Hadits Shahih Al-Bukhari No. 219 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 219 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Kencing di samping Seorang Sahabat dan Berlindung di Balik Tembok” hadis ini menjelaskan Abu Musa Al-Asya’ri sangat berlebihan dalam permasalahan kencing, beliau berkata jika Bani Israil terkena percikan kencing pada pakaian mereka, mereka akan mengguntingnya. Hal ini dibantah oleh Hudzaifah yang mengatakan pernah melihat Rasulullah saw kencing sambil berdiri. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 300-302.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ كَانَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ يُشَدِّدُ فِي الْبَوْلِ وَيَقُولُ إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَ إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ أَحَدِهِمْ قَرَضَهُ فَقَالَ حُذَيْفَةُ لَيْتَهُ أَمْسَكَ أَتَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin ‘Ar’arah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Manshur] dari [Abu Wa’il] ia berkata, “Abu Musa Al Asy’ari sangat berlebihan dalam urusan kencing, ia berkata, “Jika Bani Israil kencing lalu mengenai pakaiannya, maka mereka memotong pakaiannya.” Maka [Hudzaifah] pun berkata, “Aku tidak setuju! Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah kencing sambil berdiri di tempat pembuangan sampah.”

Keterangan Hadis: Perlu dipahami bahwa makna “menggunting” di sini adalah mencuci dengan air.

لَيْتَهُ أَمْسَكَ (Semoga ia berhenti). Dalam riwayat Al Isma’ili disebutkan, لَوَدِدْت أَنَّ صَاحِبَكُمْ لَا يُشَدِّدُ هَذَا التَّشْدِيد (Aku sangat berharap jika sahabat kamu itu tidak bersikap berlebihan seperti itu).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 581 – Kitab Adzan

Hanya saja Hudzaifah berhujjah dengan hadits di atas, karena seorang yang kencing sambil berdiri bisa saja terkena percikan air kencingnya. Padahal Nabi SAW tidak memperhitungkan kemungkinan tersebut, maka dapat diketahui sesungguhnya sikap ekstrim (berlebihan) dalam perkara ini telah menyalahi Sunnah.

Kemudian Imam Malik menjadikan hadits ini sebagai dalil adanya keringanan apabila air kencing tersebut mengenai badan dalam kadar sebesar ujung jarum. Namun pandangan Imam Malik perlu dianalisa kembali, sebab tidak sedikitpun air kencing itu mengenai badan Rasulullah SAW.

Hal inilah yang diisyaratkan oleh Ibnu Hibban ketika menyebutkan sebab beliau SAW kencing sambil berdiri. lbnu Hibban berkata, “Beliau SAW tidak menemukan tempat yang layak untuk kencing sambil duduk, maka beliau kencing sambil berdiri karena gundukan pembuangan sampah tersebut lebih tinggi. Dengan demikian, beliau SAW telah mengamankan diri dari percikan air kencing.” Lalu dikatakan bahwa air kencing mudah meresap di tempat pembuangan sampah yang gembur, sehingga percikannya tidak mengenai orang yang sedang kencing.

Sebagian yang lain mengatakan bahwa Nabi SAW sengaja kencing sambil berdiri, karena kondisi seperti ini lebih menjamin untuk tidak kentut. Hal itu beliau lakukan sebab lokasinya yang cukup dekat dari rumah penduduk. Pandangan ini diperkuat oleh riwayat Abdurrazzaq dari Umar RA, الْبَوْل قَائِمًا أَحْصَنُ لِلدُّبُرِ (Kencing sambil berdiri lebih menjaga dubur).

Dikatakan pula bahwa sebab hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, yaitu kebiasaan bangsa Arab untuk menyembuhkan sakit pinggang dengan cara kencing berdiri, dan kemungkinan Nabi SAW merasakan hal itu.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 160 – Kitab Wudhu

Lalu diriwayatkan pula oleh Al Hakim dan Al Baihaqi dari hadits Abu Hurairah, إِنَّمَا بَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا لِجُرْحٍ كَانَ فِي مَأْبِضِهِ (Rasulullah kencing sambil berdiri disebabkan Iuka di bagian belakang persendian lututnya). Seakan-akan beliau SAW tidak mampu duduk karena luka tersebut. Andaikata hadits ini shahih, maka sudah cukup dan tidak butuh pandangan-pandangan terdahulu. Akan tetapi hadits yang dimaksud telah dianggap lemah oleh Ad-Daruquthni dan Al Baihaqi.

Makna yang paling kuat adalah beliau SAW melakukan hal itu dengan tujuan menjelaskan kebolehannya, sementara perbuatan yang paling sering dilakukannya adalah kencing sambil duduk, wallahu a ‘lam.

Kemudian Abu Awanah dalam kitab Shahih-nya dan lbnu Syahin mengemukakan pandangan lain yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Keduanya mengatakan, bahwa hadits yang menyatakan Nabi SAW kencing sambil berdiri telah dihapus hukumnya (mansukh). Lalu keduanya memperkuat pendapat mereka dengan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah di atas, yaitu مَا بَالَ قَائِمًا مُنْذُ أُنْزِلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ (Nabi SAW tidak pernah kencing sambil berdiri sejak diturunkan Al Qur ‘an kepadanya), dan hadits Aisyah yang lain dengan lafazh مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّهُ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ ، مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا قَاعِدًا (Barangsiapa yang menceritakan kepada kamu bahwa beliau SAW kencing sambil berdiri, maka janganlah kamu mempercayainya. Tidaklah beliau SAW kencing melainkan dalam keadaan duduk).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 286-287 – Kitab Haid

Akan tetapi yang benar, bahwa hadits tentang Nabi SAW kencing sambil berdiri hukumnya tidak dihapus (mansukh). Adapun jawaban hadits Aisyah RA, bahwa hal itu berdasarkan pengetahuannya saja. Sehingga dapat dipahami apa yang dikatakan oleh Aisyah adalah perbuatan Nabi SAW saat berada di rumah, sementara di luar rumah Aisyah tidak mengetahui bagaimana earn Nabi SAW buang air kecil. Adapun perbuatan Nabi SAW kencing sambil berdiri telah dihafal oleh Hudzaifah, salah seorang sahabat senior.

Di atas telah kami jelaskan bahwa peristiwa ini berlangsung di Madinah, sehingga mencakup bantahan bagi mereka yang mengatakan bahwa perbuatan seperti itu terjadi sebelum turunnya Al Qur’an kepada Nabi SAW.

Di samping itu telah dinukil melalui sumber yang dapat dipercaya sesungguhnya Umar, Ali, Zaid bin Tsabit dan yang lainnya pemah kencing sambil berdiri. Perbuatan mereka ini menunjukkan kebolehan hal itu tanpa ada unsur makruh (tidak disukai) selama dijamin tidak terkena percikan air kencing, wallahu a ‘lam.

Tidak juga ditemukan keterangan yang kuat bahwa Nabi SAW melarang kencing sambil berdiri, seperti telah saya jelaskan di bagian awal Syarah At-Tirmidzi.

M Resky S