wahabi dkk tidak menganggap al-Qur’an saat ini yang berharakat sebagai bid’ah?

Wahabi bisa dianggap new khawarij yang memahami teks-teks al-Qur’an dan Hadis dengan begitu formal. Apa yang tidak tersurat dianggap keliru, dan menggali makna yang tersirat dalam teks-teks al-Qur’an dan Hadis kurang dilakukan.

2. Patuh Ritual Tapi Kurang Ukhuwah

Abdurrahman bin Muljam adalah contoh nyata yang sangat patuh ritual, namun kurang ukhuwah. Abdurrahman bin Muljam dalam sejarah dikenal sebagai ahli ibadah, hafiz Qur’an dan ahli puasa. Ia sangat patuh melaksanakan ibadah ritual namun sangat intoleran terhadap ukhuwah islamiyah.

Menurut catatan sejarah pada malam ke-19 Ramadhan di subuh hari Imam Ali memimpin shalat subuh, pada sujud terakhirnya, Abdurrahman bin Muljam mencabut pedangnya yang sudah dilumuri dengan racun, lalu ia tebaskan pada kepala Imam Ali di sujud terakhirnya.

Baca Juga:  Kenapa Harus Kitab Kuning? Tidak Langsung Al-Qur'an dan Sunnah Saja

Bayangkan, Imam Ali memimpin shalat subuh namun tetap tetap dianggap kafir. Dengan alasan itu, Abdurrahman bin Muljam dengan senang hati membunuh Imam Ali, tindakannya didasarkan pada pemahaman yang kaku terhadap teks-teks al-Qur’an.

Di tengah jalan kaum khawarij bertemu dengan yang beragama nasrani dan yang seagama dengannya namun berbeda paham. Ia menghormati, menjamu yang beragama nasrani sebab kafir dzimmi wajib dihormati menurut al-Qur’an. Namun kepada saudaranya yang muslim yang berbeda paham dengannya ia ganggu dan membunuhnya[1]

Sangat sayang terhadap nasrani, namun sangat benci pada sesama muslim yang berbeda dengannya. Lihatlah ISIS di Suriah dan Irak, sangat benci terhadap Bashar Asad, membunuh Bashar Asad adalah perintah agama bagi mereka, namun menutup mata terhadap kezhaliman Israel di Palestina. Tidak ada satupun peluru, rudal yang ditembakkan di Israel untuk menolong saudarana di Palestina.

Lihatlah Saudi yang berpaham wahabi sangat ramah terhadap Israel dan Amerika namun pada saat yang sama ia membunuh rakyat Yaman hingga saat ini dengan jumlah yang menyayat hati. Lihatlah Presiden Turki Erdogan yang beragama Islam melakukan dukungan terhadap ISIS sehingga berperang dengan Bashar Asad, namun pada saat yang sama berpelukan dengan Israel yang menjajah Palestina.

Paham khawarij telah tiada, namun karakter, pemikiran, tindakannya masih diabadikan sampai saat ini pada sebagian umat Islam. Terkadang kita dapati ada orang yang begitu patuh menjalankah ibadah ritual, shalat berjamaah tidak terputus, baca al-Qur’an setiap hari, puasa senin kamis tidak ia tinggalkan, berjubah, berjenggot karena ingin menjalankan sunnah rasul namun pada saat yang sama begitu mudah mengkafirkan saudaranya yang muslim karena berbeda paham.

Baca Juga:  Kyai Wahab Hasbullah, Representasi Perjuangan Kaum Santri

Kita lebih memilih untuk memusuhi saudara kita yang berbeda paham daripada membantu saudara kita yang ada di Palestina. Bila makanan haram ataupun yang subhat kita jaga baik-baik untuk dimasukkan di perut, namun untuk saudara kita yang berbeda mazhab kita halalkan darahnya, kita rampas hartanya serta kita jatuhkan kehormatannya.

Ketika kita lebih menghormati yang berbeda agama daripada yang berbeda mazhab, ketika perbedaan mazhab jadi ukuran kekafiran seorang, dan al-Qur’an masih dipahami secara kaku, maka khawarij masih berada di tengah-tengah kita. Dan itu berarti perpecahan akan selalu ada ditengah-tengah kaum muslimin. Naudzubillahi min dzalik.

Wallahu Muwaffiq ila Aqwamit Thariq.


[1] Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual Refleksi Seorang Cendekiawanan Muslim (Cet.XV; Bandung: Mizan, 2004), h. 31.

Muhammad Tahir A.