Filosofi Ketupat, Dakwah Sunan Kalijaga dalam Mengajarkan Agama Islam

filosofi ketupat

Pecihitam.org – Pertama kali ketupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga yang dijadikan simbol perayaan hari raya Idul Fitri. Pada awal abad ke 15, di masa pemerintahan Raden Fattah, Sunan Kalijaga memperkenalkan bentuk ketupat kepada masyarakat.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sejak saat itu, Sunan Kalijaga menjadikan dua lebaran bagi masyarakat Jawa, yaitu lebaran Idul Fitri dan lebaran ketupat. Lebaran Idul Fitri dihiasi dengan memperkuat tali silaturrahmi dengan mengunjungi saudara. Sedangkan lebaran ketupat dihiasi dengan pembuatan ketupat yang kemudian dibagikan pada tetangga sekitar.

Ketupat memang identik dengan hari raya Idul Fitri. Dalam poster hari raya Idul Fitri, tak ketinggalan gambar ketupat disematkan. Pun di pinggir jalan-jalan, banyak disesaki penjual bungkus ketupat yang siap diisi nasi. Meski bentuknya terlihat sederhana, ternyata ketupat memiliki filosofi yang dalam, baik secara bentuk maupun dalam pembuatannya.

Filosofi dalam ketupat ini sengaja disusupkan Sunan Kalijaga untuk mengajarkan pokok-pokok agama Islam secara mendalam dengan cara kreatif dan menarik.

Dalam filosofi Jawa, ketupat merupakan kepanjangan dari ngaku lepat (mengaku salah) atau laku papat (empat tindakan). Ngaku lepat sendiri merupakan satu langkah awal untuk menjalin persahabatan. Tidak ada persaudaraan tanpa adanya pengakuan kesalahan.

Baca Juga:  Asal Usul Kalender Islam dan Usaha Sinkronisasi dengan Kalender Jawa Oleh Sultan Agung

Dengan mengakui kesalahan berarti kita telah menyingkirkan sifat egois. Menyingkirkan segala keraguan untuk tidak berteman. Merendahkan diri demi sebuah kebaikan.

Sedangkan yang dimaksud laku papat adalah empat tindakan yang seharusnya dilakukan di bulan Ramadhan dan diteruskan di bulan-bulan berikutnya. Empat tindakan tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan.

Pertama, lebaran adalah pertanda bahwa waktu puasa telah selesai. Bulan yang diberkahi telah dilalui. Maka, kita disuruh untuk beriap diri, menyiapkan segalanya di bulan-bulan berikutnya dengan nurani yang baru.

Kedua, luberan berarti meluber atau melimpah, yaitu ajakan untuk berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan. Pada umumnya, ajakan berbagi biasanya dilakukan dengan membagikan ketupat yang bisa dijadikan sebagai pengganti makanan pokok.

Dengan begitu, di hari raya Idul Fitri tidak akan ada lagi orang yang kelaparan. Semuanya telah dipenuhi oleh para dermawan yang rela membagikan makanannya kepada yang membutuhkan.

Baca Juga:  Istidraj: Ujian Kenikmatan dari Allah yang Sering tidak Kita Sadari

Ketiga, leburan berarti sudah habis dan lebur. Maksudnya, dosa yang selama ini kita lakukan telah lebur bersamaan datangnya Idul Fitri. Di hari itu, kita dituntut untuk meminta maaf kepada sesama. Menundukkan rasa egoisme yang ada dalam pikiran dan nafsu.

Semua ketinggian hati akan lebur bersama permintaan maaf yang diucapkan. Itulah makna lebaran sebagai peleburan dosa dan suburnya rasa persaudaraan.

Keempat, laburan yang berasal dari kata labur yang biasa digunakan sebagai penjernih air atau pemutih. Dalam setiap lebaran hal yang paling diinginkan adalah bersihnya hati dan pikiran. Bersihnya hati karena terus dilatih selama bulan Ramadhan. Dan bersihnya pikiran karena permintaan maaf yang ikut menyingkirkan pikiran kotor yang ada diantara manusia.

Pada umumnya, rangka ketupat dibuat dari janur, yaitu daun muda dari beberapa jenis palma, dan biasanya dari daun kelapa. Dalam bahasa arab janur berasal dari kata Ja’a nur yang berarti arah datangnya cahaya.

Ketika rangka ketupat jadi, ada celah-celah kecil yang bisa dimasuki oleh cahaya. Maka di hari lebaran diharapkan semua insan mendapatkan hidayah dari puasa yang dijalankan selama bulan Ramadhan.

Baca Juga:  Dua Sifat Iri yang Dibolehkan oleh Rasulullah SAW

Secara fisik, bentuk ketupat mirip dengan bentuk hati. Saat dibelah warna yang didapatkan adalah putih. Hal ini menggambarkan kesucian hati manusia yang tanpa dosa.

Di bulan Ramadhan, umat Islam sudah dilatih dengan puasa. Dan pada lebaran umat Islam dilatih menundukkan nafsu dengan saling memaafkan. Hati akan senantiasa putih karena akan selalu dihiasi dengan cahaya (Ja’a nur).

Muhammad Nur Faizi