Filosofi Shalat Berjamaah dalam Kepemimpinan dan Hidup Bernegara

filosofi shalat berjamaah

Pecihitam.org – Shalat berjamaah apalagi di masjid sangatlah dianjurkan, selain mempunyai banyak keutamaan, ternyata banyak sekali filosofi yang terkandung didalamnya. Karena dari setiap gerakan, anjuran, dan bacaan mengandung makna yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Salah satu yang dapat dijadikan filosofi dari shalat berjamaah yaitu kepemimpinan dan menjaga kerukunan bernegara. Seperti yang kita tahu bahwa dalam shalat jama’ah terdapat imam dan makmum, dalam shalat berjamaah keduanya tidak bisa terpisahkan, apabila salah satunya tidak ada maka tidak bisa disebut dengan shalat jama’ah.

Ini menunjukan bahwa dalam kehidupan bernegara harus ada pemimpin dan juga rakyatnya apabila salah satunya tidak ada maka tidak bisa disebut bernegara. Dan antara pemimpin dan rakyat saling membutuhkan untuk melengkapi dalam posisinya masing-masing.

Sebelum shalat jama’ah terdapat adzan dan iqamah, dimana keduanya berisi kalimat-kalimat yang baik. Begitu juga dalam kehidupan bernegara baik pemimpin kepada rakyatnya ataupun rakyat kepada pemimpinnya harus memanggil dengan kalimat dan cara yang baik.

Andaikan adzan dan iqamah berisi kalimat yang tidak mulia, tentu shalat berjama’ah tidak akan menarik dan menenangkan seperti sekarang. Adzan dan iqamah yang berisi kalimat mulia saja masih banyak yang enggan melakukan shalat jama’ah apa lagi jika berisi kalimat yang tidak mulia tentu itu akan lebih membuat orang enggan untuk shalat berjama’ah

Baca Juga:  Gaya Rambut Nabi Muhammad SAW

Begitulah kiranya dalam bernegara harus tetap menjaga kalimat-kalimat yang baik, karena bagaimana mungkin bernegara akan tenang dan nyaman apabila yang didengar setiap waktunya adalah kalimat caci maki, dan hujatan-hujatan. Dari kalimat kotor itulah yang akan menimbulkan perpecahan dan pertikaian.

Dalam shalat jama’ah yang dipilih menjadi imam adalah ia yang mempunyai pemahaman ilmu agama islam yang luas atau biasanya dipilih karena usianya lebih tua, jika dimasjid-masjid atau mushala biasanya sudah ada imam husus untuk mempin shalat. Dalam bernegara juga sama, yang menjadi pemimpin adalah ia yang dipilih oleh rakyatnya, karena dianggap mempunyai kapasitas untuk memimpin.

Dalam shalat berjama’ah imam adalah sebagai panutan dan contoh, karena setiap apa yang lakukan dan ucapkan akan ditirukan oleh makmumnya, ketika ia mengucapkan Allahu akbar tanda shalat dimulai maka makmumpun lekas mengikutinya.

Baca Juga:  Membela Allah? Membela Islam? Jargon Bau Amis !!

Tidak ada ketika imam belum melakukan takbiratul ikhram makmum melakukannya duluan. Jika ada maka shalat si makmum salah. Maka yang ada di dalam shalat jama’ah menunggu dan mengikuti komando dari imam. Dan imam bukan hanya memberikan komando akan tetapi juga melakukannya.

Begitu juga pada imam, ia harus memperhatikan kondisi makmumnya seperti jangan membaca surat-surat yang panjang dalam kondisi tertentu karena ditakutkan makmumnya ada yang kelelahan, ada yang ingin melakukan ini itu dan sebagainya. Sehingga dalam pelaksanaannya bisa nyaman dan tenang.

Sebanyak apapun makmum ketika shalat berjama’ah tetap yang memimpin satu imam, seperti ketika di masjidil haram ataupun masijd nabawi meskipun makmumnya ribuan namun yang memimpin satu imam.

Hal ini menunjukan bahwa sebesar apapun negara ia akan tetap dipimpin oleh satu pemimpin, jika ada yang ingin menambah pemimpin lagi maka itu bentuk dari pemberontakan. Dan ini tidak di benarkan.

Juga ketika imam salah atau lupa dalam membaca bacaan ataupun dalam rakaat, maka kewajiban makmum adalah mengingatkan. Juga cara mengingatkan bukan dengan cara yang kasar tidak beretika. Cara mengingatkannya dengan meluruskan apa yang salah.

Baca Juga:  Tidak Belajar Adab, Albani Diserang Oleh Muridnya Sendiri

Jika lupa dalam gerakan atau jumlah rakaat maka diluruskan dengan membaca tasbih, itulah seharusnya juga dilakukan dalam kehidupan bernegara. Ketika pemimpin melakukan kesalahan ataupun lupa maka kewajiban rakyat yaitu mengingatkan dengan cara-cara yang baik. Tidak dengan caci maki dan hinaan ataupun hujatan.

Bayangkan saja jika dalam shalat berjama’ah imam melakukan kesalahan dalam membaca bacaan shalat kemudian makmum menegurnya dengan kalimat caci maki yang ada bukan shalat berjama’ah tetapi justru akan terjadi perkelahian.

Itulah sekilas tentang shalat berjamaah sebagai filosofi dalam kepemimpinan dan menjaga kerukunan hidup bernegara. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam. 

Lukman Hakim Hidayat