Hadits Shahih Al-Bukhari No. 497 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 497 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Shalat Lima Waktu Sebagai Penghapus Dosa” Hadis menjelaskan tentang perumpamaan salat lima waktu seperti yang digambarkan oleh Rasulullah saw. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 336-339.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي حَازِمٍ وَالدَّرَاوَرْدِيُّ عَنْ يَزِيدَ يَعْنِي ابْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Hamzah] berkata, telah menceritakan kepadaku [Ibnu Abu Hazim] dan [Ad Darawardi] dari [Yazid] -yakni Ibnu ‘abdullah bin Al Hadi- dari [Muhammad bin Ibrahim] dari [Abu Salamah bin ‘Abdurrahman] dari [Abu Hurairah], bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah seorang dari kalian, lalu dia mandi lima kali setiap hari? Apakah kalian menganggap masih akan ada kotoran (daki) yang tersisa padanya?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan ada yang tersisa sedikitpun kotoran padanya.” Lalu beliau bersabda: “Seperti itu pula dengan shalat lima waktu, dengannya Allah akan menghapus semua kesalahan.”

Keterangan Hadis: أَرَأَيْتُمْ (Tahukah kalian) Ini adalah pertanyaan yang bersifat taqrir (menetapkan) yang berkaitan dengan meminta berita, artinya beritahukanlah aku.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 404-405 – Kitab Shalat

لَوْ أَنَّ نَهْرًا (Seandainya ada sungai) Ath-Thaibi berkata, “Lafaz لَوْ masuk kepada fi’il (kata kerja) dan membutuhkan jawaban. Tapi fungsi pertanyaan ini adalah untuk memperkuat dan menetapkan. Perkiraan kalimatnya adalah ‘jika sifat sungai itu begini … maka tidak tersisa seperti ini’.”

النَّهْرُ (sungai) adalah apa yang ada di antara dua sisi lembah. Dinamakan seperti itu karena luasnya, seperti juga penamaan النَّهَارُ (siang) adalah karena cahayanya yang luas.

مَا تَقُولُ (apa yang akan kamu katakan?) Riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Mustakhraj memakai bentuk jamak تَقُولُونَ

مِنْ دَرَنِهِ kata Ad-Daran berarti kotoran.

Adapun faidah perumpamaan dalam hadits tersebut adalah untuk memperkuat dan menjadikan sesuatu seperti apa yang dapat ditangkap dengan indera. Ath-Thaibi berkata, “Dalam hadits ini ada mubalaghah (penegasan yang lebih) dalam menafikan dosa, sebab mereka tidak hanya menjawab dengan kata ‘tidak’ tapi mengulangi lafazh yang ada dalam pertanyaan untuk menegaskan dan memperkuat jawaban yang dikemukakan.”

lbnu Al Arabi mengatakan bahwa letak perumpamaan tersebut adalah bahwa seseorang bisa menjadi kotor dengan kotoran-kotoran yang ada di badan dan pakaiannya dan bisa dibersihkan dengan air yang banyak, maka demikian halnya dengan shalat dapat menyucikan seorang hamba dari dosa-dosa.

Secara lahiriah yang dimaksud dengan kesalahan dalam hadits tersebut mencakup dosa kecil dan besar. Tapi lbnu Baththal mengatakan, bahwa yang dimaksud dosa dalam hadits adalah dosa-dosa kecil, seperti kesalahan yang diakibatkan oleh Ad-Daran, yaitu kotoran kecil. Hal itu berdasarkan bahwa Ad-Daran dalam hadits berarti Al Habb (biji), tapi secara lahiriah yang dimaksud dengan Ad-Daran adalah wasakh (kotoran), karena arti itulah yang sesuai dengan kata “mandi” dan “membersihkan”. Hal itu telah dijelaskan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri yang diriwayatkan Al Bazzar dan Thabrani dengan sanad laa ba’sa bihi dari jalur Atha’ bin Yasar, bahwa dia mendengar Abu Sa’id Al Khudri bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, (Bagaimana pendapatmu jika seorang mempunyai tempat kerja, dan antara tempat kerja dan rumahnya ada lima sungai, jika ia pergi ke tempat kerjanya dan bekerja seperti yang Allah kehendaki lalu terkena kotoran atau keringat, dan setiap kali melewati sungai ia mandi di dalamnya?)

Imam Qurthubi berkata, “Secara lahiriah hadits tersebut menjelaskan bahwa shalat lima waktu bisa menggugurkan semua dosa. Pendapat seperti ini akan menimbulkan permasalahan.” Tetapi Imam Muslim sebelumnya meriwayatkan dari Abu Hurairah, (shalat lima waktu adalah sebagai penebus dosa-dosa selama dosa-dosa besar dijauhi). Maka, hadits yang bersifat umum tersebut harus dipahami dalam pengertian hadits yang khusus, seperti dalam hadits Imam Muslim.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 269-270 – Kitab Mandi

Ibnu Bazizah berkata dalam kitab Syarah Ahkam, “Dalam hadits Ala’ ada kerancuan yang susah dijawab, yaitu bahwa menurut Al Qur’an dosa kecil gugur jika dosa besar dijauhi.”

Jika begitu, maka apa yang dihapus oleh shalat lima waktu? Imam Balqini menjawab, bahwa pertanyaan itu tidak pada tempatnya sebab maksud dari firman Allah dalam surah An-Nisaa’ ayat 31, (Jika kalian meninggalkan), adalah dalam semua masa (umur); yaitu dari waktu beriman sampai mati. Sedangkan dalam hadits-hadits tersebut disebutkan bahwa shalat lima waktu menggugurkan dosa di antara shalat lima waktu itu -pada hari itu- jika dosa-dosa besar dijauhi pada hari itu juga. Dari sini, maka tidak ada kontradiksi antara ayat dengan hadits.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 99 – Kitab Ilmu

Ada solusi lain, yaitu meninggalkan dosa besar tidak cukup tanpa mengerjakan shalat lima waktu. Bagi yang tidak mengerjakan shalat lima waktu, maka tidak dianggap meninggalkan dosa besar sebab meninggal­kan shalat termasuk dosa besar. Bahkan, orang yang melakukan hal itu dianggap kafir.

Syaikh Balqini menjelaskan kondisi manusia yang berkaitan dengan dosa kecil dan dosa besar yang dilakukannya, ia mengatakan bahwa dalam hal ini ada lima macam:

1. Tidak melakukan dosa sama sekali. Ini derajat paling tinggi.

2. Melakukan dosa kecil tapi tidak terus-menerus. Maka, dalam hal ini dosa tersebut digugurkan.

3. Melakukan dosa kecil dengan terus-menerus. Hal ini tidak gugur, jika kita katakan bahwa terus-menerus melakukan dosa kecil akan menjadi dosa besar.

4. Melakukan dosa besar sekali dan banyak melakukan dosa kecil.

5. Banyak melakukan dosa kecil dan besar. Dalam hal ini membutuhkan penelitian yang mendalam. Mungkin jika ia tidak menjauhi perbuatan dosa besar, maka dosa besarnya tidak diampuni, tapi yang diampuni dosanya yang kecil. Atau mungkin juga semua dosanya tidak diampuni. Kemungkinan kedua ini nampaknya yang lebih kuat.

M Resky S