Dampak Menceritakan Mimpi Baik Dan Buruk

Dampak Menceritakan Mimpi Baik Dan Buruk

PeciHitam.org – Mimpi merupakan sesuatu hal wajar yang dialami manusia ketika tidur, mimpi tidak hanya dialami manusia pada umumnya, namun para Nabi pula mengalami mimpi, maka yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana pandangan Islam tentang menceritakan mimpi kepada orang lain karena mimpi yang dialami seseorang adakalanya benar maupun tidak benar.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tentang jenisnya, mimpi ada yang menyenangkan, menakutkan maupun menyedihkan, semisal mimpi bertemu orang yang dikasihi, mimpi bertemu makhluk yang ditakuti dan mimpi tentang hal yang lain.

Pada umumnya mimpi orang biasa dikarenakan campur tangan setan, berbeda dengan mimpi para Nabi dan Rasul yang mana merupakan mimpi petunjuk, pertanda atau wahyu dari Allah SWT.

Di dalam Al-Qur’an dijelaskan:

إِذۡ يُرِيكَهُمُ ٱللَّهُ فِي مَنَامِكَ قَلِيلٗاۖ وَلَوۡ أَرَىٰكَهُمۡ كَثِيرٗا لَّفَشِلۡتُمۡ وَلَتَنَٰزَعۡتُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ سَلَّمَۚ إِنَّهُۥ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ 

Artinya: “Ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit, dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Anfal, 8:43)

Islam sendiri tidak membenarkan untuk menceritakan mimpi kepada orang lain entah mimpi tersebut benar ataupun tidak benar.

Baca Juga:  Gaes, Teruslah Meminta kepada-Nya! Karena Doa Adalah Senjata Orang Mukmin

Berikut merupakan penjelasaan mengenai dua hal tentang mimpi tersebut,

  • Mimpi yang baik atau benar.

Ketika seseorang mengalami mimpi yang benar maka hendaklah memuji Allah SWT dan memohon agar merealisasikan serta jangan menceritakan kepada orang lain kecuali kepada orang yang dikasihi dan mengasihinya.

Karenanya ketika Nabi yusuf bermimpi melihat matahari, bulan serta sebelas bintang yang bersujud kepadanya, Beliau menceritakan kepada ayahnya.

قَالَ يَٰبُنَيَّ لَا تَقۡصُصۡ رُءۡيَاكَ عَلَىٰٓ إِخۡوَتِكَ فَيَكِيدُواْ لَكَ كَيۡدًاۖ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ لِلۡإِنسَٰنِ عَدُوّٞ مُّبِينٞ 

Artinya: “Ayahnya berkata, ‘Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu, Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Yusuf, 12:5)

Dalam sebuah hadits Abu Qatadah ra, mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Mimpi yang benar berasal dari Allah, sedangkan mimpi yang merupakan bunga tidur berasal dari syaitan, jika diantara kamu bermimpi sesuatu yang disukainya, hendaklah ia tidak menceritakannya kecuali kepada orang yang dicintainya, tetapi jika ia bermimpi sesuatu yang di bencinya, maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dari keburukannya dan dari keburukan syetan dan supaya meludah tiga kali serta tidak menceritakannya kepada siapa pun, Sesungguhnya mimpi tersebut tidak akan membahayakan.” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Secara umum alasan menceritakan mimpi yang benar kepada orang yang dicintai dan dikasihi tujuannya supaya berbahagia dengan kebahagiaan tersebut serta mendoakan agar mendapat kebaikan.

Baca Juga:  Mandi Taubat Bisa Membersihkan Kotoran Rohani?

Sedangkan larangan untuk menceritakan mimpi yang benar kepada orang yang tidak dicintai dan dikasihi dimaksudkan agar tidak mengganggu arah mimpi tersebut dengan pentakwilan yang hanya berdasarkan hawa nafsu atau berusaha menghilangkan nikmat Allah SWT.

  • Mimpi yang tidak benar.

Mimpi yang tidak benar atau buruk berasal dari setan dan jika seseorang mengalaminya maka dilarang juga menceritakannya kepada orang lain, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW yang artinya:

“Jika salah seorang kalian melihat mimpi buruk maka hendaklah ia bangkit melaksanakan shalat dan jangan ia ceritakan kepada orang-orang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Usamah dalam riwayatnya menjelaskan yang artinya:

“Aku pernah melihat sebuah mimpi yang membuat aku sakit hingga aku mendengar Qatadah berkata, ‘Aku pernah melihat sebuah mimpi yang membuat aku sakit hingga aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Mimpi baik berasal dari Allah, jika salah seorang kalian melihat apa yang kalian sukai maka janganlah ia ceritakan mimpi tersebut kecuali kepada orang yang menyukainya saja dan jika ia melihat mimpi yang tidak ia sukai maka hendaklah ia meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan mimpi tersebut dan dari kejahatan syaitan, kemudian meludahlah tiga kali dan jangan ia ceritakan kepada siapapun, sebab mimpi itu tidak akan mendatangkan kemudharatan,” (HR Bukhori dan Muslim)

Baca Juga:  Mutiara Nasehat Luqmanul Hakim, Panduan Mendidik Anak Menjadi Muslim Sejati

Diperkuat dengan riwayat Jabir bin Abdullah ra, yang artinya:

“Bahwasanya Rasulullah SAW didatangi seorang Badui dan berkata, ‘Aku bermimpi bahwa kepalaku dipenggal lalu akui mengikuti kepalaku yang menggelinding’, kemudian Nabi SAW mencela Badui tersebut dan bersabda, ‘Jangan engkau ceritakan kisah setan yang mempermainkanmu disaat engkau tidur.” (HR. Muslim)

Maka ketika seseorang mengalami mimpi tidak benar atau buruk tidak dibolehkan baginya menceritakan mimpi tersebut kepada orang lain sebab dikhawatirkan akan ditakwilkan dengan cara tidak benar sehingga menimbulkan kegelisahan serta rasa takut bagi orang yang bermimpi tersebut.

Adapun Rasulullah SAW menganjurkan ketika mengalami mimpi buruk untuk melaksanakan apa yang tercantum dalam sunnah Beliau demi mengusir rasa takut dan menolak tipu daya setan.

Demikianlah penjelasan tentang menceritakan mimpi baik dan buruk yang sebaiknya diketahui serta di saat seseorang berniat atau hendak menceritakan mimpinya, baik kepada orang terkasih maupun orang lain. Sehingga keputusan yang di ambil tidaklah menyimpang dari syariat Islam.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *