Hadits Shahih Al-Bukhari No. 514-516 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 514-516 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Waktu Ashar” Hadis-hadis ini menjelaskan kapan dan bagaimana Rasulullah saw melaksanakan salat Ashar. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 362-366.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا عَوْفٌ عَنْ سَيَّارِ بْنِ سَلَامَةَ قَالَ دَخَلْتُ أَنَا وَأَبِي عَلَى أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ فَقَالَ لَهُ أَبِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ فَقَالَ كَانَ يُصَلِّي الْهَجِيرَ الَّتِي تَدْعُونَهَا الْأُولَى حِينَ تَدْحَضُ الشَّمْسُ وَيُصَلِّي الْعَصْرَ ثُمَّ يَرْجِعُ أَحَدُنَا إِلَى رَحْلِهِ فِي أَقْصَى الْمَدِينَةِ وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ وَكَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ الَّتِي تَدْعُونَهَا الْعَتَمَةَ وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا وَكَانَ يَنْفَتِلُ مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ الرَّجُلُ جَلِيسَهُ وَيَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Muqatil] berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Auf] dari [Sayyar bin Salamah] berkata, “Aku dan bapakku datang menemui [Abu Barzah Al Aslami]. Lalu bapakku berkata kepadanya, “Bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat yang diwajibkan?” Abu Barzah menjawab, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat Zhuhur, yang kalian sebut sebagai waktu utama, saat matahari telah tergelincir, shalat ‘Ashar ketika salah seorang dari kami kembali dengan kendaraannya di ujung Kota sementara matahari masih terasa panas sinarnya. Dan aku lupa apa yang dibaca beliau saat shalat Maghrib. Beliau lebih suka mengakhirkan shalat ‘Isya yang kalian sebut dengan shalat ‘atmah, dan beliau tidak suka tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang sesudahnya. Dan beliau melaksanakan shalat Shubuh ketika seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya, beliau membaca enam hingga seratus ayat.”

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا نُصَلِّي الْعَصْرَ ثُمَّ يَخْرُجُ الْإِنْسَانُ إِلَى بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ فَنَجِدُهُمْ يُصَلُّونَ الْعَصْرَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Maslamah] dari [Malik] dari [Ishaq bin ‘Abdullah bin Abu Thalhah] dari [Anas bin Malik] berkata, “Kami pernah shalat ‘Ashar kemudian orang-orang keluar menuju Bani ‘Amru bin ‘Auf, dan kami dapati mereka sedang melaksanakan shalat ‘Ashar.”

حَدَّثَنَا ابْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ بْنَ سَهْلٍ يَقُولُ صَلَّيْنَا مَعَ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ الظُّهْرَ ثُمَّ خَرَجْنَا حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ فَوَجَدْنَاهُ يُصَلِّي الْعَصْرَ فَقُلْتُ يَا عَمِّ مَا هَذِهِ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّيْتَ قَالَ الْعَصْرُ وَهَذِهِ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّتِي كُنَّا نُصَلِّي مَعَهُ

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 322 – Kitab Tayammum

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Muqatil] berkata, telah mengabarkan kepada kami [‘Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Abu Bakar bin Utsman bin Sahl bin Hunaif] berkata, “Aku mendengar [Abu Umamah bin Sahl] berkata, “Kami pernah shalat Zhuhur bersama ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Setelah selesai kami keluar mendatangi [Anas bin Malik], dan saat itu kami dapati mereka sedang melaksanakan shalat ‘Ashar. Maka aku pun bertanya, “Wahai paman, shalat apakah yang kamu kerjakan ini?” Dia menjawab, “Shalat ‘Ashar. Saat seperti inilah shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang pernah kami lakukan bersamanya.”

Keterangan Hadis: الْمَكْتُوبَةَ berarti الْمَفْرُوضَةَ (shalat fardhu).

كَانَ يُصَلِّي الْهَجِيرَ maksudnya كَانَ يُصَلِّي صَلَاةَ الْهَجِيرِ (beliau melakukan shalat Hajir). Al Hajir atau Al Hajirah berarti waktu yang sangat panas. Adapun dinamakannya shalat Zhuhur dengan shalat Hajir adalah karena waktu zhuhur telah memasuki waktu yang panas.

حِينَ تَدْحَضُ الشَّمْسُ maksudnya ketika matahari condong dari tengah langit. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ (ketika matahari condong). Kalimat tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah melaksanakan shalat Zhuhur tepat pada waktunya. Hal itu tidak bertentangan dengan perintah untuk menunda shalat Zhuhur pada hari yang sangat panas. Karena dimungkinkan bahwa hal tersebut beliau lakukan pada waktu musim dingin, atau sebelum adanya perintah menunda shalat sampai panas matahari berkurang, atau mungkin juga ketika tidak adanya syarat-syarat ibrad (menunda waktu shalat Zhuhur sampai panas berkurang) karena perintah ibrad adalah khusus pada hari yang sangat panas.

Atau mungkin juga hal itu beliau lakukan untuk menjelaskan kebolehannya. Terkadang lahiriah hadits tersebut dijadikan pegangan oleh mereka yang berpendapat bahwa keutamaan awal waktu tidak dapat dicapai kecuali dengan mengerjakan apa yang hams dikerjakan terlebih dahulu, seperti thaharah (bersuci), menutup aurat dan lainnya sebelum masuk waktu shalat. Namun makna yang nampak secara lahiriah adalah taqrib (mendekatkan diri kepada Allah), maka keutamaan tersebut dapat diraih oleh orang yang tidak menyibukkan diri dengan selain hal-hal yang berhubungan dengan shalat ketika masuk waktunya.

إِلَى رَحْلِهِ maksudanya إِلَى مَسْكَنِهِ (ke rumahnya atau tempat tinggalnya).

وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ maksudnya matahari terlihat putih bersih. lbnu Zain bin Al Manayyar berkata, “Yang dimaksud dengan hayatu asy-syams adalah kekuatan pengaruh panas, sinar dan pancarannya. Yang demikian itu hanya akan kita dapatkan ketika bayang-bayang suatu benda sama dengan dua kali panjangnya.” Disebutkan dalam kitab Sunan Abu Daud dengan sanad shahih dari Abu Khaitsmah, salah seorang tabi’in mengatakan bahwa yang dimaksud hayataha adalah kita mendapatkan panasnya (matahari).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 315-316 – Kitab Haid

أَنْ يُؤَخِّرَ مِنْ الْعِشَاءِ (mengakhirkan dari Isya) artinya mengakhirkan dari waktu Isya’. Ibnu Daqiq Al Id berkata, “Ini adalah dalil yang menerangkan tentang sunahnya mengakhirkan sedikit pelaksanaan shalat, karena مِنْ di sini menunjukkan tab’idh (bagian). Namun hal ini ditanggapi, bahwa tab’idh di sini berarti mutlak, dan tidak berarti sedikit atau banyak. Keterangan lebih lanjut akan dijelaskan pada bah tentang waktu Isya dari hadits Jabir bahwa diakhirkannya shalat tersebut adalah untuk menunggu para jamaah agar mereka dapat melaksanakan shalat berjamaah.”

الَّتِي تَدْعُونَهَا الْعَتَمَةَ (yang kalian sebut dengan shalat Atamah) Dalam hal ini mengisyaratkan tidak disukainya penamaan tersebut. Pembahasan lebih rinci akan dibicarakan pada bah tersendiri. Ath-Thaibi berkata, “Mungkin disebutkannya Zhuhur dan Isya · tanpa yang lainnya adalah untuk menekankan akan perhatian terhadap keduanya. Maka dinamakannya Zhuhur dengan Al Ula menunjukkan didahulukannya Zhuhur dan Isya dengan ‘atamah adalah menunjukkan diakhirkannya. Adapun tidak disukainya tidur sebelum shalat Isya akan disebutkan dalam bah tersendiri.

وَكَانَ يَنْفَتِلُ artinya bubar dari shalat, atau menoleh ke arah makmum.

مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ (shalat pagi), yaitu shalat Shubuh.

حِينَ يَعْرِفُ الرَّجُلُ جَلِيسَهُ (ketika seseorang mengetahui orang yang ada di sampingnya) Telah dijelaskan perbedaan para perawi tentang lafazh hadits. Hal ini dijadikan dalil untuk menyegerakan shalat Shubuh, karena seseorang mulai mengetahui wajah orang yang ada di sampingnya adalah di akhir kegelapan, dan telah dijelaskan bahwa hal itu ketika selesai shalat. Telah diketahui bahwa kebiasaan Rasulullah adalah membaca ayat Al Qur’an denga tartil dan melaksanakan semua rukun shalat dengan sempurna. Hal itu menunjukkan bahwa beliau melaksanakan shalat pada waktu hari masih gelap. Az-Zain bin Manayyar mendakwakan bahwa hal itu telah menyalahi hadits Aisyah, dimana dia mengatakan, لَا يُعْرَفْنَ مِنْ الْغَلَسِ (mereka tidak mengetahui (temannya) karena gelap). Namun pendapat ini dapat dijawab, bahwa perbedaan kedua hadits tersebut sangat jelas, karena hadits Abu Barzah berkaitan dengan pengetahuan seseorang yang mukanya tidak tertutup dan duduk di samping orang yang shalat, dan hal ini sangat mungkin. Sedangkan hadits Aisyah berkaitan dengan orang yang mukanya ditutupi dan berada di posisi yang agak jauh, maka hal ini tidak mungkin untuk diketahui.

وَيَقْرَأُ (dan membaca) Artinya di waktu Subuh بِالسِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ (60 ayat sampai 100 ayat). Dalam riwayat Thabrani, diperkirakan bahwa yang dibacanya adalah seperti Surah Al Haqqah dan semacamnya. Dalam bab tentang “waktu Zhuhur” disebutkan, مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ (antara 60 sampai 100 ayat).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 76 – Kitab Ilmu

إِلَى بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ (kepada Bani Amru bin Auj) yaitu di Quba’ karena itu adalah tempat tinggal mereka. Nampaknya maksud Imam Bukhari menyebutkan riwayat tersebut di tempat ini adalah untuk menerangkan bahwa perkataan seorang sahabat, كُنَّا نَفْعَلُ كَذَا (kami telah melakukan demikian) adalah disandarkan kepada Nabi SAW, meskipun tidak disebutkan secara jelas bahwa lafazh tersebut dinisbatkan kepada zaman Nabi SAW. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al Hakim. Imam Daruquthni dan Al Khathib mengatakan, bahwa perkataan tersebut adalah mauquf Tapi yang benar, bahwa perkataan tersebut adalah mauquf dari segi lafazh dan marfu‘ dari segi makna. Karena seorang sahabat menyebutkannya sebagai dalil, maka hal itu ia maksudkan pada zaman Nabi SAW.

Ibnu Mubarak telah meriwayatkan hadits ini dari Malik, dia berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْعَصْرَRasulullah SAW shalat Ashar. “(HR. Nasa’i)

Imam Nawawi berkata, “Ulama mengatakan, bahwa tempat tinggal Bani Amru bin ‘Auf kira-kira dua mil dari Madinah. Mereka shalat Ashar di tengah-tengah waktu, karena mereka sibuk bekerja dan bercocok tanam, maka hadits ini menunjukkan bahwa Nabi SAW segera melaksanakan shalat Ashar pada awal waktunya. Adapun dari jalur Zuhri dari Anas disebutkan bahwa seorang mendatangi mereka, sedangkan matahari masih tinggi.”

سَمِعْت أَبَا أُمَامَةَ (saya mendengar Abu Umamah) yaitu As’ad bin Sahal bin Hunaif, dialah paman perawi yang meriwayatkan darinya. Daam kisah tersebut dijelaskan bahwa umar bin Abdul Aziz telah mengakhirkan shalat pada akhir waktunya karena mengikuti orang-orang sebelumnya, sampai Urwah mengingkarinya sehingga ia meninggalkan perbuatan tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan. Namun Urwah telah mengingkari perbuatan Umar bin Abdul Aziz dalam shalat Ashar, bukan Zhuhur, karena waktu Zhuhur tidak ada waktu yang tidak disukai seperti waktu Ashar. Di samping itu hadits tersebut menjadi dalil shalat Ashar adalah di awal waktunya, yaitu ketika habisnya waktu Zhuhur. Untuk itu Abu Umamah ragu tentang shalat Anas, apakah shalat Zhuhur atau Ashar? Hadits tersebut juga menunjukkan tidak adanya pemisah antara kedua waktu tersebut.

Adapun perkataan يَا عَمِّ (wahai pamanku) adalah ungkapan penghormatan, karena dia lebih tua meskipun nasab keduanya bertemu dalam golongan Anshar, tapi dia bukan pamannya yang sebenarnya. Wallahu a ‘lam.

M Resky S