Hadits Shahih Al-Bukhari No. 326 – Kitab Tayammum

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 326 – Kitab Tayammum ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Apakah Orang yang Bertayamum Meniup (Debu) Pada Kedua Tangannya?” hadis berikut ini menceritakan tentang pertanyaan seoorang lelaki kepada Umar bin Khattab bahwa dia junub dan tidak menemukan air, maka Ammar bin Yassir mengingatkan Umar kisah yang pernah mereka berdua alami dulu. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Tayammum. Halaman 610-613.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Adam] ia berkata; telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Hakam] dari [Dzar] dari [Sa’id bin ‘Abdurrahman bin Abza] dari [Bapaknya] berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Umar Ibnul Khaththab dan berkata, “Aku mengalami junub tapi tidak mendapatkan air?” Maka berkata lah [‘Ammar bin Yasir] kepada ‘Umar bin Al Khaththab, “Tidak ingatkah ketika kita dalam suatu perjalanan? Saat itu engkau tidak mengerjakan shalat sedangkan aku bergulingan di atas tanah lalu shalat? Kemudian hal itu aku sampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebenarnya cukup kamu melakukan begini.” Beliau lalu memukulkan telapak tangannya ke tanah dan meniupnya, lalu mengusapkannya ke muka dan kedua telapak tangannya.”

Keterangan Hadis: Maksud Imam Bukhari memberi judul bab ini dalam bentuk pertanyaan, adalah untuk memberi isyarat bahwa dalam masalah ini terdapat sejumlah kemungkinan. Ada kemungkinan bahwa Nabi meniup sesuatu yang melekat di tangannya karena khawatir akan mengenai wajahnya, atau ia ingin menipiskan debu yang ada di tangannya agar tidak membekas di wajahnya, dan kemungkinan juga beliau melakukan hal itu untuk menjelaskan apa yang telah ditetapkan syariat.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 220 – Kitab Wudhu

Ketcrangan ini dijadikan pegangan olch mereka yang mcmboleh­kan tayamum dcngan selain debu. Mereka beralasan bahwa dengan meniup tangan menunjukkan bahwa yang menjadi syarat tayamum adalah sekedar memukulkan tangan ke tanah tanpa ada syarat lain. Oleh karena lafazh ini mengandung berbagai kemungkinan seperti telah kami sebutkan, maka boleh disebutkan dalam bentuk pertanyaan agar para peneliti mengetahui bahwa masalah ini perlu pendalaman lebih jauh.

فَلَمْ أُصِبْ الْمَاء ، فَقَالَ عَمَّار (Dan tidak menemukan air maka ammar berkata) Riwayat ini merupakan jawaban umar, dan telah disebutkan secara ringkas. Hal ini bukan tindakan Imam Bukhari, karena riwayat ini juga dinukil oleh Al Baihaqi dari Adam tanpa menyebutkan jawaban Umar.

Lalu Imam Bukhari telah menyebutkan pula hadits di atas dalam bab berikutnya dari enam perawi dari Syu’bah dengan sanad yang telah disebutkan, namun tidak satu pun di antara mereka yang beliau nukil dengan sempuma. Adapun jawaban Umar disebutkan oleh Imam Muslim melalui Yahya bin Said dan An-Nasa’i melalui Hajjaj bin Muhammad, keduanya dari Syu’bah dengan lafazh فَقَالَ لَا تُصَلِّ (Maka Umar berkata,”Jangan engkau shalat.’). Lalu ditambahkan oleh As-Sarraj, حَتَّى تَجِد الْمَاء (Hingga kamu mendapatkan air). Demikian pula yang dinukil oleh An­Nasa’i. Inilah madzhab yang masyhur dari Umar serta disetujui oleh Abdullah bin Mas’ud.

Dalam hal ini telah terjadi diskusi antara Ibnu Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari sebagaimana akan dibahas pada bab “Tayamum dengan sekali tepukan”. Ada yang mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud telah mencabut kembali pendapatnya. Kami akan menyebutkan dalam bab tersebut alasan yang menjadi landasan pendapat umar berikut jawabannya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 180 – Kitab Wudhu

فَتَمَعَّكْت (Maka aku berguling-guling), seakan-akan Ammar mempergunakan qiyas (analogi) dalam masalah ini. Dia melihat bahwa tayamum yang disyariatkan sebagai pengganti wudhu dilakukan seperti tata cara wudhu, maka tayamum sebagai pengganti mandi mesti dilakukan seperti tata cara mandi.

إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيك (Hanya saja kamu cukup). Di sini dijelaskan bahwa yang wajib dalam tayamum adalah sifat atau cara yang dijelaskan dalam hadits ini. Adapun adanya tambahan lain jika ditetapkan berdasarkan perintah, maka menunjukkan nasakh (penghapusan) dan wajib diterima. Namun bila ditetapkan berdasarkan perbuatan maka dipahami sebagai suatu kesempumaan. Demikianlah yang lebih kuat berdasarkan dalil yang ada seperti yang akan dijelaskan.

وَضَرَبَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْض (Dan beliau memukul tanah dengan kedua telapak tangannya). Dalam riwayat selain Abu Dzar disebutkan فَضَرَبَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Maka Nabi SAW memukul … ), dan begitu pula pada riwayat Al Baihaqi melalui Adam.

وَنَفَخَ فِيهِمَا (Dan beliau meniup keduanya). Dalam riwayat Al Hajjaj disebutkan ثُمَّ أَدْنَاهُمَا مِنْ فِيهِ (Kemudian beliau mendekatkan keduanya kemulutnya), yakni sebagai kiasan meniup. Dalam kedua riwayat ini terkandung isyarat bahwa tiupan tersebut adalah tiupan yang ringan. Sementara dalam riwayat Sulaiman bin Harb disebutkan, تَفَلَ فِيهِمَا (dan beliau menghembuskan pada keduanya).

Dari gaya penuturan riwayat di atas dapat diketahui, bahwa Nabi mengajarkan hal itu kepada para sahabatnya melalui perbuatan atau praktek. Dalam riwayat Imam Muslim melalui Yahya bin Sa’id, riwayat Al Ismaili melalui Yazid bin Harun dan lainnya – semuanya dari Syu’bah- menyebutkan bahwa Nabi mengajarkan hal itu kepada para sahabatnya melalui perkataan. Adapun lafazhnya adalah, إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيك أَنْ تَضْرِب بِيَدَيْك الْأَرْض (Hanya saja cukup bagimu memukul tanah dengan kedua tanganmu). Yahya menambahkan, ثُمَّ تَنْفُخ ثُمَّ تَمْسَح بِهِمَا وَجْهك وَكَفَّيْك (kemudian engkau meniup lalu mengusap mukamu dan kedua tanganmu dengan keduanya).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 13-14 – Kitab Iman

Meniup debu tersebut dijadikan landasan dalil disukainya menipiskan debu seperti yang diterangkan, dan gugumya anjuran mengusap anggota tayamum secara berulang-ulang, karena mengusap anggota tayamum secara berulang-ulang bertentangan dengan upaya untuk menipiskan debu.

Hadits ini juga dijadikan dalil, bahwa orang yang membasuh kepala dalam wudhu sebagai ganti mengusap, maka hal itu cukup baginya berdasarkan perbuatan Ammar yang bcrguling-guling di tanah untuk bertayamum. Dari sini, tayamum boleh dilakukan dengan menepukkan tangan ke tanah atau debu lebih dari dua kali tepukan. Di samping itu hadits ini juga menerangkan gugumya kewajiban tertib (berurutan) dalam tayamum karena junub.

Pelajaran yang dapat diambil

1. Adanya ijtihad para sahabat pada masa Nabi SAW.

2. Seorang mujtahid tidak mendapatkan aib jika ia telah mencurahkan semua kemampuan dan usahanya, meskipun tidak mencapai kebenaran. Jika ia telah melakukan ijtihad, maka ia tidak wajib mengulanginya.

3. Perbuatan Umar yang tidak melakukan shalat serta keputusan hukum yang dikeluarkannya dijadikan alasan oleh orang yang berpendapat, bahwa jika seseorang tidak menemukan sesuatu (baik air maupun debu) maka ia tidak shalat dan tidak wajib mengganti, seperti yang telah diterangkan.[1]


[1] Tetapi ini adalah pandangan yang lemah dan bertentangan dengan finnan Allah SWT, “Bertakwalah kamu kepada Allah sebatas yang kamu mampu.” (Qs. Ath-Thaghaabun (64): 16 juga bertentangan dengan hadits Aisyah tentang kisah kalung yang hilang, wallahu a’lam.

M Resky S