Hadits Shahih Al-Bukhari No. 458-460 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 458-460 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Memasukkan (Menyilangkan) Jari-jari Tangan Satu Sama Lain di Masjid dan Lainnya” Hadis ini menjelaskan tentang pertanyaan Rasulullah saw kepada Abdullah bin Amr. Hadis berikutnya menggambarkan tentang persaudaraan orang-orang Mu’min. Hadis yang terakhir menjelaskan tatacara salat Rasulullah saw. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 248-253.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا حَامِدُ بْنُ عُمَرَ عَنْ بِشْرٍ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ حَدَّثَنَا وَاقِدٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَوْ ابْنِ عَمْرٍو شَبَكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابِعَهُ وَقَالَ عَاصِمُ بْنُ عَلِيٍّ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ أَبِي فَلَمْ أَحْفَظْهُ فَقَوَّمَهُ لِي وَاقِدٌ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي وَهُوَ يَقُولُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو كَيْفَ بِكَ إِذَا بَقِيتَ فِي حُثَالَةٍ مِنْ النَّاسِ بِهَذَا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Hamid bin ‘Umar] dari [Bisyr] telah menceritakan kepada kami [‘Ashim] telah menceritakan kepada kami [Waqid] dari [Bapaknya] dari [Ibnu ‘Umar] atau [Ibnu ‘Amru], bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganyam jemarinya.” [Ashim bin ‘Ali] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Ashim bin Muhammad] berkata, aku mendengar hadits ini dari bapakku, tapi aku tidak hafal. Lalu [Waqid] mengingatkan aku dari [Bapaknya] ia berkata; aku mendengar [Bapakku] ia berkata; [‘Abdullah] berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai ‘Abdullah bin ‘Amru, mengapa jika kamu bersama orang-orang lemah itu kamu berbuat begini?”

حَدَّثَنَا خَلَّادُ بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Khallad bin Yahya] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abu Burdah bin ‘Abdullah bin Abu Burdah] dari [Kakeknya] dari [Abu Musa] dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.” kemudian beliau menganyam jari jemarinya.”

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ قَالَ حَدَّثَنَا النَّضْرُ بْنُ شُمَيْلٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ عَوْنٍ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ سَمَّاهَا أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَكِنْ نَسِيتُ أَنَا قَالَ فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّه غَضْبَانُ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ وَوَضَعَ خَدَّهُ الْأَيْمَنَ عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى وَخَرَجَتْ السَّرَعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالُوا قَصُرَتْ الصَّلَاةُ وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَفِي الْقَوْمِ رَجُلٌ فِي يَدَيْهِ طُولٌ يُقَالُ لَهُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتْ الصَّلَاةُ قَالَ لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ فَقَالَ أَكَمَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ فَقَالُوا نَعَمْ فَتَقَدَّمَ فَصَلَّى مَا تَرَكَ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ فَرُبَّمَا سَأَلُوهُ ثُمَّ سَلَّمَ فَيَقُولُ نُبِّئْتُ أَنَّ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ قَالَ ثُمَّ سَلَّمَ

Baca Juga:  HaditsShahih Al-Bukhari No. 271-272 – Kitab Mandi

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq] berkata, telah menceritakan kepada kami [An Nadlr bin Syumail] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu ‘Aun] dari [Ibnu Sirin] dari [Abu Hurairah] berkata, “Rasulullah bersama kami melaksanakan salah satu dari shalat yang berada di waktu malam.” Ibnu Sirin berkata, “Abu Hurairah menyebutkan menyebutkan (nama) shalat tersebut, tetapi aku lupa.” Abu Hurairah mengatakan, “Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam, kemudian beliau mendatangi kayu yang tergeletak di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut seolah sedang marah dengan meletakkan lengan kanannya di atas lengan kirinya serta menganyam jari jemarinya, sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan kiri. Kemudian beliau keluar dari pintu masjid dengan cepat. Orang-orang pun berkata, “Apakah shalat telah diqashar (diringkas)?” Padahal ditengah-tengah orang banyak tersebut ada Abu Bakar dan ‘Umar, dan keduanya enggan membicarakannya. Sementara di tengah kerumunan tersebut ada seseorang yang tangannya panjang dan dipanggil dengan nama Dzul Yadain, dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah Tuan lupa atau shalat diqashar?” Beliau menjawab: “Aku tidak lupa dan shalat juga tidak diqashar.” Beliau bertanya: “Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?” Orang-orang menjawab, “Benar.” Beliau kemudian maju ke depan dan mengerjakan shalat yang tertinggal kemudian salam. Setelah itu beliau takbir dan sujud seperti sujudnya yang dilakukannya atau lebih lama lagi. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir, kemudian takbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan takbir.” Bisa jadi orang-orang bertanya kepadanya (Ibnu Sirin), apakah dalam hadits ada lafadz ‘Kemudian beliau salam’ lalu ia berkata; aku mendapat berita bahwa Imran bin Hushain berkata; kemudian beliau salam’.”

Keterangan Hadis: Dalam bah ini disebutkan hadits Abu Musa yang berindikasi bolehnya memasukkan antara jari-jari tangan satu sama Jain secara mutlak. Sementara hadits Abu Hurairah berindikasi bolehnya perbuatan itu dilakukan di masjid. Jika hal itu boleh dilakukan di masjid, maka di tempat lainnya lebih diperbolehkan.

Dalam sebagian riwayat Shahih Bukhari sebelum kedua hadits ini disebutkan hadits lain, namun hadits itu tidak ditemukan dalam sebagian besar riwayat. Jalur periwayatannya yang lain juga tidak disebutkan oleh Al Ismaili maupun Abu Nu’aim, tapi disebutkan oleh Abu Mas’ud dalam kitab Al Athraf dari lbnu Rumaih, dari Al Firabri dan Hammad bin Syakir, semuanya dari Imam Bukhari. Dia berkata, “Hamid bin Umar telah menceritakan kepada kami, Bisyr bin Mufadhal telah menceritakan kepada kami, Ashim bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, Waqid -yakni saudaranya- telah menceritakan kepada kami dari bapaknya -yakni Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar- dari Ibnu Umar atau Ibnu Amr, dia berkata, ‘Nabi SAW memasukkan antara jari-­jari tangannya satu sama lain’.” Imam Bukhari berkata, “Ashim bin Ali mengatakan, telah bercerita kepada kami Ashim bin Muhammad, dia berkata, ‘Aku mendengar had its ini dari bapakku namun aku tidak menghafalnya, maka hafalanku itu diluruskan oleh Waqid dari bapaknya’ .” Ia berkata, “Aku mendengar bapakku mengatakan, Abdullah berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Abdullah bin Amr, bagaimana denganmu jika tinggal bersama orang-orang yang tidak berguna di antara manusia ‘.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 178 – Kitab Wudhu

Hadits tersebut telah disebutkan oleh Al Humaidi dalam kitab Al Jam’u baina shahihain, mengutip dari Abu Mas’ud seraya menambahkan, (Perjanjian mereka serta amanah-amanah bercampur aduk dan mereka berselisih, maka jadilah seperti ini, dan beliau memasukkan antara jari­jari tangannya satu sama lain).

Adapun had its Ashim bin Ali yang disebutkan secara mu’allaq (tanpa sanad) oleh Imam Bukhari, telah dinukil beserta sanadnya oleh Ibrahim Al Harbi dalam kitabnya Gharibul Hadits, -dimana dia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Ashim bin Ali, telah menceritakan kepada kami Ashim bin Muhammad, dari Waqid. Aku mendengar bapakku berkata, Abdullah berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda … ‘.” Lalu beliau menyebutkan materi hadits. lbnu Baththal berkata, “Dimasukkannya judul bab ini dalam masalah fikih, karena adanya kontroversi dengan riwayat yang melarang memasukkan jari-jari tangan satu sama lain dalam masjid. Dalam hal ini banyak hadits mursal maupun musnad yang disebutkan melalui jalur periwayatan yang tidak akurat.”

Sepertinya yang dimaksudkan dengan hadits ‘musnad’ di sini adalah hadits Ka’ab bin Ujrah, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang diantara kamu berwudhu kemudian keluar dengan sengaja menuju masjid, maka janganlah ia memasukkan jari-jari tangannya satu sama lain, karena sesungguhnya ia berada dalam shalat.” (HR. Abu Daud dan di-shahih-kan oleh lbnu Khuzaimah serta lbnu Hibban)

Sanad hadits tersebut masih diperselisihkan, sehingga sebagian ulama melemahkannya dengan sebab tersebut. Kemudian Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur lain dengan lafazh, (Apabila salah seorang di antara kamu shalat maka janganlah ia memasukkan jari-jari tangannya satu sama lain karena sesungguhnya perbuatan itu berasal dari syetan. Sesungguhnya salah seorang di antara kamu senantiasa berada dalam shalat selama berada di masjid hingga ia keluar). Dalam sanad hadits ini ada perawi yang lemah dan tidak diketahui. Lalu lbnu Manayyar berkata, “Menurut penelitian bahwa antara hadits-hadits tersebut tidaklah bertentangan, sebab larangan untuk melakukan hal itu adalah jika dilakukan tanpa tujuan (sia-sia), sementara yang disebutkan dalam hadits di atas dimaksudkan untuk memberi contoh, serta menggambarkan makna dalam hati dengan gambaran secara konkrit.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, apa yang dikatakannya sesuai dengan kandungan hadits Abu Musa dan Ibnu Umar. Namun tidak demikian halnya dengan hadits Abu Hurairah.

Sementara Al Ismaili memadukan hadits-hadits tadi dengan mengatakan bahwa hadits yang melarang terbatas apabila dalam shalat ataupun bermaksud untuk shalat, karena orang yang menunggu waktu shalat sama hukumnya dengan orang yang sedang shalat. Adapun hadits­-hadits yang membolehkannya berpatokan apabila dilakukan bukan dalam kondisi seperti di atas. Dua hadits yang pertama sangat jelas kesesuaiannya dengan perkataan ini, sedangkan hadits Abu Hurairah ditinjau dari sisi bahwa perbuatan Nabi SAW memasukkan jari-jari tangannya satu sama lain dilakukan setelah shalat (menurut dugaan beliau), maka hukumnya sama dengan orang yang telah selesai shalat. Sementara riwayat-riwayat yang melarang perbuatan ini selama di masjid memiliki kelemahan seperti yang kami katakan, maka hadits tersebut tidak bertentangan dengan hadits Abu Hurairah sebagaimana dikatakan Ibnu Baththal.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 120-121 – Kitab Ilmu

Selanjutnya para ulama berbeda pendapat mengenai hikmah dilarangnya perbuatan itu. Sebagian mereka mengatakan, “Karena ia berasal dari syetan, seperti disebutkan dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah.” Ada juga pendapat yang mengatakan, “Karena memasukkan jari-jari tangan satu sama lain menimbulkan rasa kantuk, sementara rasa kantuk merupakan saat paling sering terjadinya hadats”. Sebagian mereka juga mengatakan, “Karena memasukkan jari-jari tangan satu sama lain merupakan gambaran perselisihan seperti diisyaratkan dalam hadits Ibnu Umar, maka perbuatan itu tidak disukai bagi mereka yang masuk kategori sedang shalat, agar tidak terjerumus pada perbuatan yang dilarang oleh beliau SAW, yaitu sabdanya kepada orang-orang yang shalat, (Janganlah kalian berselisih agar hati-hati kalian tidak berselisih)”. Pembicaraan mengenai sabda Nabi SAW yang terakhir ini akan dibahas di tempatnya. Adapun pembicaraan tentang hadits Ibnu Umar akan disebutkan pada kitab tentang ”Al titan” (fitnah-fitnah). Sedangkan hadits Abu Musa disebutkan dalam kitab tentang “Al Adab” (tata krama).” Sementara hadits Abu Hurairah pada pembahasan tentang “sujud sahwi”.

(Mungkin mereka bertanya kepadanya, “Apakah kemudian beliau salam?“) Yakni mungkin mereka bertanya kepada lbnu Sirin, “Apakah dalam had its disebutkan, • Apakah kemudian beliau salam?’ .” Maka Sufyan menjawab mereka dengan mengatakan, “Telah dikabarkan kepadaku … ” dan seterusnya. Keterangan ini memberi indikasi bahwa ia (Sufyan) tidak mendengar langsung kalimat itu dari lmran. Lalu telah dijelaskan oleh Al Asy’ats dalam riwayatnya dari Ibnu Sirin tentang perawi yang menjadi perantara antara dia (Ibnu Sirin) dengan lmran bin Hushain. Al Asy’ats berkata, “lbnu Sirin mengatakan, Khalid Al Hadzdza telah menceritakan kepadaku dari Abu Qilabah dari pamannya -yakni Al Muhallab- dari Imran bin Hushain.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Imam Tirmidzi dan An-Nasa’i. Namun kami telah menemukan silsilah periwayatan yang lebih ringkas dalam bagian Adz-Dzuhali. Dari sini jelaslah, bahwa Ibnu Sirin tidak menyebutkan tiga orang perawi. Sementara riwayatnya yang berasal dari Khalid masuk kategori riwayat generasi tua dari generasi muda.

M Resky S