Hadits Shahih Al-Bukhari No. 289 – Kitab Haid

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 289 – Kitab Haid ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Orang yang Menamakan Nifas dengan Haid” hadis ini menjelaskan tentang Ummu Salamah yang sedang berbaring bersama Rasulullah saw dalam selimut dan tiba-tiba beliau haid. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Haid. Halaman 499-502.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ حَدَّثَتْهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ حَدَّثَتْهَا قَالَتْ بَيْنَا أَنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعَةٌ فِي خَمِيصَةٍ إِذْ حِضْتُ فَانْسَلَلْتُ فَأَخَذْتُ ثِيَابَ حِيضَتِي قَالَ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ فَدَعَانِي فَاضْطَجَعْتُ مَعَهُ فِي الْخَمِيلَةِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Al Makki bin Ibrahim] berkata, telah menceritakan kepadaku [Hisyam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah] bahwa [Zainab binti Ummu Salamah] menceritakan kepadanya, bahwa [Ummu Salamah] berkata, “Aku dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berbaring dalam selimut, kemudian aku mengeluarkan darah haid hingga aku pun berlalu dengan diam-diam seraya membawa kain yang terkena darah haidku. Beliau bertanya: “Apakah kamu sedang haid?” Aku jawab, “Ya.” Beliau lalu memanggilku, maka aku pun berbaring bersama beliau dalam kain tebal.”

Keterangan Hadis: Sebagian orang mengatakan bahwa judul bab ini terbalik, seharusnya adalah orang yang menamakan haid dengan nifas. Namun ada juga yang mengatakan, bahwa dalam susunan kalimat ini ada taqdim dan ta’khir (mendahulukan kata yang seharusnya diakhirkan, dan sebaliknya – pcnerj. ), sehingga kalimat yang seharusnya adalah “Orang yang menamakan haid dengan nifas”. Ada pula kemungkinan yang dimaksud dengan perkataan beliau “Orang yang menamakan“, adalah orang yang mengartikan kata nifas dengan kata haid. Dengan demikian, kita dapatkan kesesuaian antara judul bab dengan hadits tanpa harus mengada-ada dalam memadukan antara keduanya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 385-386 – Kitab Shalat

Al Muhallab dan lainnya berkata, “Karena Imam Bukhari tidak menemukan nash yang memenuhi persyaratan beliau dalam masalah nifas, lalu didapatinya haid yang diungkapkan dengan lafazh nifas dalam hadits di atas, maka Imam Bukhari memahami bahwa hukum darah nifas adalah sama dengan hukum darah haid.” Namun pemyataan ini telah dibantah, karena judul bab di atas berhubungan dengan masalah pe­namaan dan tidak berkaitan dengan hukum. Kemudian Al Khaththabi mengkritik pandangan yang menyamakan antara kedua lafazh tersebut dari segi asal kata keduanya, sebagaimana yang akan dijelaskan.

Ibnu Rusyd dan selainnya berkata, “Maksud Imam Bukhari adalah untuk menetapkan bahwasanya lafazh nifas merupakan kata asal bagi darah yang keluar. Maka, mengungkapkan darah yang keluar tersebut dengan menggunakan kata nifas adalah ungkapan dengan menggunakan lafazh yang lebih umum. Sedangkan kata haid yang digunakan untuk mengungkapkan darah yang keluar, adalah ungkapan dengan lafazh yang khusus. Maka Nabi SAW menggunakan ungkapan pertama, sedangkan Ummu Salamah menggunakan ungkapan kedua. Dengan demikian, judulbab ini sesuai dengan ungkapan yang digunakan oleh Ummu Salamah, wallahu a ‘lam.

فِي خَمِيصَة (Mengenakan khamisah). Khamisah adalah kain hitam yang bercorak tertentu dan terbuat dari wol atau selainnya. Namun saya tidak mendapati dari sekian banyak jalur periwayatan hadits di atas yang menggunakan kata khamishah kecuali riwayat ini. Sedangkan murid­murid Y ahya serta murid-murid Hisyam semuanya meriwayatkan dengan lafazh خَمِيلَة sebagaimana yang disebutkan pada bagian akhir hadits di atas. Lalu dikatakan bahwa khamilah adalah bordiran, namun ada pula yang mengatakan khamilah adalah sejenis permadani.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 20-21 - Kitab Iman

Al Khalil berkata, “Khamilah adalah pakaian yang dibordir.” Atas dasar ini maka tidak ada kontradiksi antara kedua lafazh tersebut, sebab bisa saja yang dimaksud adalah kain hitam yang dibordir.

فَانْسَلَلْت(Akupun beranjak perlahan), yakni aku pergi denganperlahan-lahan. Lalu ditambahkan oleh Imam Bukhari pada riwayat Syaiban dari Yahya -seperti yang akan disebutkan- dengan lafazh, “Aku pun keluar darinya.” Yakni dari khamisah, seperti dikatakan oleh Imam An-Nawawi.

Seakan-akan Ummu Salamah merasa khawatir jika kain tersebut terkena darahnya, atau ia takut jika Nabi SAW mengajaknya bermesraan. Oleh sebab itu, iapun pergi untuk menyiapkan diri. Atau ia merasa kurang pantas berada di dekat Nabi SAW dalam keadaan seperti itu, oleh karena itu Nabi SAW mengizinkannya untuk kembali tidur bersama.

ثِيَاب حَيْضَتِي(Pakaian haidku). Maksudnya aku mengambil pakaian yang biasa aku pakai waktu haid, atau pakaian yang telah aku siapkan untuk dipakai saat haid.

أَنُفِسْت(Apakah engkau nifas). Al Khaththabi berkata, “Asal kata ‘nifas’ adalah ‘nafs’ yang berarti darah, hanya saja mereka membedakan pembentukan kata kerja haid dan nifas dari lafazh tersebut. Apabila yang dimaksud adalah haid, maka mereka menyebutnya najisa. Sedangkan jika yang dimaksud adalah darah setelah melahirkan maka mereka menyebutnya nufisa. ” Ini merupakan pendapat sebagian besar ahli bahasa Arab. Hanya saja telah dinukil oleh Abu Hatim dari Al Ashmu’i bahwa ia berkata, “Lafazh nufisa adalah kata kerja yang bermakna darah yang keluar dari wanita baik saat haid maupun setelah melahirkan.” Sementara pada riwayat-riwayat yang sampai kepada kami, ada yang menggunakan lafazh nufisa dan ada pula yang menggunakan lafazh nafisa.

Hadits di atas merupakan dalil bolehnya seorang suami tidur bersama wanita haid dengan pakaiannya, atau berbaring dalam satu selimut bersama isterinya yang sedang haid. Di samping itu, hadits di atas merupakan keterangan disukainya bagi wanita menyiapkan pakaian khusus untuk dipakai saat haid selain pakaian yang ia pakai sehari-hari. Mengenai persoalan ini telah disebutkan oleh Imam Bukhari dalam bab khusus. Adapun mengenai pembicaraan tentang bercumbu dengan isteri yang sedang haid akan dibicarakan pada bab berikut.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 179 – Kitab Wudhu
M Resky S