Inilah Perbedaan Feminis Marxis dan Feminis Sosialis yang Jarang Orang Tahu

Inilah Perbedaan Feminis Marxis dan Feminis Sosialis yang Jarang Orang Tahu

Pecihitam.org- Feminis marxis meyakini bahwa kapitalis adalah sumber penindasan bagi perempuan. Opresi terhadap perempuan meningkat seiring dengan perkembangan kapitalisme, industrialisasi dan meningkatnya kepemilikan pribadi (McLaren, 2002: 9).

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kepemilikan pribadi oleh sejumlah orang memunculkan sistem kelas yang kemudian memunculkan kapitalisme dan imperialisme. Perempuan tertindas karena perempuan dianggap sebagai warga kelas bawah dan dalam keluarga, perempuan sebagai anak atau sebagai istri, dianggap sebagai properti laki-laki yang menjadi ayah atau suaminya.

Feminis marxis percaya bahwa institusi tradisional harus diubah secara radikal, terutama struktur ekonomi yang menjadi sumber penindasan. Jika perempuan tidak lagi bergantung secara ekonomi kepada laki-laki, dan tidak dianggap sebagai properti laki-laki, maka ia akan menjadi bebas sebagaimana halnya laki-laki (Tong, 2008: 6).

Karena memusatkan perhatian kepada pekerjaan perempuan dikaitkan dengan sistem kapitalis, Feminis Marxis tidak akan mampu menjelaskan isu-isu yang berhubungan langsung dengan kepentingan reproduksi dan seksual perempuan (Tong, 2008: 154).

Feminis Marxis bisa digunakan untuk menelusuri kemunculan pemikiran politik perempuan NU alternatif, tetapi hanya bersifat parsial karena penekanannya kepada struktur kelas.

Baca Juga:  Hukum Menyambung Rambut bagi Wanita Menurut Islam

Dalam hal ini pemikiran politik perempuan NU alternatif dimaknai sebagai pemikiran yang muncul karena ketertindasan perempuan yang terpinggirkan dalam sistem produksi di ruang publik.

Di sisi lain, feminis Marxis tidak bisa menjelaskan kemunculan perempuan NU yang berpartisipasi dalam proses produksi di ruang publik, mandiri secara ekonomi, tetapi tetap teropresi saat berhadapan dengan laki-laki yang menjadi suami, ayah, ataupun kerabat laki-laki yang menjadi pengambil keputusan dalam keluarga.

Feminis sosialis menggabungkan ide feminis radikal yang fokus kepada patriarkis dan feminis marxis yang memusatkan perhatian kepada berkembangnya sistem ekonomi kapitalis.

Oleh karenanya, menurut mereka, perbaikan kehidupan perempuan hanya akan terjadi jika sistem patriarki dan sistem kapitalis dihancurkan secara bersamaan. Feminis sosialis memfokuskan diri kepada hubungan sosial berbasis materi yang berkontribusi terhadap terbangunnya patriarki.

Feminis sosialis berkonsentrasi pada isu tubuh dan seksualitas, seperti reproduksi dan kekerasan terhadap perempuan, yang menurut mereka disebabkan oleh patriarki yang diperkuat sistem ekonomi kapitalis (McLaren, 2002: 11).

Baca Juga:  Syarat Sah Hukum Persusuan Menurut Para Fuqoha (Bagian 2)

Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam ranah domestik menempatkan perempuan dalam posisi kerja reproduktif. Hal ini berdampak, ketika perempuan memasuki ranah publik, posisi kerja yang didapatkan juga masih sejalan dengan peran gendernya.

Perempuan layak menjadi pendidik, pembantu, dan kerja-kerja lain yang sifatnya melayani dan mendukung profesi yang lebih penting. Kondisi perempuan ditentukan oleh struktur produksi, reproduksi, seksualitas (Mitchell, 1971).

Feminis sosialis memiliki kelemahan karena tidak bisa menjawab berbagai kepentingan perempuan yang berada pada posisi yang berbeda karena keragaman ras, kecenderungan seksual, etnik, umur, kondisi fisik maupun kondisi psikologisnya (Tong, 2008: 188).

Feminis sosialis, meskipun melihat secara lebih komprehensif penyebab opresi terhadap perempuan, yakni sistem kapitalis yang dikuatkan dengan patriarki, juga tidak akan bisa membantu menggambarkan pemikiran perempuan NU kelas bawah.

Baca Juga:  Suara Perempuan Apakah Aurat? Ini Pandangan Para Ulama

Aspek sosio historis seperti kultur, ras, kekerabatan, ditambah dengan kondisi fisik dan psikologis perempuan yang berbeda, yang memunculkan keragaman bentuk opresi terhadap perempuan tidak menjadi pusat perhatian feminis sosialis.

Oleh karenanya peneliti akan menggunakan feminis radikal, aliran feminis yang memberikan peluang-peluang bagi perempuan untuk memilih caranya sendiri agar terbebas dari opresi yang dialaminya untuk membantu mengidentifikasi dan menjelaskan kemunculan pemikiran politik perempuan NU alternatif.

Mochamad Ari Irawan