Hadits Shahih Al-Bukhari No. 473-475 – Kitab Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 473-475 – Kitab Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Shalat Menghadap Tiang (Ustuwanah)” dan “Shalat di antara Tiang-tiang Selain Shalat Berjamaah” Hadis-hadis ini menunjukkan betapa tinggi perhatian Rasulullah saw dan para sahabatnya untuk menjaga sutrah atau pembatas salat mereka. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Shalat. Halaman 277-281.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ عَامِرٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ كِبَارَ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبْتَدِرُونَ السَّوَارِيَ عِنْدَ الْمَغْرِبِ وَزَادَ شُعْبَةُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَنَسٍ حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Qabishah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [‘Amru bin ‘Amir] dari [Anas bin Malik] berkata, “Aku pernah melihat para sahabat senior berlomba mendekati tiang saat adzan Maghrib.” [Syu’bah] menambahkan dari [‘Amru] dari [Anas], “Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar.”

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيْتَ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ وَعُثْمَانُ بْنُ طَلْحَةَ وَبِلَالٌ فَأَطَالَ ثُمَّ خَرَجَ وَكُنْتُ أَوَّلَ النَّاسِ دَخَلَ عَلَى أَثَرِهِ فَسَأَلْتُ بِلَالًا أَيْنَ صَلَّى قَالَ بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ الْمُقَدَّمَيْنِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma’il] berkata, telah menceritakan kepada kami [Juwairiah] dari [Nafi’] dari [Ibnu ‘Umar] berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah bersama Usamah bin Zaid, ‘Utsman bin Thalhah dan Bilal dalam waktu yang cukup lama. Kemudian beliau keluar dan akulah orang yang pertama kali masuk setelah beliau keluar. Aku lantas bertanya kepada Bilal, “Dimana beliau tadi melaksanakan shalat? ‘ [Bilal] menjawab, “Di antara dua tiang depan.”

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْكَعْبَةَ وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ وَبِلَالٌ وَعُثْمَانُ بْنُ طَلْحَةَ الْحَجَبِيُّ فَأَغْلَقَهَا عَلَيْهِ وَمَكَثَ فِيهَا فَسَأَلْتُ بِلَالًا حِينَ خَرَجَ مَا صَنَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَعَلَ عَمُودًا عَنْ يَسَارِهِ وَعَمُودًا عَنْ يَمِينِهِ وَثَلَاثَةَ أَعْمِدَةٍ وَرَاءَهُ وَكَانَ الْبَيْتُ يَوْمَئِذٍ عَلَى سِتَّةِ أَعْمِدَةٍ ثُمَّ صَلَّى وَقَالَ لَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ وَقَالَ عَمُودَيْنِ عَنْ يَمِينِهِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Nafi’] dari [‘Abdullah bin ‘Umar], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam Ka’bah bersama Usamah bin Zaid, Bilal dan ‘Utsman bin Thalhah Al Hajabi kemudian pintu ditutup, dan beliau berada di dalamnya. Kemudian setelah beliau keluar aku bertanya kepada [Bilal] apa yang dilakukan oleh beliau di dalamnya. Bilal menjawab, ‘Beliau menjadikan tiang berada di sebelah kiri, lalu satu di sebelah kanan dan tiga tiang berada di belakangnya -saat itu tiang Ka’bah berjumlah enam buah- kemudian beliau shalat’.” [Isma’il] menyebutkan kepada kami; [Malik] menceritakan kepadaku, ia sebutkan, “Dua tiang di sebelah kanannya.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 82-83 – Kitab Ilmu

Keterangan Hadis: عِنْدَ الْمَغْرِبِ (di waktu maghrib) yakni ketika adzan maghrib. Hal itu telah dinyatakan dengan tegas dalam riwayat yang dinukil Al Ismaili melalui jalur Ibnu Mahdi dari Sufyan. Senada dengan itu dinukil pula dalam riwayat Muslim melalui jalur Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas.

وَزَادَ شُعْبَةُ عَنْ عَمْرٍو (Syu’bah menambahkan dari Amr) dia adalah lbnu Amir. Lalu Imam Bukhari telah menyebutkan beserta sanadnya dalam kitab tentang “Adzan” melalui jalur Ghundar dari Syu’bah. Dia berkata, “Dari Amr bin Amir Al Anshari.” Kemudian ditambahkan, “Mereka melakukan shalat dua rakaat sebelum maghrib.”

(Shalat di antara tiang-tiang selain shalat berjamaah) Imam Bukhari membatasinya dengan lafazh “selain berjamaah”, karena tiang-tiang tersebut dapat memutuskan shaf. Sementara menyamakan shaf saat shalat berjamaah adalah suatu keharusan. Ar-Rafi’i berkata dalam kitab Syarh Musnad, Imam Bukhari berhujjah dengan hadits ini -yakni hadits Ibnu Umar dari Bilal- untuk menyatakan bolehnya shalat di antara dua tiang selain shalat berjamaah. Ar-Rafi’i mengisyaratkan bahwa yang lebih utama bagi orang yang shalat sendirian adalah shalat menghadap tiang. Akan tetapi meskipun lebih utama, shalat sambil berdiri diantara dua tiang (yakni bagi orang yang shalat sendirian) tidaklah makruh hukumnya. Adapun dalam shalat berjamaah, maka berdiri di antara dua tiang sama dengan shalat menghadap satu tiang. Demikian perkataan Ar­Rafi’ i.

Tetapi pertanyaan itu kurang tepat, karena adanya larangan khusus untuk shalat di antara dua tiang seperti diriwayatkan oleh Al Hakim dari hadits Anas dengan sanad shahih, dan terdapat dalam tiga kitab Sunan serta dikategorikan sebagai hadits hasan oleh Imam Tirmidzi. Al Muhib Ath-Thabari berkata, “Sebagian orang memakruhkan shaf di antara tiang­-tiang karena adanya larangan yang dinukil mengenai hal itu. Hukum makruh ini berlaku jika ruangannya tidak sempit. Adapun hikmahnya bisa saja karena dapat memutuskan shaf, atau karena tiang tersebut adalah tempat sandal.” Sementara Al Qurthubi berkata, “Telah diriwayatkan sehubungan dengan sebab dimakruhkannya hal itu, yaitu tempat tersebut adalah tempat shalat jin mukmin.”

كُنْتُ أَوَّلَ النَّاسِ (aku adalah orang yang pertama) Demikian yang terdapat dalam riwayat Abu Dzar dan Karimah. Oalam riwayat Al Ashili dan Ibnu Asakir dikatakan, وَكُنْتُ (Dan aku … ), yakni dengan tambahan kata sambung di bagian awalnya dan inilah yang lebih tepat. Al Ismaili juga meriwayatkan melalui jalur ini. Lalu setelah kalimat “Kemudian keluar”, disebutkan “Dan Abdullah masuk sesudahnya sebagai orang pertama”.

Baca Juga:  Pengertian Syarah dan Sejarah Perkembangan Syarah Hadis Sampai Menjadi Disiplin Ilmu

بَيْنَ الْعَمُودَيْنِ الْمُقَدَّمَيْنِ (di antara dua tiang bagian depan) Dalam riwayat Al Kasymihani disebutkan, (Yang terdepan). Sementara dalam riwayat Malik yang disebutkan sesudahnya dikatakan, “Beliau menempatkan satu tiang di sebelah kiri, satu tiang di sebelah kanannya dan tiga tiang di bagian belakangnya”. Namun tidak ada di antara kedua riwayat ini yang bertentangan. Hanya saja perkataannya dalam riwayat Malik “Dan Ka ‘bah saat itu memiliki enam tiang” merupakan persoalan tersendiri, sebab kenyataan ini memberi indikasi bahwa ada dua tiang di bagian kiri atau di bagian kanannya. Oleh sebab itu Imam Bukhari menyebutkan riwayat Ismail yang berbunyi, “Dua tiang di sebelah kanannya”.

Akan tetapi, kedua versi ini masih bisa dikompromikan dengan mengatakan bahwa riwayat dalam lafazh ganda (tatsniyah) merujuk kepada bentuk bangunan Ka’bah di zaman Nabi SAW. Adapun riwayat dengan lafazh tunggal (mujrad) merujuk kepada bentuk bangunan Ka’bah sesudahnya. Pemikiran seperti ini dapat dipahami dari perkataannya “Dan Ka’bah saat itu … “, yang mana ini merupakan isyarat bahwa Ka’bah telah berubah dari bentuknya yang semula.

Al Karmani mengatakan bahwa Lafazh ‘amuud (tiang) merupakan kata jenis sehingga mencakup satu atau dua. Oleh sebab itu lafazh ini tergolong mujmal (global), sebagaimana dijelaskan oleh riwayat yang berbunyi “Dua tiang”. Ada pula kemungkinan bahwa ketiga tiang tersebut tidak berada pada satu arah yang lurus, bahkan dua tiang berada pada satu arah dan tiang ketiga pada arah yang lain. Adapun lafazh “Dua tiang yang terdepan” dalam hadits sebelumnya mengindikasikan ke arah ini, wallahu a’lam.

Saya (Ibnu Hajar) katakan, pandangan ini didukung oleh riwayat Mujahid dari Ibnu Umar dalam bab “Jadikanlah Maqam Ibrahim Mushalla (tempat shalat)”, karena dalam riwayat itu disebutkan, “Di antara dua tiang yang berada di sebelah kiri orang yang masuk’. Hal ini sangat tegas menyatakan bahwa di sana terdapat dua tiang, dan beliau SAW shalat di antara keduanya. Maka ada kemungkinan di sana terdapat satu tiang lagi di arah kanan namun jaraknya cukup jauh, atau tidak berada pada deretan kedua tiang tadi. Dengan demikian benarlah orang yang mengatakan, “Menempatkan dua tiang di sebelah kanannya” dan benar pula orang yang mengatakan, “Menempatkan satu tiang di sebelah kanannya”.

Lalu Al Karmani membolehkan kemungkinan lain, yaitu bahwa di sana terdapat tiga tiang yang berada dalam satu deretan, maka beliau SAW shalat di sisi tiang yang tengah. Bagi mereka yang mengatakan “satu tiang di sebelah kanannya dan satu tiang di sebelah kirinya” berarti ia tidak memperhitungkan tiang yang berada di dekat Nabi SAW. Sementara orang yang mengatakan “dua tiang” memperhitungkan tiang yang berada di dekat beliau SAW. Kemudian aku mendapati bahwa kemungkinan yang diajukannya telah dikemukakan oleh orang sebelumnya. Kemungkinan yang lebih jauh dari ini adalah perkataan orang, “Beliau SAW berpindah dalam dua raka’at dari satu tempat ke tempat lain, namun shalat tidak batal karena perpindahan tersebut sebab gerakannya sangat terbatas”. Wallahu a ‘lam.

وَقَالَ إِسْمَاعِيلُ (Ismail berkata) yakni Ibnu Abi Uwais. Demikian yang terdapat dalam riwayat Abu Dzar dan Al Ashili. Sementara dalam riwayat Karimah dikatakan, وَقَالَ لَنَا إِسْمَاعِيلُ (dia berkata kepada kami), maka dari sini menjadi jelas bila hadits ini maushul (bersumber langsung dari Nabi SAW).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 60 – Kitab Ilmu

Imam Daruquthni menyebutkan perbedaan dalam hadits ini yang bersumber dari Malik. Mayoritas ulama menyetujui Abdullah bin Yusuf, sehubungan dengan perkataannya “Satu tiang di sebelah kanannya dan satu tiang di sebelah kirinya”. Sementara yang menyetujui Ismail sehubungan dengan perkataannya “Dua tiang di sebelah kanannya”, adalah Ibnu Qasim, Al Qa’nabi, Abu Mush’ab, Muhammad bin Hasan dan Abu Huzhaifah. Demikian pula dengan Imam Syafi’i dan Ibnu Mahdi dalam salah satu riwayat yang dinukil dari keduanya.

Kemudian sebagian ulama muta’akhirin mengompromikan dua versi riwayat ini dengan memahaminya sebagai dua peristiwa yang berbeda, akan tetapi pernyataan ini sangat jauh karena sumber hadits tersebut hanya satu. Sementara Al Baihaqi dengan mantap mendukung riwayat Ismail dan para perawi yang sependapat dengannya.

Dalam masalah ini terdapat perselisihan keempat. Utsman bin Umar mengatakan dari Malik, “Beliau menempatkan dua tiang di sebelah kanannya dan dua tiang di sebelah kirinya.” Namun dalam hal ini mungkin dijelaskan bahwa di sana terdapat empat tiang, dua berdekatan dan dua lainnya berjauhan, maka beliau berdiri di samping tiang yang berdekatan. Akan tetapi penjelasan ini bertentangan dengan perkataannya “Dan Ka’bah pada saat itu memiliki enam tiang”, setelah perkataannya “Dan tiga tiang di bagian belakangnya”. Sementara Ad-Daruquthni berkata, “Tidak ada yang meriwayatkan lafazh seperti itu bersama Utsman bin Umar.”

M Resky S