Hadits Shahih Al-Bukhari No. 135 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 135 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memberi judul dengan “berlaku ringan dalam berwudhu” hadis ini membahas tentang kisah Ibnu Abbas sewaktu bermalam dirumah bibinya yaitu Maimunah dan ikut Rasulullah saw untuk salat malam. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 22-25.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو قَالَ أَخْبَرَنِي كُرَيْبٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَامَ حَتَّى نَفَخَ ثُمَّ صَلَّى وَرُبَّمَا قَالَ اضْطَجَعَ حَتَّى نَفَخَ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى ثُمَّ حَدَّثَنَا بِهِ سُفْيَانُ مَرَّةً بَعْدَ مَرَّةٍ عَنْ عَمْرٍو عَنْ كُرَيْبٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ لَيْلَةً فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا كَانَ فِي بَعْضِ اللَّيْلِ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَوَضَّأَ مِنْ شَنٍّ مُعَلَّقٍ وُضُوءًا خَفِيفًا يُخَفِّفُهُ عَمْرٌو وَيُقَلِّلُهُ وَقَامَ يُصَلِّي فَتَوَضَّأْتُ نَحْوًا مِمَّا تَوَضَّأَ ثُمَّ جِئْتُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ عَنْ شِمَالِهِ فَحَوَّلَنِي فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ صَلَّى مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ اضْطَجَعَ فَنَامَ حَتَّى نَفَخَ ثُمَّ أَتَاهُ الْمُنَادِي فَآذَنَهُ بِالصَّلَاةِ فَقَامَ مَعَهُ إِلَى الصَّلَاةِ فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ قُلْنَا لِعَمْرٍو إِنَّ نَاسًا يَقُولُونَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَنَامُ عَيْنُهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ قَالَ عَمْرٌو سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ يَقُولُ رُؤْيَا الْأَنْبِيَاءِ وَحْيٌ ثُمَّ قَرَأَ { إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ }

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Ali bin ‘Abdullah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [‘Amru] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Kuraib] dari [Ibnu ‘Abbas], bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidur sampai mendengkur kemudian bangun dan mengerjakan shalat. Atau ia mengatakan, “Nabi berbaring hingga mendengkur, kemudian beliau berdiri shalat. Kemudian [Sufyan] secara berturut-turut meriwayatkan hadits tersebut kepada kami, dari [‘Amru] dari [Kuraib] dari [Ibnu ‘Abbas] ia berkata, “Pada suatu malam aku pernah menginap di rumah bibiku, Maimunah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu melaksanakan shalat malam. Hingga pada suatu malam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bangun dan berwudlu dari bejana kecil dengan wudlu yang ringan, setelah itu berdiri dan shalat. Aku lalu ikut berwudlu’ dari bejana yang beliau gunakan untuk wudlu’, kemudian aku menghampiri beliau dan ikut shalat di sisi kirinya -Sufyan juga menyebutkan sebelah kiri-, beliau lalu menggeser aku ke sisi kanannya. Setelah itu beliau shalat sesuai yang dikehendakinya, kemudian beliau berbaring dan tidur hingga mendengkur. Kemudian seorang tukang adzan datang memberitahukan beliau bahwa waktu shalat telah tiba, beliau lalu pergi bersamanya dan shalat tanpa berwudlu lagi.” Kami lalu katakan kepada Amru, “Orang-orang mengatakan bahwa mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidur, namun tidak dengan hatinya.” Amru lalu berkata, “Aku pernah mendengar Ubaid bin Umair berkata, “Mimpinya para Nabi adalah wahyu.” Kemudian ia membaca: ‘(Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku akan menyembelihmu..) ‘ (Qs. Ash Shaaffat: 102).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 45 – Kitab Iman

Keterangan Hadis: (Berlaku ringan dalam berwudhu) maksudnya boleh berlaku ringan dalam wudhu.

وَرُبَّمَا قَالَ اِضْطَجَعَ (Dan barangkali ia mengatakan, “Beliau SAW berbaring … ) Maksudnya bahwa Sufyan terkadang mengatakan, “Beliau SAW tidur” dan kadang ia mengatakan, “Beliau SAW berbaring.” Kedua lafazh ini bukan kata sinonim. Bahkan, antara keduanya mempunyai pengertian umum dan khusus dilihat dari satu segi.

Beliau (Sufyan) tidak memaksudkan dalam hal ini untuk menggunakan salah satu dari lafazh tersebut untuk menggantikan fungsi atau makna lafazh yang lainnya. Bahkan, apabila beliau meriwayatkan hadits ini dengan panjang lebar maka dikatakannya, “Beliau SAW berbaring lalu tidur” seperti yang akan disebutkan. Sedangkan jika beliau menceritakan hadits ini secara ringkas maka ia mengatakan, “Beliau SAW tidur” maksudnya dalam keadaan berbaring, atau “Beliau SAW berbaring” maksudnya dalam keadaan tidur.

لَيْلَة فَقَامَ (Pada suatu ma/am, maka Nabi SAW bangun … ) demikian Jafazh yang dinukil sebagian besar perawi. Tetapi dalam riwayat Ibnu As­ Sakan dikatakan, فَنَامَ (maka Nabi SAW tidur). Riwayat ini dibenarkan oleh Al Qadhi Iyadh sesuai teks selanjutnya, فَلَمَّا كَانَ فِي بَعْض اللَّيْل قَامَ (Maka ketika pada sebagian malam Nabi SAW bangun).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 31 – Kitab Iman

Akan tetapi tidak boleh untuk menetapkan bahwa lafazh yang dinukil oleh sebagian besar perawi tersebut salah, sebab masih dapat dipadukan. Karena, kata فَلَمَّا (maka ketika) adalah penjelasan dari yang sebelumnya. Sehingga kalimat kedua ini meskipun kandungannya sama dengan kalimat pertama, namun keduanya berbeda maknanya.

يُخَفِّفهُ عَمْرو وَيُقَلِّلهُ (Amru menggambarkan betapa ringan dan sedikitnya wudhu tersebut). Ibnu Munir berkata, “Meringankan, maksudnya tidak banyak menggosok; dan maksud menyedikitkan adalah tidak membasuh lebih dari satu kali.” Ibnu Munir menambahkan, “Dalam hadits ini terdapat dalil akan kewajiban menggosok anggota wudhu. Sebab jika hal itu boleh ditinggalkan, maka dalam kondisi demikian tentu akan ditinggalkannya. Namun, teryata beliau tetap melakukannya.” Akan tetapi ini adalah peryataan yang tidak dapat diterima, sebab tidak ada dalam riwayat itu yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah menggosok anggota wudhu, karena cukup mengalirkan air di atas anggota wudhu adalah lebih ringan daripada menggosok meskipun sedikit.

نَحْوًا مِمَّا تَوَضَّأَ (sebagaimana beliau wudhu). Al Karmani berkata, “Ibnu Abbas tidak mengatakan berwudhu sama seperti wudhu beliau, karena kesamaan tersebut tidak akan dapat dicapai oleh orang lain.”

Hanya saja telah disebutkan dalam hadits ini sebagaimana akan diterangkan kemudian, bahwa Ibnu Abbas berkata, “Akupun berdiri dan melakukan seperti apa yang beliau lakukan.” Penggunaan kata mitsl (seperti) tidaklah berkonsekuensi pada musawat (persamaan) dari segala segi.

فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأ (shalat tanpa berwudhu lagi) merupakan dalil bahwa tidur tidak termasuk hadats (perkara yang membatalkan wudhu). Ia hanyalah suatu keadaan dimana sering menyebabkan hadats. Sebab mata beliau SAW tertidur namun hatinya terjaga. Jika terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu pada diri beliau, maka beliau akan mengetahuinya. Oleh karena itu, apabila beliau SAW bangun tidur kadang beliau berwudhu dan kadang tidak mengulanginya lagi. Al Khaththabi berkata, “Hati beliau tidak tidur untuk memahami wahyu yang datang kepadanya pada saat beliau tidur.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 486 – Kitab Shalat

قُلْنَا (Kami bertanya). Yang bertanya adalah sufyan, dan hadits tentang ini adalah shahih sebagaimana akan disebutkan dari jalur periwayatan yang lain. Adapun Ubaid bin Umair adalah salah seorang pemuka di kalangan tabi’in.

رُؤْيَا الْأَنْبِيَاء وَحْي (Mimpi para nabi adalah wahyu). Telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan silsilah periwayatan yang bersambung kepada Nabi SAW, demikian pula hadits ini akan disebutkan kembali oleh Imam Bukhari pada kitab Tauhid dari riwayat Syuraik dari Anas.

Adapun konteks ayat yang dibacakan dengan perkataannya bahwa mimpi para nabi termasuk wahyu adalah, apabila mimpi tidak termasuk wahyu maka tidak boleh bagi nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya demi melaksanakan mimpinya.

Sementara Ad-Dawudi (salah seorang pensyarah hadits Bukhari) merasa heran dan berkata, “Perkataan Ubaid bin Umair tidak ada korelasinya dengan persoalan yang dibahas dalam bab ini.” Hal itu karena Ad-Dawudi telah membuat komitmen tersendiri terhadap Imam Bukhari untuk tidak menukil suatu hadits kecuali yang ada hubungannya dengan pembahasan yang ada. Namun tidak ada seorang pun selain beliau yang membuat persyaratan seperti ini. Adapun jika yang beliau (Ad-Dawudi) maksudkan dengan perkataannya, bahwa perkataan Ubaid ini tidak ada sangkut pautnya dengan hadits yang dinukil dalam bab ini, maka hal itu tidak dapat diterima.

Pembahasan selanjutnya tentang hadits ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bagian Witir dalam kitab Shalat, insya Allah.

M Resky S