Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal? Ini Pendapat Para Ulama

Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal? Ini Pendapat Para Ulama

Pecihitam.org – Setiap tahun menjelang natal selalu saja terjadi polemik seputar hukum masalah natal bagi umat Islam. Pada dasarnya ada dua hal yang menjadi kontroversi, yakni hukum mengucapkan selamat natal dan mengikuti perayaan natal.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Lalu bagaimanakah sebenarnya Hukum Seoarang Muslim Mengucapkan Selamat Natal kepada tetangga, kerabat atau saudara mereka yang Nasrani? Bagaimanakah para ulama memandang masalah hukum seputar natal ini? Mari kita simak pendapat para ulama mengenai hal tersebut.

Baca juga: Benarkah Semua Perbuatan Nabi Itu Sunnah yang Harus Diikuti?

Daftar Pembahasan:

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Dalam Fatwa MUI Tentang Perayaan Natal Bersama Tertanggal 1 Jumadil Awal 1401 H/ 7 Maret 1981 yang ditandatangani oleh KH. Syukri Ghozali selaku Ketua Komisi Fatwa dan Drs. Mas’udi selaku Sekretaris Komisi Fatwa, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa:

Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.

Fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 1981 pada era kepemimpinan Buya Hamka di atas dengan jelas mengharamkan umat Islam untuk mengikuti perayaan Natal yakni mengikuti proses ritual keagamaan mereka. Tetapi mengenai ucapan selamat Natal sendiri tidak pernah dibahas dan dijelaskan dalam fatwa MUI tersebut.

Fatwa MUI dan Prof. Dr. Hamka

Prof. Dr. Hamka atau yang dikenal dengan sebutan Buya Hamka yang juga sebagai Ketua Umum MUI waktu itu menyatakan bahwa beliau mengharamkan umat Islam mengikuti upacara sakramen (ritual) Natal. Tapi, kalau sekedar mengucapkan selamat Natal atau mengikuti perayaan non-ritual tidak masalah (tidak haram). Hal ini pernah dimuat dalam Majalah Panji Masyarakat dimana Buya Hamka selaku pemimpin redaksinya, seperti yang tertuang dalam situs Ponpes Al Khoirot Malang.

Mengenai hal ini juga pernah ditulis dalam Majalah Tempo tertanggal 30 Mei 1981 yang melaporkan:

Mengapa Hamka mengundurkan diri? Hamka sendiri pekan lalu mengungkapkan pada pers, pengunduran dirinya disebabkan oleh fatwa MUI 7 Maret 1981. Fatwa yang dibuat Komisi Fatwa MUI tersebut pokok isinya mengharapkan (sic!; maksudnya mungkin mengharamkan -red) umat Islam mengikuti upacara Natal, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa.

… Fatwa ini kemudian dikirim pada 27 Maret pada pengurus MU di daerah-daerah. (TEMPO, 16 Mei 1981).

Bagaimanapun, harian Pelita 5 Mei lalu memuat fatwa tersebut, yang mengutipnya dari Buletin Majelis Ulama no. 3/April 1981. Buletin yang dicetak 300 eksemplar ternyata juga beredar pada mereka yang bukan pengurus MU. Yang menarik, sehari setelah tersiarnya fatwa itu, dimuat pula surat pencabutan kembali beredarnya fatwa tersebut. Surat keputusan bertanggal 30 April 1981 itu ditandatangani oleh Prof. Dr. Hamka dan H. Burhani Tjokrohandoko selaku Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI.

Menurut SK yang sama, pada dasarnya menghadiri perayaan antar agama adalah wajar, terkecuali yang bersifat peribadatan, antara lain Misa, Kebaktian dan sejenisnya. Bagi seorang Islam tidak ada halangan untuk semata-mata hadir dalam rangka menghormati undangan pemeluk agama lain dalam upacara yang bersifat seremonial, bukan ritual.

… HAMKA juga menjelaskan, fatwa itu diolah dan ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI bersama ahli-ahli agama dari ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga Islam tingkat nasional — termasuk Muhammadiyah, NU, SI, Majelis Dakwah Islam Golkar.

Prof. DR. HM Din Syamsuddin MA (Ketua Umum PP Muhammadiyah)

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. DR. HM Dien Syamsuddin MA seperti yang tertulis dari website Hidayatullah tertanggal 11 Oktober 2005 menyatakan bahwa “MUI Tidak Larang Ucapan Selamat Natal”. Pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini disampaikan dalam “Seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim” yang digelar di Surabaya pada 10 Oktober 2005. Dien Syamsuddin yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum MUI Pusat waktu itu menyatakan MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal.

Baca Juga:  Ragam Pendapat Ulama Tentang Hukum Mengucapkan Selamat Natal

“Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam,” kata Dien Syamsuddin.

Pada tanggal 24 Desember 2007, Dien Syamsuddin justru mempersilahkan ucapan selamat Natal dan bahkan hadir dalam perayaan Natal yang sifatnya seremoni. Hal ini diungkapkan Dien Syamsuddin dalam jumpa pers bersama Ketua Panitia Peringatan Natal Nasional 2007 Mari Elka Pangestu, di Gedung PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta, juga.

“Yang sifatnya seremoni, tidak seharusnya dihindari. Apalagi Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Jadi saya secara pribadi tidak melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat Natal dan menghadiri perayaan Natal,” kata Dien Syamsudin.

Dien Syamsuddin menambahkan, fatwa yang dikeluarkan seniornya (Buya Hamka) ketika menjabat Ketua MUI pada saat itu hanyalah fatwa yang berdimensi pada pelarangan untuk menghadiri kebaktian atau sakramen. Menurut dia, ucapan selamat Natal adalah bagian dari upaya menghargai, bersimpati, dan berempati pada umat Kristiani. Tapi bukan berarti kita setuju dengan keyakinan mereka.

Jadi MUI tidak pernah mengeluarkan larangan untuk mengucapkan selamat Natal. Bahkan, dalam buku “Himpunan Fatwa MUI Sejak Tahun 1975″ setebal 962 halaman yang diterbitkan oleh penerbit Erlangga tahun 2011 sama sekali tidak ditemukan fatwa resmi tentang ucapan selamat Natal. Yang ada adalah fatwa tentang perayaan Natal bersama (ritual keagamaan) yang diharamkan dan bukan ucapan selamat Natal.

KESIMPULAN: Tidak ada fatwa resmi MUI tentang larangan ucapan selamat Natal, tetapi yang ada adalah larangan untuk mengikuti perayaan ritual Natal bersama.

Baca juga: Makna Luruskan dan Rapatkan Shaf dalam Sholat Yang Harus Kamu Pahami

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj (Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan ucapan Natal boleh saja disampaikan kepada umat Kristiani demi kerukunan umat beragama. Said Aqil Siradj juga me­ngatakan dirinya selalu me­ngucapkan Natal kepada tetang­ga­nya yang umat Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Kalau yang dilarang itu adalah ikuti ritualnya seperti yang dilakukan umat Kristiani. Nah itu yang tidak boleh. Kalau ucapkan selamat saja, menurutnya tidak salah.

Kang Said juga melanjutkan bahwa ucapan itu sebagai upaya men­jaga dan memperkuat tali persau­daraan antar umat beragama. Kita tidak bisa membangun Ukhuwah Islamiah tanpa menghargai keberadaan agama lainnya. Kalau dibiarkan dan berhenti pada Ukuwah Islamiah saja, kita akan menjadi ekstrim, tertutup, eksklusif. Malah bisa jadi radikal. Dia berharap Ukhuwah Islamiah dibangun dengan ukhuwah watoniah.

Habib Munzir Al Musawwa (Pemimpin Majelis Rasulullah SAW)

Habib Munzir Al Musawwa menyatakan mengenai Natal sebagai berikut:

“Mengenai ucapan Natal, hal itu dilarang dan haram hukumnya jika diniatkan untuk memuliakan agama lain, namun jika diniatkan untuk menjalin hubungan baik agar mereka tertarik pada islam atau tidak membenci islam, maka hal itu ada sebagian ulama yg memperbolehkan”, kata Habib Munzir dalam situs resmi Majelis Rasulullah SAW.

Mengucapkan selamat untuk menyambut kemuliaan agama lain haram hukumnya secara mutlak. Namun, jika tidak untuk memuliakan agama lain, seperti ingin mempererat hubungan dengan mereka, apakah itu keluarga atau teman, atau siapapun agar mereka tertarik pada kebaikan dan keramahan agama Islam maka hal ini khilaf, sebagian ulama memperbolehkan dan sebagian tetap mengharamkan, kelompok yang membolehkan ucapan Natal / tahun baru / waisak dan sebagainya jika betul betul diyakini perbuatan itu bisa membuatnya tertarik pada Islam. Toh kita sama sekali tak memuliakan selain Allah SWT. Jika ragu, maka lebih baik jangan dilakukan.

Beliau juga menambahkan bahwa masalah ini adalah masalah sikon dan kekuatan iman, seseorang jika mengucapkan selamat hari Natal pada nasrani tidak berarti ia murtad dan kufur, kecuali jika didasari pengakuan atas trinitas dan atau agama mereka, namun kebiasaan ini baiknya ditinggalkan oleh muslimin dan bukan dilestarikan terkecuali bermaksud mengambil simpatinya kepada Islam

Baca Juga:  Hukum Mengubur Ari-ari Bayi Menurut Pandangan Islam

FATWA SYEIKH YUSUF AL QARDHAWI

Mayoritas ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Natal pada umat Nasrani termasuk di antaranya adalah Dr. Yusuf Qardhawi di mana beliau mengatakan bolehnya mengucapkan selamat pada hari raya Nasrani. Ucapan selamat dibolehkan apabila berdamai dengan umat Islam khususnya bagi umat Kristen yang memiliki hubungan khusus dengan seorang muslim seperti hubungan kekerabatan, bertetangga, berteman di kampus atau sekolah, kolega kerja, dan lain-lain.

Mengucapkan selamat termasuk kebaikan yang tidak dilarang oleh Allah bahkan termasuk perbuatan yang disenangi Allah sebagaimana sukanya pada sikap adil (Allah memyukai orang-orang yang bersikap adil). Apalagi, apabila mereka juga memberi ucapan selamat pada hari raya umat Islam. Allah berfirman: Apabila kalian dihormati dengan suatu penghormatan, maka berilah penghormatan yang lebih baik.

Qardhawi juga menjelaskan bahwa tidak ada hal yang mencegah untuk mengucapkan selamat pada perayaan non-muslim akan tetapi jangan ikut memperingati ritual agama mereka juga jangan ikut merayakan. Kita boleh hidup bersama mereka (non-muslim) dengan melakukan sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariah Allah. Maka tidak ada larangan bagi muslim mengucapkan selamat pada non-muslim dengan kalimat yang biasa yang tidak mengandung pengakuan atas agama mereka atau rela dengan hal itu. Ucapan selamat itu hanya kalimat keramahtamahan yang biasa dikenal.

FATWA SYEIKH WAHBAH AL ZUHAILI

Syeikh Wahbah Al Zuhaili mengatakan seputar Natal sebagai berikut:

Tidak ada halangan dalam bersopan santun (mujamalah) dengan orang Nasrani menurut pendapat sebagian ahli fiqh berkenaan hari raya mereka asalkan tidak bermaksud sebagai pengakuan atas (kebenaran) ideologi mereka.

FATWA SYEIKH MUSTAFA AHMAD ZARQA’

Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang diajut jenazah tersebut. Sehingga menurut Syeikh Ahmad Zarqa’ ucapan selamat kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.

Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan selamat ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya.

Namun, beliau menyatakan bahwa ucapan selamat ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.

KH. Solahuddin Wahid

MAJELIS FATWA DAN RISET EROPA

Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa’ dalam hal kebolehan mengucapkan selamat Natal karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya. Dikatakn juga membolehkan pengucapan selamat Natal jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin, khususnya dalam keadaan kaum muslimin sebagai kaum minoritas di sebuah negara.

“Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib,” tegas Majelis Fatwa Eropa.

Ulama lain yang membolehkan antara lain Dr. Abdus Sattar Fathullah Sa’id (Universitas Al-Azhar), Dr. Muhammad Sayyid Dasuki (Universitas Qatar), serta Syeikh Muhammad Rasyid Ridho, dan sebagainya.

FATWA SALAFI WAHABI TENTANG NATAL

Fatwa-fatwa larangan ucapan selamat Natal dan mengikuti perayaan ritual Natal justru datang dari sekte Salafi Wahabi seperti Utsamain dan Ibnul Qoyyim yang tentu saja mengikuti pemikiran Ibnu Taimiyah.

Baca Juga:  Hukum Laki-laki Pakai Anting Menurut Pandangan Islam

Baca juga: Mengapa Kita Menggunakan Awalan Sayyidina dan Maulana Untuk Nama Rasulullah SAW?

Fatwa Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah (ulama rujukan salafi wahabi) dengan tegas mengharamkan mutlak ucapan selamat hari raya kepada orang kafir dikarenakan tasyabbuh kepada mereka, syirik dan sesat. Dikatakan bahwa:

Maka tidak halal untuk turut serta bersama ahli kitab dan orang-orang musyrik dalam menyelenggarakan hari-hari raya mereka, baik dengan cara memberikan hadiah -sekecil apapun- kepada mereka atau dengan memberikan ucapan selamat hari raya kepada mereka. Semua ini dalam rangka memutuskan benih-benih kesyirikan, menampakkan kemuliaan dan keistimewaan Islam di atas para pengikut kesesatan, dan sebagai perwujudan dari perintah Allah dan Rasul-Nya.

Fatwa Utsamain

Sebagaimana terdapat dalam Majma’ Fatawa Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403), disebutkan bahwa memberi selamat kepada mereka hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita, dan hari raya mereka tidaklah diridhai Allah.

Fatwa Ibnul Qoyyim

Dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah Ibnul Qoyyim Al Jauziyah berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan.

Larangan ucapan selamat Natal secara mutlak atau semisalnya adalah kebanyakan bersumber dari ulama-ulama rujukan salafi wahabi seperti di atas dan juga lainnya kayak Bin Bazz, Saleh Al Fauzan, Alu Syeikh (ulama-ulama keturunan dari Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri sekte Wahabi) dan tentu saja dari komisi fatwa Arab Saudi.

KESIMPULAN HUKUM UCAPAN NATAL:

Ada dua hal yang menjadi polemik seputar Natal, yaitu hukum mengucapkan selamat Natal dan hukum mengikuti perayaan ritual Natal. Hukum mengucapkan selamat Natal masih menjadi perbedaan diantara para ulama sementara mengikuti perayaan ritual Natal adalah haram menurut hampir semua ulama.

Seorang muslim yang mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk Nasrani hukumnya boleh menurut mayoritas ulama. Ucapan selamat ini perlu bagi umat Muslim yang memiliki tetangga, teman kuliah/sekolah, kolega kerja, atau rekan bisnis yang beragama Nasrani sebagai sikap mutual respect atau keramahtamahan. Bagi yang tidak punya hubungan apapun dengan orang Nasrani, tentu saja ucapan itu tidak diperlukan dan sebaiknya dihindari.

Adapun pendapat yang tidak membolehkan ucapan selamat Natal adalah pendapat sebagian kecil ulama umumnya yang berlatarbelakang faham salafi wahabi yang memang dikenal ekstrim dan intoleran bahkan kepada kelompok lain dalam Islam sendiri. Meski tidak semua yang melarang adalah berpaham salafi wahabi.Seorang muslim haram mengikuti ritual atau sakramen Natal dan ini disepakati oleh hampir semua ulama.

Baca juga: Betulkah Peristiwa Mi’raj Nabi Pertanda Allah di Langit? Ini Jawabannya

Para ulama tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath’i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan larangan ucapan selamat semisal Natal’, tentu semua ulama akan sepakat. Namun, selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat 2 pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat 1 pahala. Selanjutnya, silahkan pilihan diserahkan kepada pribadi masing-masing umat Islam.

Sumber: Elhooda.net

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *