Bolehkah Wanita Keluar Rumah Tanpa Mahram? Begini Penjelasan Jumhur Ulama

Bolehkah Wanita Keluar Rumah Tanpa Mahram? Begini Penjelasan Jumhur Ulama

PeciHitam.org – Membicarakan mengenai mahram ini selalu menarik, pasalnya banyak sekali pandangan-pandangan yang beragam. Kali ini, mari kita bahas tentang bolehkah wanita keluar rumah tanpa mahram?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا وَكَذَا وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ فَقَالَ اخْرُجْ مَعَهَا

“Janganlah wanita safar (bepergian jauh) kecuali bersama dengan mahromnya, dan janganlah seorang (laki-laki) menemuinya melainkan wanita itu disertai mahromnya. Maka seseorang berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya aku ingin pergi mengikuti perang anu dan anu, sedangkan istriku ingin menunaikan ibadah haji.” Beliau bersabda: “Keluarlah (pergilah berhaji) bersamanya (istrimu)”. [HR. Imam Bukhari (Fathul Baari IV/172), Muslim (hal. 978) dan Ahmad I/222 dan 246]

Dalam memahami sabda Nabi tentang perempuan tidak boleh bepergian kecuali ditemani mahramnya, komentar dan pandangan ulama hadis sangat beragam. Memang sepintas teks hadits ini bisa dibaca sebagai dasar pengekangan dan domestifikasi perempuan. Imam al-San’ani (w. 1182H/1850 M) dalam kitab Subul Al-Salam menjelaskan hadis di atas bahwa ulama memperselisihkan perjalanan haji seorang perempuan tanpa didampingi oleh mahramnya.

Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan kepada perempuan muda atau gadis, hadis larangan wanita keluar rumah tanpa mahram ini berlaku pada segala macam bepergian, tidak hanya perjalanan haji.

Baca Juga:  Perempuan Cerai Bolehkah Langsung Menikah Tanpa Melewati Masa Iddah?

Komentar al-San’ani di atas mengisaratkan bahwa larangan tersebut disebabkan oleh fitnah tubuh perempuan, dan al-San’ani membenarkan konsep domestifikasi perempuan. Pandangan ini dan pandangan bahwa larangan bepergian tanpa mahram bagi perempuan yang masih muda, bukan yang sudah tua, juga mengisyaratkan suatu kesadaran mengenai tubuh perempuan sebagai sumber persoalan.

Hal ini adalah suatu kesadaran yang timpang dan tidak ramah bagi perempuan. Dalam kesadaran seperti ini, misi perlindungan perempuan, dipastikan berbanding lurus dengan tuntutan-tuntutan domestifikasi dan pengekangan.

Dalam Fath al-Bari, Ibn Hajar al-Asqallani memaparkan berbagai pandangan ulama mazhab terkait alasan hukum dan moral etis terkait persoalan ini. Di samping berbagai pandangan yang tetap mewajibkan mahram, Ibn Hajar juga meriwayatkan pandangan berbeda dari dua ulama besar Mazhab Syafi’i, baik teks maupun pandangan ulama terkait mahram dampingan tidaklah tunggal. Imam al-Karabisi (w. 245H/859M), murid langsung Imam asy-Syafi’i, menganggap tidak masalah bagi perempuan pergi berangkat haji atau umrah sendirian selama perjalanan itu aman.

Dengan alasan keamanan ini, Imam al-Qaffal (w. 412H/1026M) dan Imam Abu al-Mahasin al-Rayyani (w. 501H/1107M), berpendapat perempuan boleh bepergian untuk alasan apapun tidak hanya urusan haji.

Dalam konteks ini, Yusuf Qardawi berpendapat bahwa alasan di balik larangan ini adalah kekhawatiran terhadap keamanan perempuan saat bepergiaan seorang diri, tanpa ditemani suami atau seorang mahram. Dulu, larangan seperti ini diberlakukan dalam situasi di mana orang terbiasa bepergian dengan menunggang kuda, jika situasi telah berubah—seperti zaman kita sekarang—di mana alat transportasi telah dilengkapi dengan pesawat atau kereta api yang mampu membawa ratusan penumpang lebih. Dengan demikian, keluarnya perempuan tanpa didampingi mahramnya tidak dapat dianggap menyalahi hadis.

Baca Juga:  Pembahasan Hukum Nikah Online dan Solusinya di Masyarakat

Dalam pernyataan ini seperti ini, hukum kewajiban mahram bagi perempuan bepergian bersifat kontekstual, karena rasio-legis dari kewajiban ini adalah untuk memberikan perlindungan dan keamanan kepada perempuan.

Ketika kondisi telah berubah, maka kewajiban ditemani mahram bisa diganti dengan media lain yang secara faktual bisa memenuhi tujuan perlindungan dan keamanan yang diperlukan. Dengan demikian, perlindungan atas semua orang, perempuan khususnya, pada saat sekarang bisa diwujudkan melalui kebijakan-kebijakan yang memberikan perlindungan setiap orang yang ada dalam perjalanan, dengan menambahkan pengawasan atau dengan mempermudah teknik perjalanan.

Seorang perempuan dilarang melakukan perjalanan sendirian selama setengah hari, satu hari, satu malam, dua atau bahkan tiga hari. Apabila seorang perempuan ingin bepergian, maka mahramnya harus menyertainya. Larangan ini tentu disampaikan dalam konteks ruang dan waktu tertentu, yaitu dalam suatu ruang geografis Saudi Arabia, yang identik dengan padang pasir atau lembah pegunungan yang sepi, minimnya tempat persinggahan dan rumah-rumah penduduk.

Baca Juga:  Bolehkah Gosok Gigi Saat Puasa, Bagaimana Hukumnya?

Dalam menginterpretasikan hadis ini, Yusuf Qardawi menggambarkan keadaan Geografis Saudi Arabia saat itu pada zaman di mana perjalanan ditempuh dengan unta, keledai atau himar, seringkali melewati sahara dan padang yang tandus, yang sepi, tanpa keramaian rumah maupun orang. Sekalipun seorang perempuan tidak tertimpa bahaya dalam perjalanannya, akan tetapi bahaya itu menimpa dirinya berupa image buruk atas kehormatannya.

Ibn Hazm memastikan bahwa konteks hadits ini adalah peperangan, sehingga perempuan yang bepergian harus didampingi mahram. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hadis ini terjadi pada saat istri-istri sahabat ingin melaksanakan haji sementara suami mereka sedang berperang. Kondisi perang ini berimplikasi pada keamanan seorang perempuan yang bepergian tanpa mahram.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *