Hadits Shahih Al-Bukhari No. 28 – Kitab Iman

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 28 – Kitab Iman ini, menjelaskan bahwa durhakanya seorang istri kepada suaminya adalah perbuatan kufur, bahwa maksiat dapat dikatakan sebagai kekufuran sebagaimana taat dapat disebut iman. Akan tetapi, maksud kufur di sini adalah bukan kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari agama. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 1 Kitab Iman. Halaman 148-150.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Maslamah] dari [Malik] dari [Zaid bin Aslam] dari [‘Atho’ bin Yasar] dari [Ibnu ‘Abbas] berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah wanita. Karena mereka sering mengingkari”. Ditanyakan: “Apakah mereka mengingkari Allah?” Beliau bersabda: “Mereka mengingkari pemberian suami, mengingkari kebaikan. Seandainya kamu berbuat baik terhadap seseorang dari mereka sepanjang masa, lalu dia melihat satu saja kejelekan darimu maka dia akan berkata: ‘aku belum pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu”.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 567 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Keterangan Hadis: Qadhi Abu Bakar bin Al Arabi dalam syarah-nya. berkata, “Maksud Imam Bukhari dalam bab ini adalah untuk menerangkan, bahwa maksiat dapat dikatakan sebagai kekufuran sebagaimana taat dapat disebut iman. Akan tetapi, maksud kufur di sini adalah bukan kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari agama.” Kemudian dia berkata,

“Durhaka kepada suami termasuk perbuatan dosa sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, ‘Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.”

Dalam hadits ini, Rasulullah mensejajarkan hak suami dengan hak Allah, maka jika seorang istri durhaka kepada suaminya -padahal sang suami telah melakukan kewajibannya- maka perbuatan tersebut merupakan bukti penghinaan terhadap hak Allah. Untuk itu perbuatan tersebut dapat dikatagorikan sebagai kekufuran, hanya saja kekufuran tersebut tidak sampai mengeluarkannya dari agama.

Kita dapat melihat dua hal penting dalam hadits ini, Pertama bahwa Imam Bukhari membolehkan memotong hadits jika tidak akan merusak maknanya, baik dengan kalimat sebelumnya maupun sesudahnya. Hal semacam ini dapat menimbulkan kesan bagi orang yang tidak hafal hadits tersebut, bahwa pemotongan hadits semacam ini tidak sempurna, terutama jika pemotongannya berada di tengah-tengah hadits seperti dalam sabda Nabi, أُرِيتُ النَّارَ Sedangkan permulaannya yang lengkap seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas adalah, “Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah..,.(di sini disebutkan pula kisah tentang shalat khusuf (gerhana matahari) dan khutbah Rasulullah termasuk dalam bagian ini).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 351 – Kitab Shalat

Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang mengira bahwa kedua hadits itu tidak sama karena memiliki permulaan yang berbeda. Sehingga diantara mereka ada yang mengatakan bahwa jumlah hadits dalam kitab shahih Bukhari adalah empat ribu hadits tanpa pengulangan, seperti Ibnu Shalah, Syaikh Muhyiddin dan lain sebagainya. Pendapat ini tidak benar, karena setelah diteliti jumlahnya adalah 1513 hadits, seperti yang telah saya jelaskan dalam pembukaan kitab ini.

Kedua, bahwa Imam Bukhari tidak mengulang sebuah hadits kecuali jika ada manfaatnya baik dalam matan atau sanad. Jika terdapat dalam matan, maka beliau tidak mengulangnya dalam bentuk yang sama, akan tetapi beliau akan membedakannya. Jika jalur sanad-nya banyak, maka beliau akan menyebutkan satu jalur sanad dalam setiap bab. Sedangkan jika jalur sanad-nya sedikit, maka beliau akan meringkas sanad atau matan hadits tersebut.

Hal semacam ini dapat kita lihat dalam hadits ini, dimana beliau meriwayatkannya dari Abdullah bin Maslamah (maksudnya Al Qa’nabi) secara ringkas dan terbatas pada judul bab saja, sebagaimana telah dijelaskan bahwa maksiat dapat dikatakan sebagai kekufuran. Kemudian matan ini juga disebutkan oleh beliau dalam bab مَنْ صَلَّى وَقُدَّامه نَار dengan sanad tersebut. Tetapi karena tidak merubah sanad-nya, maka beliau meringkas matan-nya. sesuai dengan judul bab.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 370-372 – Kitab Shalat

Beliau juga memaparkannya kembali secara lengkap dalam bab “Shalat Khusuf” dengan sanad yang sama, dan dalam bab “Penciptaan Makhluk” ketika menjelaskan tentang matahari dan bulan. Beliau jelaskan panjang lebar. Oleh karena itu, dalam kitabnya tersebut jarang kita temukan ada sebuah hadits yang disebutkan pada dua tempat dalam bentuk yang sama. Mengenai pelajaran dan nasehat yang terkandung dalam hadits ini, akan dijelaskan dalam pembahasan hadits ini secara lengkap.

M Resky S