Diingatkan Peristiwa Pemakzulan Gus Dur, PBNU: Hal Itu Tidak Ngonteks dengan Pilpres Lewat MPR

PBNU

Pecihitam.org – Sikap PBNU yang menginginkan agar presiden kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menuai tanggapan dari berbagai pihak.

Banyak yang menyangkutpautkan pemilihan presiden lewat MPR dengan peristiwa pemakzulan yang pernah dialami Mantan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Menanggapi kritikan tersebut, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini menilai peristiwa pemakzulan Gus Dur tidak tepat jika digunakan untuk mengkritik sikap PBNU itu.

Menurut Helmy, pemakzulan kepala negara bisa terjadi di dalam sistem pemerintahan apa pun. Ia  menuturkan Gus Dur yang dipilih dan kemudian dimakzulkan oleh MPR bukan akibat dari model pemilihan presiden.

“Itu karena ada persekongkolan politik atau konstelasi politik. Hal itu bisa dilakukan pada model apa saja, tidak selalu pada model (pemilihan presiden) oleh MPR,” kata Helmy, dikutip dari Tempo, Jumat, 29 November 2019.

Baca Juga:  Cek Fakta: Video Viral Menag Izinkan Masjid Shalat Tarawih

Pemakzulan seperti yang dialami Gus Dur, menurut Helmy, juga bisa terjadi kepada presiden yang dipilih secara langsung.

“Impeachment itu, kan, bukan berarti tertutup ruang di pemilihan langsung itu. Jadi tidak kontekstual kalau dihubungkan ke situ,” tuturnya.

Helmy mengatakan, usulan PBNU agar presiden dipilih lagi oleh MPR berkaca pada suasana saat pemilihan presiden 2019 yang dianggap menimbulkan sejumlah persoalan.

“Bisa kita rasakan di rumah masing-masing betapa pilpres itu telah melahirkan suatu ketegangan baik antar-keluarga, antar-RT, antar-RW. Korban yang ditimbulkan juga tidak sedikit, ada yang meninggal,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Helmy, ada ongkos sosial yang dibayar mahal saat Pilpres 2019 berlangsung.

“Ada upaya-upaya apa yang disebut sebagai menguatnya politik identitas atas nama agama yang diintrodusir di dalam politik. Ini, kan, berbahaya,” ujarnya.

Baca Juga:  DPC PPP Mendukung Ketua PCNU Semarang Maju Pilkada

Helmy mengungkapkan, PBNU memilih untuk bersikap menolak kerusakan ketimbang memetik manfaat atau Dar’ul Mafasid Muqoddamun ala Jalbil Masholih.

“Hal itu merujuk hasil Munas PBNU 2012 yang saat itu juga menyoroti pemilihan kepala daerah,” ujarnya.

Menurutnya, dari segi prosedur model one man one vote mungkin dianggap lebih berdaulat. Namun ia mengusulkan Indonesia mengadopsi sistem pemilihan presiden di Amerika Serikat, yakni model electoral college.