Bolehkah Non Muslim Ikut Berkurban? Ini Penjelasan Para Ulama

bolehkah non muslim ikut berkurban

Pecihitam.org – Ketika hari raya kurban, masyarakat yang mampu banyak sekali yang berbondong-bondong menunaikan kurban. Namun ternyata, dari sisi kehidupan bermasyarakat tidak hanya tidak hanya dari kalangan Muslm saja yang berkurban namun tidak jarang non muslim ikut berpartisipasi. Pertanyaannya adalah bolehkah non muslim ikut berkurban? Dan Bagaimana status kurbannya tersebut?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Perlu digaris bawahi, ketentuan umum untuk setiap ibadah yang membutuhkan niat syarat pelakunya haruslah seorang muslim, termassuk ibadah kurban. Memang ada beberapa persoalan tertentu bahwa niat ibadahnya non-Muslim dinyatakan sah, namun ibadah kurban tidak masuk di dalamnya. Syekh Muhammad bin Ali Ba’athiyah berkata:

فائدة من شروط النية إسلام الناوي ولا يشترط إسلامه في عدة صور ذكرها صاحب كتاب المواكب العلية وهي خمس صور

“Faidah. Di antara syarat-syarat niat adalah islamnya orang yang niat. Tidak disyaratkan islamnya dalam beberapa persoalan yang disebutkan oleh pengarang kitab al-Mawakib al-Aliyyah, yaitu ada lima kasus,” (Syekh Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba’athiyah, Ghayah al-Muna Syarh Safinah al-Saja, hal. 159).

Namun demikian, meskipun tidak sah atas nama kurban, bukan berarti sumbangan hewan kurban yang diberikan oleh non-Muslim tidak memiliki manfaat. Karena hewan tersebut tetap boleh diterima atas nama sedekah dan sedekah tersebut, non-Muslim tetap mendapat manfaat pahalanya.

Para ulama menegaskan, amal ibadah non-Muslim yang tidak membutuhkan niat contohnya adalah sedekah. Sedekah tersebut dicatatkan pahalanya untuk sang pelaku, bisa bermanfaat di dunia dengan memperbanyak rezeki dan meringankan siksaan di akhirat. Syekh Sulaiman al-Jamal menjelaskan;

Baca Juga:  Inilah 7 Syarat Wakaf, Pahami Dulu Satu Persatu Sebelum Kamu Melakukannya

ـ «من أحيا أرضا ميتة فله فيها أجر وما أكلت العوافي» أي طلاب الرزق «منها فهو له صدقة» رواه النسائي وغيره وصححه ابن حبان

“Orang yang menghidupi bumi mati maka ia mendapat pahalanya. Apa yang dimakan para pencari rezeki dari tanah tersebut adalah sedekah untuknya,” (Hadits riwayat al-Nasai dan lainnya, disahihkan oleh Ibnu Hibban).

ـ (قوله أي طلاب الرزق) أي من إنسان أو بهيمة أو طير وفيه دليل على أن الذمي ليس له الإحياء لأن الأجر لا يكون إلا للمسلم اهـ. إسعاد اهـ. زيادي

“Ucapan Syekh Zakariyya, para pencari rezeki, maksudnya manusia, binatang atau burung. Di dalam hadits tersebut menunjukan bahwa kafir dzimmi tidak diperbolehkan menghidup-hidupi bumi mati, karena pahala tidak dapat didapat kecuali oleh seorang muslim.”

أقول وقد تمنع دلالته على منع إحياء الذمي وقوله فهو له صدقة لا يؤخذ منه التخصيص بالمسلم لأن الكافر له الصدقة ويثاب عليها أما في الدنيا فبكثرة المال والبنين وأما في الآخرة فبتخفيف العذاب كباقي المطلوبات التي لا تتوقف على نية بخلاف ما يتوقف عليها فإنه لا يصح خصوصا

“Aku berkata, petunjuk bahwa hadits tersebut melarang menghidupi bumi mati bagi kafir dzimmi ditolak. Sabda Nabi; maka sedekah baginya; tidak bisa diambil kesimpulan mengkhususkan kepada muslim, sebab orang kafir sah bersedekah dan mendapat pahala atasnya. Adapun di dunia, dengan banyaknya harta dan anak. Adapun di akhirat, dengan diringankan siksa seperti anjuran-anjuran syariat lainnya yang tidak membutuhkan niat, berbeda dengan ibadah yang membutuhkan niat, maka tidak sah dilakukan oleh orang kafir,” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 3, hal. 561).

Selain itu, Imam al-Bukhari dalam Shahih al Bukhari juga menegaskan mengenai kebolehan umat Islam menerima pemberian hadiah dari non-Muslim. Untuk menguatkan pendapatnya, beliau juga menguutip beberapa hadits:

Baca Juga:  Bervariasi Saat Berhubungan Intim, Bagaimana Hukumnya?

بَاب قَبُولِ الْهَدِيَّةِ مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ هَاجَرَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام بِسَارَةَ فَدَخَلَ قَرْيَةً فِيهَا مَلِكٌ أَوْ جَبَّارٌ فَقَالَ أَعْطُوهَا آجَرَ وَأُهْدِيَتْ لِلنَّبِيِّ ﷺ شَاةٌ فِيهَا سُمٌّ وَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ ﷺ بَغْلَةً بَيْضَاءَ وَكَسَاهُ بُرْدًا وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ

“Bab (kebolehan) menerima hadiah dari orang-orang musyrik. Abu Hurairah berkata dari Nabi bahwa Nabi Ibrahim Hijrah bersama Sarah (istrinya), lalu memasuki daerah yang di dalamnya ada sosok raja atau sang diktator, sang raja berkata, berilah dia hadiah. Nabi Muhammad diberi hadiah kambing yang terdapat racunnya. Abu Hamid berkata; Raja Ayla memberi hadiah kepada Nabi keledai putih dan selimut serta menyurati Nabi di Negara mereka,” (HR. al-Bukhari).

Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari juga berkomentar atas referensi di atas dan mengatakan bahwa pendapat al-Bukhari tegas mengenai kebolehan menerima hadiah non-Muslim. Menurut Ibnu Hajar, al-Bukhari secara tidak langsung memvonis lemah riwayat lain yang melarang pemberian non-Muslim. Beliau berkata:

Baca Juga:  "Ngedehem" Apakah Membatalkan Shalat? Ini Penjelasannya

ـ (قوله باب قبول الهدية من المشركين) أي جواز ذلك وكأنه أشار إلى ضعف الحديث الوارد في رد هدية المشرك

“Ucapan al-Bukhari; bab menerima hadiah dari orang-orang musyrik. Maksudnya kebolehan menerimanya. Al-Bukhari seakan-akan memberi isyarat tentang lemahnya hadits yang menolak hadiah orang musyrik,” (Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, juz 5, hal. 230).

Dengan demikian bolehkah non muslim ikut berkurban? Jawabannya adalah boleh, meski statusnya bukan menjadi kurban namun sedekah. Kemudian daging tersebut juga halal dimakan dengan catatan yang menyembelih adalah orang Islam.

Sebagaimana kita ketahui, umumnya, penerimaan daging kurban dari non-Muslim dilakukan atas dasar menjaga hubungan baik dan toleransi antar umat beragama apalagi di Indonesia. Umat Islam pun boleh menerima sedekah tersebut, bahkan menjadi langkah yang tepat untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama.

Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik