Hadits Shahih Al-Bukhari No. 572 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 572 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Iqamah Satu Kali Kecuali lafazh (Qad qaamati Ash-sholaah)” Hadis dari Anas ini menjelaskan bahwa Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 20-23.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُمِرَ بِلَالٌ أَنْ يَشْفَعَ الْأَذَانَ وَأَنْ يُوتِرَ الْإِقَامَةَ قَالَ إِسْمَاعِيلُ فَذَكَرْتُ لِأَيُّوبَ فَقَالَ إِلَّا الْإِقَامَةَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Ali bin ‘Abdullah] telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Ibrahim] telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Abu Qilabah] dari [Anas bin Malik] berkata, “Bilal diperintahkan untuk mengumandangkan kalimat adzan dengan genap (dua kali dua kali) dan mengganjilkan iqamat.” [Isma’il] berkata, “Aku sampaikan masalah ini kepada [Ayyub], lalu ia berkata, ‘Kecuali kalimat iqamat ‘Qad qaamatish shalah (shalat telah dikumandangkan)’.”

Keterangan Hadis: Ibnu Al Manayyar berkata, “Imam Bukhari tidak memberi judul bab dengan lafazh yang terdapat pada hadits, dimana ia menggunakan kata wahidah (satu kali) sebagai ganti kata witr (ganjil). Hal itu karena lafazh witr (ganjil) tidak khusus menunjukkan jumlah satu kali. Oleh sebab itu, beliau meninggalkan lafazh yang bermakna ganda (musytarak) kepada lafazh yang bermakna tunggal (ghairu musytarak).”

Saya (Ibnu Hajar) katakan, hanya saja Imam Bukhari tidak mengatakan “satu kali-satu kali”. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikannya dengan lafazh riwayat yang menjelaskan hal ini. Riwayat yang dimaksud dinukil oleh Ibnu Hibban dari hadits Ibnu Umar yang telah saya sebutkan dalam bab terdahulu, dimana lafazhnya adalah, (Adzan dua kali-dua kali dan qamat satu kali). Imam Daruquthni juga meriwayatkan dan menganggapnya sebagai hadits hasan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Mahdzurah, (Dan beliau SAW memerintahkannya untuk qamat dengan satu kali-satu kali).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 160 – Kitab Wudhu

(Kecuali lafazh قَدْ قَامَتْ الصَّلَاة Ini adalah lafazh yang dinukil dalam riwayat Ma’mar dari Ayyub, seperti yang lelah dijelaskan. AI Ismaili mengatakan bahwa penyebutan hadits Simak bin Athiyah dalam bab ini adalah lebih tepat daripada hadits Ibnu Aliyah. Namun kritikan ini dapat ditanggapi dengan mengatakan bahwa Imam Bukhari bermaksud membantah sebagian orang yang menduga bahwa lafazh tersebut hanya sampai kepada Ayyub, sebab Imam Bukhari menyebutkannya sebagai dalil. Apabila menurut beliau lafazh tersebut tidak berasal dari Nabi SAW, maka beliau tidak akan mengemukakannya sebagai dalil.

فَذَكَرْت (aku menyebutkan) Demikian yang terdapat dalam kebanyakan riwayat, yakni tanpa menyebutkan objek kalimat. Sementara dalam riwayat Al Kasymihani dan Al Ashili disebutkan, فَذَكَرْته (aku menyebutkannya), yakni hadits Khalid.

Hadits ini merupakan bantahan bagi mereka yang berpendapat bahwa lafazh qamat diucapkan dua kali-dua kali, sama seperti adzan. Tapi sebagian ulama mazhab Hanafi memberi penjelasan bahwa hadits itu telah mansukh (hukumnya dihapus), dimana pada awalnya lafazh qamat diucapkan satu kali-satu kali. Kemudian hukurn tersebut dihapus (mansukh) dengan hadits Abu Mahdzurah, yakni hadits yang dinukil oleh para penulis kitab Sunan yang menyebutkan bahwa lafazh dalam qamat diucapkan dua kali-dua kali. Apabila ditinjau dari segi waktu, maka hadits Anas (yang disebutkan Imam Bukhari pada bah ini) lebih dulu daripada hadits Abu Mahdzurah, sehingga hadits Abu Mahdzurah telah menghapus hukum yang ada pada hadits Anas.

Penjelasan mereka ini ditanggapi dengan mengatakan bahwa dalam sebagian jalur periwayatan hadits Abu Mahdzurah terdapat keterangan tentang tarbi‘ dan tarji[1], maka konsekuensinya mereka harus berpendapat demikian saat adzan.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 561 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Sementara itu Imam Ahmad mengingkari pendapat yang mengatakan bahwa hadits Abu Mahdzurah menghapus hukum yang ada dalam hadis Anas. Hal ini berdasarkan riwayat yang rnengatakan bahwa ketika Nabi SAW kembali dari penaklukan kota Makkah ke Madinah, beliau SAW tetap menetapkan perbuatan Bilal yang rnelakukan qamat dengan satu kali-satu kali. Kemudian hal itu beliau ajarkan kepada Sa’ad bin Al Qurzh, dan ia pun menyerukan adzan dengan cara demikian sepeninggal Bilal, sebagaimana yang dinukil oleh Ad-Daruquthni dan Al Hakim.

Ibnu Abdul Barr berkata, “Imam Ahmad, lshaq, Daud dan Ibnu Jarir berpendapat bahwa hal ini termasuk perbedaan yang diperbolehkan. Karena mengucapkan takbir di awal adzan sebanyak empat kali atau dua kali, mengucapkan dua kalimat syahadat empat kali atau dua kali, mengucapkan qamat dua kali-dua kali atau mengucapkan keseluruhan qamat satu kali, atau mengecualikan ucapan qad qaamat ash-shalaah, semua itu diperbolehkan.

Ibnu Khuzaimah meriwayatkan bahwa apabila seseorang mengucapkan takbir di awal adzan empat kali lalu rnengucapkan kalimat syahadat empat kali, maka ia harus melakukannya dalam qamat dua kali-dua kali. Namun apabila adzannya tidak demikian, maka ia harus melakukan qamat satu kali-satu kali. Tapi dikatakan bahwa tidak ada satu pun ulama yang berpendapat demikian sebelumnya, wallahu a’lam.”

Pelajaran yang dapat diambil:

1. Ada pendapat yang mengatakan, mengapa setiap lafazh adzan diucapkan dua kali-dua kali sedangkan qamat hanya satu kali. Hal itu karena fungsi adzan adalah untuk menyeru mereka yang tidak ada di tempat, sehingga perlu pengulangan agar dapat sampai kepada mereka, berbeda dengan qamat yang ditujukan bagi orang-orang yang telah hadir untuk shalat. Dari sini, maka dalam menyerukan adzan disunnahkan berada di tempat yang agak tinggi, berbeda dengan qamat. Di samping itu, dianjurkan pula agar suara adzan lebih keras daripada suara qarnat. Selanjutnya adzan hendaknya dilakukan dengan tartil (perlahan) sedangkan qamat dilakukan dengan cepat.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 519 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Adapun diulanginya kalimat “qad qaamat ash-shalaah” pada saat qamat, adalah karena lafazh ini yang menjadi maksud dari qamat itu sendiri. Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa ini merupakan penjelasan yang cukup baik.

Adapun pendapat Al Khaththabi yang mengatakan bahwa menyamakan adzan dan qamat akan menimbulkan kesamaran antara keduanya yang dapat mengakibatkan luputnya shalat jamaah itu perlu diteliti kembali, sebab dalam menyerukan adzan dianjurkan untuk dilakukan di tempat yang agak tinggi agar orang-orang dapat mengengarkannya seperti yang telah diterangkan. Adapun mengenai takbir dua kali saat qamat juga telah diterangkan, sedangkan hikmah pengulangan kalimat syahadat hingga empat kali dapat dipetik dari penjelasan di atas. Adapun dikhususkannya kalimat tasyahud dalam adzan adalah karena lafazh tersebut merupakan lafazh yang paling agung di antara lafazh-lafazh adzan. Wallahu a’lam.


[1] Tarbi‘ adalah mengucapkan takbir empat kali di awal) adzan, sedangkan tarji. adalah mengucapkan dua kalimat syahadat sebanyak empat kali pada saat adzan -pcnerj.

M Resky S