Canda Rasulullah; Nenek-Nenek Tua Tak Boleh Masuk Surga

canda nabi pada nenek tua

Pecihitam.org – Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ada seorang nenek sepuh yang mengahadap Rasulullah saw. Nenek itu berkata “Wahai Rasulullah, doakanlah diriku ini agar di akhirat bisa masuk surga.” Lantas Rasulullah menjawab “surga itu tertutup dan tidak boleh dimasuki oleh perempuan tua.” Maka perempuan tua itu pergi dan menangis.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rasulullah berkata kepada sahabatnya “beri tahu perempuan tua itu bahwa surga tidak akan dimasuki perempuan tua karena penghuni surga nantinya akan kembali muda.”

Pernyataan ini diperkuat dalam dalil Al-Qur’an Surat Al Waqi’ah ayat 35-37. “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqi’ah: 35-37).

Sungguh indah tatkala guyonan menjadi perekat persaudaraan. Ada tali kencang yang bisa menjaga mereka dari perpecahan sebab guyonan. Tak terkira rasanya bilamana Islam diisi dengan keseriusan belaka.

Tentu semua umatnya akan cepat merasa bosan dan berpindah melaksanakan kemaksiatan. Menjalankan agama susah susah gampang, perlu adanya variasi dan kreatifitas, salah satunya melalui candaan.

Baca Juga:  Kala Muktamar Nahdlatul Ulama Dilaporkan Kepada Nabi, Beliau pun Merestui NU Kembali ke Khitthah

Dalam tokoh Indonesia sendiri kita mengenal sosok KH. Abdurrahman Wahid yang merupakan sosok humoris namun mempunyai keilmuan mendalam. Bahkan, candaan-candaan yang beliau ucapkan dibukukan dan beberapa masih akrab kita baca atau malah kita gunakan untuk sehari-hari.

Pun dalam lawatan kenegaraan, beliau sering menggunakan candaan-candaan sebagai pencair suasana. Hal tersebut lantas membuat lawan bicaranya santai dan menjadi teman akrabnya.

Pada dakwah-dakwah di kampung, saya berkali-kali menemui beberapa kiyai yang lucu. Kelucuan inilah yang membuat dirinya dikenal dan pokok-pokok ajaran yang disampaikan bisa ditangkap oleh jamaah.

Tentu jika semua ceramah diisi dengan keseriusan, boleh jadi hadirin merasa bosan dan ngantuk. Ceramah yang fungsinya sebagai pencerah kehidupan umat malah berubah menjadi tidur berjamaah.

Maka tidak dilarang apabila kita menyelipi sesuatu obrolan dengan candaan. Asalkan candaan tersebut masih tergolong relevan untuk diucapkan. Obrolan yang disampaikan setidaknya tidak membuat lawan bicara tersinggung atau marah.

Baca Juga:  Kisah Zahid ra. Rela Gagal Nikah dan Mati Syahid Demi Allah dan Rasul-Nya

Untuk mengetahui hal itu, kita dianjurkan memahami bagaimana karakter, suasana, dan arah pembicaraan terlebih dahulu. Jangan sampai kita salah konteks dalam menyampaikan candaan.

Pada prinsipnya, tawa bisa diperoleh jika kedua belah pihak bersepakat hal itu adalah sebuah kelucuan. Jika salah satu saja salah memahami maksud perkataan lawan bicara, bisa jadi menyebabkan pertengkaran diantara keduanya.

Oleh karenanya, kalau memungkinkan ada baiknya kita menguasai ilmu rasa. Merasakan apa yang di rasa lawan bicara. Dengan begitu isi guyonan yang kita sampaikan bisa diselaraskan dengan konsep pembicaraan lawan bicara.

Ketika Rasulullah melemparkan candaan tentang surga kepada nenek tua, sesungguhnya beliau telah menebak dengan benar isi hati lawan bicara. Nabi Muhammad tahu bahwa nenek tua tersebut akan merasa senang jika diberikan kabar bahagia soal kembalinya wajah muda ketika masuk ke dalam surga. Siapa yang tidak senang jika wajahnya terlihat cantik atau tampan?. Pasti kebanyakan orang akan merasa senang.

Baca Juga:  Kisah Gus Dur Saat Merantau di Eropa

Begitu pula orang yang diajak bercanda, lebih baik membuka hati selebar-lebarnya agar bisa menerima guyonan. Ada baiknya kita melatih kesabaran dari kata-kata menyakitkan orang lain. Jika tidak kita latih, maka setiap langkah, kita akan merasa terluka.

Setiap obrolan dari orang lain, walaupun tidak terlalu menyinggung akan menjadi beban dan bekas luka yang mendalam. Pada akhirnya kita tidak akan mempunyai teman untuk diajak bicara. Karena semua orang dianggap sebagai musuh akibat kita tidak bisa menerima pembicaraan mereka.  

Muhammad Nur Faizi