Hadis Larangan Safar Berarti Tidak Boleh Ziarah Kubur? Salah Kaprah Wahabi

Hadis Larangan Safar Berarti Tidak Boleh Ziarah Kubur? Salah Kaprah Wahabi

PeciHitam.org – Menyingkap kecatatan dalam alam pikir salafi wahabi yang paling besar adalah pandangan mereka yang cenderung keras kepada Muslim yang tidak sepemahaman.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pengakuan orang salafi wahabi berdakwah atas nama kebenaran namun dengan metode menyalahkan bahwa menyesatkan ahlu tauhid.

Maklum kiranya, Muslim di Nusantara yang banyak mengamalkan ziarah Kubur Walisongo diancam dengan berbagai tuduhan yang memekakan telinga, sebagai Penyembah Kubur Wali.

Pun pengaharaman Ziarah Makam Wali berdasarkan Hadits Nabi tentang larangan Safar. Perbuatan tersebut tidak dapat dibiarkan untuk menjadi arus utama gerakan Islam.

Islam di Nusantara khususnya harus diwarani dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘Alamin, mampu mengakomodir pluralitas dalam nilai agama. Bukan mengikutakan manusia kedalam Islam namun menciderai hati mereka. Dan penggunaan dalil larangan safar menunjukan kecacatan pemikiran.

Hadits Safar dan Tuduhan Aneh Wahabi

Tuduhan paling frontal dan terbuka tentang pengaitan larangan bepergian kecuali hanya ke-3 masjid dengan amaliah Ziarah Makam Walisongo datang dari Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas.

Siapa yang tidak kenal pentholan golongan salafi wahabi yang sangat beras menentang berbagai amaliah Muslim di Nusantara.

Catatan redaksi hadits dari Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas yang dipaparkan kurang lengkap jika ditelisik dari jalur riwayat Imam Ahmad;

Baca Juga:  Betulkah Saudi Tidak Akan Lagi Mengekspor Wahabi?

وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْمَدِينَةِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى قَالَ وَوَدَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا فَقَالَ لَهُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَصَلَاةٌ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ أَفْضَلُ يَعْنِي مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامِ 

Bahwa Ustadz Yazid Jawwas hanya menyebutkan redaksi Hadits sampai ‘….وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى’, berhenti sampai Masjidil Aqsa. Demikian riwayat Imam Bukhari, namun dalam riwayat Imam Ahmad memiliki redaksi penerus yang akan menunjukan kontekstualisme Hadits.

Lebih jauh Ustad Yazid Jawwas menuduhkan kepada peziarah Makam Walisongo di Nusantara sebagai penyembah kuburan dan disamakan derajatnya dengan penyembah berhala.

Beliau mendasarkan perilaku amaliah Muslim Nusantara sebagaimana ayat surat Al-Ahqaff ayat 5;

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

Artinya; “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?” (Qs. Al-Ahqaff: 5)

Alur pemikiran Ustadz Yazid Jawwas sudah sangat jelas bahwa ia tidak menyukai amaliah Muslim di Nusantara ketika menziarahi Makam Walisongo untuk berdoa disamping pusaranya. Tuduhannya adalah mengganggu Aqidah dan terjebak kedalam kesyirikan.

Baca Juga:  Kerancuan Penolakan Majaz dan Kemarahan Tokoh Wahabi

Padahal ia cacat pikir bahwa Mayoritas Muslim Nusantara yang berziarah hanya membaca doa, mendoakan dan melantunkan kalimah Thayyibah, bukan menyembah kepada Kubur.

Bisa dipastikan, bahwa menuduh amaliah Ziarah orang Muslim Nusantara dengan tuduhan penyembah kuburuan hanya tuduhan ngawur.

Konteks Hadits Larangan Safar

Bahwa larangan dalam Nabi SAW untuk mengadakan perjalanan bersusah payah Kecuali kepada 3 Masjid, yakni Masjid Haram, Nabawi dan Aqsha. Derajat tertinggi Ibadah adalah di Masjid Haram, karena bernilai 100 ribu pahala. Masjid Nabawi bernilai 1000 pahala dan Masjid Aqsha seperempat dari Masjid Nabawi.

Asbabul wurud hadits tersebut adalah ketika seorang Sahabat ditanya Nabi SAW, hendak kemana ia pergi. Maka Sahabat tersebut menjawab dengan redaksi ‘قَالَ أُرِيدُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ’ Saya Hendak Pergi ke Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsha) (untuk Shalat).

Timpalan Nabi SAW ketika mengetahui bahwa tujuan Sahabat tersebbut ke Baitul Maqdis adalah untuk shalat adalah;

فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَصَلَاةٌ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ أَفْضَلُ يَعْنِي مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامِ 

Artinya; “Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh, shalat di masjid ini lebih utama seribu kali shalat dari shalat di tempat lain kecuali Masjidil Haram.” (HR. Ahmad) 

Konteks hadits tersebut adalah larangan untuk bepergian jauh-jauh sampai ke Masjid Aqsha hanya untuk shalat yang bisa dikerjakan di Masjid Nabawi bahkan lebih utama.

Baca Juga:  Syaikh Abdul Fattah, Ulama Yaman Yang Taubat Dari Salafi Wahabi

Maka jika hanya untuk shalat tidak perlu/ terlarang ke Masjid tertentu karena memang derajatnya sama.

Inilah maksud dari larangan safar kecuali ke 3 masjid, bahwa larangan tersebut untuk menunjukan keutamaan 3 Masjid Utama Nabi. Maka salafi wahabi sangat cacat untuk mejadikannya dalil keharaman Ziarah Makam Walisongo. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq