Denmark dan Swedia: Benarkah Tanpa Kenal Tuhan Hidup Damai Sejahtera?

Pecihitam.org – Apa alasan masyarakat Denmark dan Swedian meninggalkan agama gereja serta tidak meyakini adanya Tuhan, Hari Akhirat? Saya akan perkenalkan anda dengan Phil Zuckerman, dia berkebangsaan Amerika yang melakukan penelitian pada masyarakat Denmark dan Swedia. Dan hasil penelitiannya ia tuangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul bukunya Society withuot God (Masyarakat Tanpa Tuhan). Bagaimana hasil penelitiannya. Saya kutipkan sebagian kecil dari hasil penelitiannya ya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada tahun 2003, gereja nasional Denmark memutuskan menyelenggarakan retret akhir pekan. Tujuannya adalah mengumpulkan orang-orang dari seluruh negeri untuk membahas keadaan gereja dan negara di Denmark selama satu atau dua hari di akhir pekan tertentu: apa yang orang-orang rasakan mengenai gereja? Apa yang mereka suka? Masalah apa yang mereka miliki? Apa yang bisa diperbaiki? Aspek agama apa yang penting bagi mereka? Hal-hal seperti itu.

Retret akhir pekan ini gratis (transportasi dan makanan disediakan), dan lokasi retret sengaja dipilih di tengah-tengah negeri agar memudahkan semua warga yang diundang. Gereja mengirimkan 6.000 undangan kepada warga yang dipilih secara acak di seluruh negeri. Kenyataan bahwa individu-individu ini dipilih secara acak ini penting secara sosiologis, karena ini berarti sampel representatif masyarakat Denmarklah yang diajak.

Baca Juga:  Kontesasi Wacana Keislaman di Tengah Pandemi Corona

Setelah undangan disebar, hampir tidak ada yang mendaftar. Gereja nasional menjadi begitu khawatir dengan rendahnya kehadiran sehingga mereka kemudian menampilkan iklan di berbagai koran dengan undangan terbuka untuk siapa pun yang ingin hadir. Akhirnya, retret itu diselenggarakan, tetapi dengan hanya 80 orang peserta. Dari 6.000 orang yang diundang plus ribuan orang lainnya yang secara informal diundang melalui iklan acara ini dalan koran pagi mereka,

Dengan 80 orang yang hadir dan 6.000 yang diundang, kami melihat tingkat respon sekitar satu persen. Ini semakin menjelaskan pada agama dan gereka yang teramat rendah di antara masyarakat Denmark kontemporer atau setidaknya keidaksediaan mereka menghabiskan banyak waktu luang memikirkan dan membicarakannya dengan orang lain yang sangat mencolok.

Masyarakat Denmark dulunya beragama Kristen, lalu kemudian ia tidak beragama dan tidak meyakini akan adanya Tuhan Yesus. Bagi masyarakat Denmark kitab Injil adalah dongeng yang tidak atau sulit dibuktikan kebenarannya. Apalagi ingin membicarakan tentang Tuhan, hari akhirat semuanya hanyalah dongeng semata yang dibicarakan dalam Injil.
Lalu apakah mereka masuk gereja?

Baca Juga:  Nahdlatul Ulama dan Masa Depan Sumber Daya Energi Indonesia

Ya. Mereka masuk gereja bukan karena meyakini agama Kristen sebagai kebenaran tetapi hanya karena dianggap sebagai sebuah tradisi. Ketika ditanyakan kepada mereka percayakah anda dengan Tuhan? Pada umumnya mengatakan tidak, sebab untuk meyakini adanya Tuhan butuh pembuktian, sementara membuktikan adanya Tuhan secara empirik tidak bisa dibuktikan.

Masyarakat Denmark dan Swedia pada umumnya tidak begitu tertarik membicarakan Tuhan ataupun hari akhirat. Ketika di tanya tentang hari akhirat mereka berkata: kalaupun ada hari akhirat, biarlah nanti dibahas. Kewajiban kita hari ini adalah menjalani hidup saat ini, hari akhirat itu belakangan kalau memang benar adanya.

Penelitian ini sekaligus mematahkan anggapan bahwa manusia secara fitrawi (naluri) memiliki kecenderungan untuk beragama atau bertuhan. Kalau merujuk kepada konsep ajaran islam bahwa manusia lahir dalam keadaan fitrah (suci) dan orang tuanya-lah yang menyebabkan ia beragama yahudi, nasrani.

Selain itu, agama kristen secara khusus memiliki tantangan untuk menyelesaikan problem masyarakat Denmark dan Swedia yang tidak lagi meyakini agama Kristen. Tingkat populasi masyarakat yang tidak beragama (ateis) berada pada urutan ke tiga setelah Kristen dan Islam. Ini menunjukkan bahwa dari hari ke hari masyarakat banyak yang tidak lagi beragama.

Baca Juga:  Islam di Indonesia, Dari Membela Agama ke Membela Kemanusiaan

Penelitian Phil Zuckerman perlu untuk ditegaskan agar tidak memahaminya secara umum, paling tidak ada dua hal yang perlu dicatat, yaitu:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Phil Zuckerman adalah agama kristen yang konsep ajaranya tentu saja berbeda jauh dari konsep agama lain apalagi agama Islam. Penelitian tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk men-generalisir bahwa semua agama memiliki konsep ketuhanan yang rapuh.

Kedua, penelitian ini hanya difokuskan pada masyarakat Denmark dan Swedia yang beragama Kristen, tentu saja penelitiannya akan berbeda bila yang diteliti adalah masyarakat Indonesia yang umumnya beragama Islam yang memiliki argumentasi yang kuat tentang keyakinan terhadap Tuhan.

Wallahu muwwafiq…

Muhammad Tahir A.