Hadits Shahih Al-Bukhari No. 521-522 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 521-522 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Keutamaan Shalat Ashar” Hadis ini menjelaskan tentang fadilah atau keutamaan salat Ashar. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 376-385.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ قَيْسٍ عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةً يَعْنِي الْبَدْرَ فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا ثُمَّ قَرَأَ { وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ } قَالَ إِسْمَاعِيلُ افْعَلُوا لَا تَفُوتَنَّكُمْ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Al Humaidi] berkata, telah menceritakan kepada kami [Marwan bin Mu’awiyah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Isma’il] dari [Qais] dari [Jarir bin ‘Abdullah] berkata, “Pada suatu malam kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lalu melihat ke arah bulan purnama. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan untuk melaksanakan shalat sebelum terbit matahri dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” Beliau kemudian membaca ayat: ‘(Dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya) ‘ (Qs. Qaaf: 39). Isma’il menyebutkan, “Kerjakanlah dan sekali-kali jangan sampai kalian terlewatkan.”

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Abu Az Zinad] dari [Al A’raj] dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para Malaikat malam dan Malaikat siang silih berganti mendatangi kalian. Dan mereka berkumpul saat shalat Fajar (Subuh) dan ‘Ashar. Kemudian Malaikat yang menjaga kalian naik ke atas hingga Allah Ta’ala bertanya kepada mereka, dan Allah lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya), ‘Dalam keadaan bagaimana kalian tinggalkan hamba-hambaKu? ‘ Para Malaikat menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang mendirikan shalat. Begitu juga saat kami mendatangi mereka, mereka sedang mendirikan shalat’.”

Keterangan Hadis: Maksud bab di atas adalah menerangkan keutamaan shalat Ashar terhadap shalat fardhu lainnya selain shalat shubuh, karena kedua hadits dalam bab ini tidak ada yang jelas-jelas menerangkan tentang shalat Ashar. Kemungkinan yang dimaksud adalah bahwa shalat Ashar mempunyai keutamaan, bukan lebih utama (dari shalat fardhu lainnya).

لَا تُضَامُونَ yakni tidak ada awan yang menghalanginya ketika itu. Diriwayatkan juga dengan harakat fathah pada huruf ta’ yang berarti tidak berdesak-desakan. Masalah ini akan diterangkan dalam kitab “Tauhid.”

فَإِنْ اِسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا (Jika kalian mampu untuk tidak terkalahkan) Di sini terdapat isyarat untuk memutus sebab-sebab yang dapat menafikan kemampuan seperti tidur; sibuk dan melawannya dengan menyiapkan diri.

قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا (Sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya) Imam Muslim menambahkan, yakni Ashar dan Shubuh.

Riwayat Ibnu Marduwaih dari Ismail disebutkan, قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ صَلَاةُ الصُّبْحِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا صَلَاةُ الْعَصْرِ (Sebelum terbit matahari yakni shalat Subuh dan sebelum terbenam matahari yakni shalat Ashar). Ibnu Baththal berkata, “Al Muhallab mengatakan, فَإِنْ اِسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا yakni dalam jamaah. Dua waktu ini dikhususkan karena malaikat-malaikat berkumpul dan amal-amal hamba diangkat ke sisi Allah, supaya tidak terlewatkan keutamaan yang agung ini.”

Saya (Ibnu Hajar) katakan, dalam hal ini dapat diketahui korelasi disebutkannya hadits يَتَعَاقَبُونَ setelah hadits ini. Tapi saya tidak melihat adanya pengkhususan dengan kata “jamaah”, meskipun keutamaan jamaah itu dapat diketahui dari hadits yang lain. Bahkan lahiriah hadits mencakup orang yang shalat Subuh dan Ashar, karena anjuran untuk melakukan keduanya lebih umum daripada melakukannya secara jamaah atau tidak.

يَتَعَاقَبُونَ (bergiliran) Maksudnya satu kelompok datang setelah kelompok yang lain, lalu kelompok pertama kembali setelah kelompok kedua.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 484 – Kitab Shalat

فيكم (kepadamu), maksudnya orang-orang yang shalat atau orang mukmin secara keseluruhan.

مَلَائِكَة (Malaikat) Pendapat yang dinukil Al Qadhi Iyadh dari jumhur ulama mengatakan bahwa malaikat yang dimaksud adalah malaikat penjaga (hafazhah), namun Ibnu Bazizah meragukan hal itu. Imam Al Qurthubi mengatakan, “Menurutku bahwa malaikat yang dimaksud adalah bukan malaikat penjaga, tapi selain mereka.” Pendapat tersebut dikuatkan dengan pernyataan bahwa malaikat penjaga adalah yang memisahkan seorang hamba, dan tidaklah malaikat penjaga pada siang hari berbeda dengan malaikat penjaga pada malam hari. Seandainya mereka adalah malaikat penjaga, maka tidak cukup pertanyaan yang dilontarkan kepada mereka tentang keadaan ketika mereka meninggalkan hamba-hamba Allah yang tercantum dalam kalimat كَيْف تَرَكْتُمْ عِبَادِي

وَيَجْتَمِعُونَ (dan mereka berkumpul) Zaid bin Al Manayyar mengatakan bahwa lafazh التَّعَاقُب berbeda dengan لِاجْتِمَاعِ karena keduanya adalah dua hal yang berbeda.

Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa hal itu adalah yang nampak secara lahiriah. Ibnu Abdil Barr berkata, “Secara lahiriah bahwa malaikat itu ikut hadir dengan hamba-hamba Allah dalam shalat berjamaah. Adapun lafazh tersebut mencakup berjamaah dan lainnya, sebagaimana lafazh التَّعَاقُب terjadi antara dua kelompok dalam jenis dan bukan dalam individu.”

Al Qadhi Iyadh mengatakan, bahwa hikmah berkumpulnya malaikat dalam kedua shalat tersebut merupakan bentuk kasih sayang dan penghormatan Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menjadikan berkumpulnya para malaikat dalam ketaatan hamba-­Nya supaya kesaksian mereka menjadi kesaksian yang paling baik.

Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa hal ini masih mengandung kejanggalan, karena Al Qadhi Iyadh menguatkan bahwa mereka adalah malaikat penjaga. Untuk itu tidak diragukan lagi bahwa malaikat yang naik ke langit adalah mereka yang bersama dan menyaksikan perbuatan hamba-hamba Allah tersebut dalam setiap waktu. Yang lebih baik adalah, dikatakan bahwa kemungkinan hikmah Allah menanyakan mereka pada waktu mereka meninggalkan hamba-hamba Allah adalah bahwa Allah menutupi apa yang mereka kerjakan antara dua waktu tersebut (Ashar dan Subuh), tapi pendapat ini berdasarkan bahwa malaikat tersebut bukan malaikat penjaga. Hal ini mengisyaratkan hadits lain yang berbunyi, (sesungguhnya antara shalat dengan shalat yang lainnya (berikutnya) menjadi pelebur (dosa) antara keduaya). Meskipun demikian, Allah tetap menanyakan setiap kelompok (malaikat) tersebut tentang keadaan (hamba) yang mereka tinggalkan.

ثُمَّ يَعْرُج الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ (Kemudian malaikat yang jaga malam naik ke langit) Sebagian ulama madzhab Hanafi menjadikannya sebagai dalil sunahnya mengakhirkan shalat Ashar agar terjadi naiknya malaikat ketika selesai melaksanakan shalat di akhir siang. Pendapat mereka ditanggapi dengan perkataan bahwa hal itu tidak wajar, sebab dalam hadits tersebut tidak ada keterangan bahwa mereka hanya naik ketika selesai shalat. Bisa juga bahwa malaikat naik waktu siang sedangkan waktu siang masih tersisa, dan malaikat malam berdiam (tetap). Hal itu tidak dapat dibantah dengan kalimat yang menyifati mereka dengan ungkapan “bermalam”, sebagaimana yang termaktub dalam kalimat بَاتُوا فِيكُمْ karena kalimat mabit (bermalam) dibenarkan jika dinisbatkan kepada mereka meskipun mereka memulainya pada sebagian waktu siang.

Dalam hal ini yang ditanyakan hanya malaikat yang bermalam tanpa menanyakan malaikat yang berada pada siang hari, hal itu merupakan ungkapan yang mencukupkan salah satu dari dua hal yang serupa. Seperti firman Allah dalam surah Al A’laa ayat 9, “Berilah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.” Atau, meskipun tidak bermanfaat. Dalam ayat lain pada surah An-Nakhl ayat 81, Allah berfirman, “Pakaian yang memeliharamu dari panas.” Atau dari dingin. Demikian juga lbnu At-Tin dan lainnya mengisyaratkan hal ini. Kemudian dikatakan, bahwa hikmah disebutkannya malam tanpa siang adalah karena waktu malam adalah waktu yang kerap kali terjadi kemaksiatan. Untuk itu, karena mereka tidak melakukan kemaksiatan meskipun faktor yang mendukung untuk melakukan kemaksiatan itu ada, bahkan mereka tetap melakukan ketaatan kepada Allah SWT, maka pada waktu siang hari mereka lebih tidak melakukan kemaksiatan itu. Dengan demikian, bertanya tentang keadaan malam hari itu lebih baik dan mengena daripada bertanya tentang keadaan siang hari, karena waktu siang adalah waktu untuk mencari reputasi dan kemasyhuran.

Pendapat lain mengatakan bahwa hikmah yang terkandung adalah bahwa jika malaikat malam shalat Subuh, maka mereka langsung naik ke langit. Adapun malaikat siang jika shalat Ashar, maka mereka tetap berada sampai akhir siang untuk meneliti perbuatan pada sisa waktu siang hari. Namun pendapat ini dianggap lemah, karena hal itu mengindikasikan bahwa malaikat siang tidak ditanya tentang waktu Ashar, dan ini jelas menyalahi makna Iahiriah hadits sebagaimana yang akan dijelaskan. Kemudian pendapat tersebut juga berdasarkan bahwa malaikat tersebut adalah malaikat penjaga (hafazhah), dan ini masih harus dikaji lagi sebagaimana yang akan kami jelaskan. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka adalah malaikat penjaga pada waktu siang saja, dan mereka senantiasa memperhatikan anak Adam. Sedangkan malaikat malam, mereka naik ke langit dan datang bergiliran. Pendapat ini dikuatkan oleh riwayat Abu Nu’aim dalam pembahasan tentang “shalat” dari jalur Al Aswad bin Yazid An-Nakha’i. Dia mengatakan, bahwa malaikat penjaga malam dan siang saling bertemu pada waktu shalat Subuh dan saling mengucapkan salam. Kemudian malaikat malam naik ke langit dan tinggallah malaikat siang.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 122 – Kitab Ilmu

Pendapat lain mengatakan, bahwa kemungkinan naiknya malaikat tersebut hanya terjadi pada waktu shalat Subuh. Adapun turunnya mereka terjadi pada waktu Subuh dan Ashar, di sinilah terjadinya pergiliran; yaitu kelompok malaikat yang turun pada waktu shalat Ashar dan bermalam, kemudian turun lagi kelompok yang lain pada waktu Subuh, lalu kedua kelompok tersebut berkumpul pada waktu Subuh. Kemudian naiklah kelompok malaikat yang berjaga malam saja, dan kelompok yang turun pada waktu Subuh meneruskan sampai waktu Ashar. Lalu turunlah kelompok lain pada waktu Ashar dan berkumul, tapi tidak ada yang naik ke langit bahkan mereka semua berjaga malam. Kemudian salah satunya naik ke langit. Kondisi ini berlangsung terus-menerus sehingga terlihat bentuk bergiliran (bergantian), meskipun waktu turun itu khusus pada waktu Ashar dan waktu naik itu khusus pada waktu Subuh. Untuk itu, pertanyaan tersebut ditujukan kepada mereka yang menjaga pada malam hari. Wallahu a ‘lam.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa kalimat dalam hadits yang mengatakan, (mereka berkumpul pada shalat Subuh dan shalat Ashar) merupakan suatu keraguan, karena dalam mayoritas riwayat dikatakan bahwa mereka berkumpul pada waktu shalat Subuh. Sebgaimana yang disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim dari jalur Sa’id bin Musayyab dari Abu Hurairah, dimana di tengah-tengah hadits dia mengatakan, (Malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada waktu shalat Subuh), Abu Hurairah berkata, “Jika kamu ingin, bacalah surah Al Isra’ ayat 78 yang berbunyi, وَقُرْآن الْفَجْر إِنَّ قُرْآن الْفَجْر كَانَ مَشْهُودًا (dan dirikanlah shalat Subuh, sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dia berkata, “Disaksikan oleh malaikat malam dan malaikat siang.”

lbnu Marduwaih juga meriwayatkan seperti tersebut dari hadits Abu Darda’ secara marfu‘ lbnu Abdul Barr berkata, “Riwayat ini tidak menolak riwayat yang menyebutkan shalat Ashar, karena tidak disebutkannya shalat Ashar tidak berkonsekuensi tidak berkumpulnya mereka pada waktu tersebut. Sebab, terkadang apa yang tidak disebutkan itu termasuk dalam hukum apa yang disebutkan secara tekstual berdasarkan dalil lain.”

Sebenarnya dalam matan hadits tersebut tidak ada peringkasan, dan inilah jawaban yang mendekati kebenaran. Hadits ini telah diriwayatkan melalui jalur lain yang menerangkan secara jelas tentang pertanyaan kepada kedua kelompok tersebut. Hal itu telah diriwayatkan oleh lbnu Khuzaimah dan Abu Abbas dari Yusuf bin Musa, dari Jarir, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah. Dia mengatakan bahwa, Rasulullah SAW bersabda, (Malaikat ma/am dan malaikat siang telah berkumpul pada waktu shalat Subuh dan shalat Ashar, dan mereka berkumpul pada waktu shalat Ashar, maka malaikat ma/am naik (Ice langit) dan malaikat siang bermalam. Lalu mereka berkumpul pada waktu shalat Ashar, maka malaikat siang naik (Ice langit) dan malaikat malam bermalam, lalu Tuhan mereka bertanya, “Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku yang kamu tinggalkan? “)

Hadits ini telah menghilangkan perbedaan, kemungkinan dan kerancuan dalam masalah ini, dan kemungkinan bahwa kekurangan tersebut berasal dari sebagian perawi hadits.

فَيَسْأَلهُمْ (Allah bertanya kepada mereka) Suatu pendapat mengatakan, bahwa hikmah pertanyaan tersebut adalah meminta malaikat untuk menyaksikan kebaikan anak Adam dan mengatakan sikap lemah lembut terhadap mereka. Demikian itu untuk menampakkan hikmah penciptaan manusia sebagai penyeimbang bagi malaikat yang mengatakan dalam surah Al Baqarah ayat 30, “Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui ‘.” Yakni, telah ada di antara mereka yang bertasbih dan menyucikan Allah seperti kamu sesuai dengan persaksian kamu.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 321 – Kitab Haid

Al Qadhi lyadh berkata, “Pertanyaan ini termasuk bentuk ibadah bagi malaikat sebagaimana mereka telah diperintahkan untuk mencatat perbuatan anak Adam (manusia), dan Allah lebih mengetahui dari semuanya terhadap segala sesuatu.”

كَيْف تَرَكْتُمْ عِبَادِي (bagaimama keadaan hamba-hamba-Ku yang telah kamu tinggalkan) lbnu Abi Jamrah berkata, “Allah bertanya tentang perbuatan yang terakhir, karena setiap perbuatan tergantung akhirannya.” Di samping itu, hamba-hamba yang ditanyakan oleh Allah adalah mereka yang termaktub dalam firman Allah dalam surah Al Israa’ ayat 65 yang berbunyi, إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَك عَلَيْهِمْ سُلْطَان (sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka).

تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ (Kami meninggalkan mereka sedang shalat (Subuh) dan kami mendatangi mereka sedang shalat shalat (Ashar). Jawaban di atas telah menyebutkan kata “meninggalkan” terlebih dahulu daripada “mendatangi”, hal itu untuk menyesuaikan dengan pertanyaan yang diajukan, karena dalam pertanyaan dikatakan, “Bagaimana kamu meninggalkan”. Di samping itu, yang dikabarkan adalah shalat dan perbuatan hamba dengan akhirannya, maka sangat cocok bila setelah itu dikabarkan tentang akhir perbuatan mereka. Adapun ungkapan تَرَكْنَاهُمْ (Kami meninggalkan mereka sedang mereka) secara lahiriah bahwa malaikat telah meninggalkan hamba Allah ketika mereka mulai shalat Ashar, baik telah sempurna atau belum, atau mereka memulai semua atau tidak, karena orang yang menunggu juga termasuk dalam hukum orang yang melaksanakan shalat. Kemungkinan juga bahwa yang dimaksud وَهُمْ يُصَلُّونَ (mereka shalat) adalah mereka menunggu shalat Maghrib. lbnu At-Tin mengatakan, bahwa huruf waw dalam kalimat وَهُمْ يُصَلُّونَ bermakna “hal”, yakni kami telah meninggalkan mereka dalam keadaan ini. Untuk itu kita tidak dapat mengatakan, bahwa para malaikat tidak harus meninggalkan mereka sebelum shalat selesai dan tidak ikut shalat bersama mereka. Padahal riwayat yang ada mengatakan bahwa para malaikat ikut shalat, karena kami mengatakan bahwa malaikat shalat bersama orang yang shalat pada awal waktunya, lalu menyaksikan orang yang shalat setelah itu.

Catatan:

Beberapa ulama tasawuf mengambil dasar dari hadits ini tentang disunahkannya seseorang untuk tetap dalam kondisi suci ketika meninggalkan urusannya, seperti ketika rambutnya dicukur, ketika kukunya dipotong, dan ketika ganti pakaian.

Ibnu Abi Jamrah berkata, “Malaikat menjawab lebih dari yang ditanya, karena mereka tahu bahwa pertanyaan itu menuntut untuk berbuat lembut kepada manusia.”

Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa dalam Shahih lbnu Khuzaimah dari jalur Al A’masy, dari Abu shalih, dari Abu Hurairah dikatakan dalam akhir haditsnya, (maka Aku akan mengampuninya pada hari Kiamat). Dia katakan, “Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa shalat adalah ibadah yang paling tinggi. Untuk itu tanya jawab tersebut adalah tentang shalat. Di samping itu, hadits tersebut mengisyaratkan keagungan dua shalat tersebut (Ashar dan Subuh), karena dua kelompok malaikat berkumpul pada dua waktu shalat tersebut. Sedangkan dalam waktu shalat yang lainnya hanya ada satu kelompok saja. Hal itu menunjukkan kemuliaan kedua waktu itu.”

Ada pula hadits yang menerangkan bahwa rezeki dibagikan setelah shalat Subuh, sedangkan amal perbuatan itu diangkat di penghujung siang. Barangsiapa waktu itu berada dalam ketaatan, maka rezeki dan amalnya akan mendapat barakah.

Hikrnah yang dapat kita ambil dari hadits tersebut:

1. Perintah menjaga dan memperhatikan kedua waktu shalat tersebut.

2. Kemuliaan umat ini terhadap yang lain.

3. Kemuliaan nabinya terhadap yang lain.

4. Berita tentang alam gaib yang akan menambah keimanan.

5. Kabar tentang keadaan kita, sehingga kita lebih yakin dan menjaga perintah, larangan serta kegembiraan kita dalam waktu ini karena datangnya utusan Allah dan pertanyaan Allah kepada mereka tentang kita.

M Resky S