Hadits Shahih Al-Bukhari No. 580 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 580 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Doa Ketika Adzan” Hadis dari Abu Hurairah ini menjelaskan bahwa jika manusia mengetahui pahala yang diberikan kepada muadazin maka pastilah mereka berlomba-lomba bahkan sampai mengundi untuk mendapatkan posisi itu. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 54-58.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Sumayya] mantan budak Abu Bakar, dari [Shalih] dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seandainya manusia mengetahui apa (kebaikan) yang terdapat pada adzan dan shaf awal, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, niscaya mereka akan melakukannya. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat dalam bersegera (menuju shalat), niscaya mereka akan berlomba-lomba. Dan seandainya mereka mengetahui kebaikan yang terdapat pada shalat ‘Isya dan Shubuh, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak.”

Keterangan Hadis: Disebutkan bahwasanya suatu kaum berselisih dalam adzan (menentukan siapa yang menjadi muadzin), maka Sa’ad mengundi di antara mereka.

Dalam judul aslinya disebutkan (bah undian untuk adzan). Makna Al lstihaam adalah Al iqtira‘ (undian). Penggunaan kata tersebut dengan makna “undian” diantaranya terdapat dalam surah Ash-Shaaffaat ayat 141 yang berbunyi (Kemudian ia ikut berundi, lalu ia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian).

Al Khaththabi dan lainnya mengatakan bahwa undian dinamakan Al lstiham (panahan), karena mereka biasa menulis nama­-nama mereka di atas anak panah jika terjadi perselisihan tentang sesuatu. Maka barangsiapa yang anak panahnya keluar, dialah yang menang.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 304-305 – Kitab Haid

(dan disebutkan bahwa suatu kaum berselisih) Riwayat ini telah disebutkan oleh Sa’id bin Manshur dan Al Baihaqi melalui Abu Ubaid dari Husyaim dari Abdullah bin Syubrumah, dia berkata, (Manusia saling berebut untuk adzan di Al Qadisiyah, lalu mereka mengadukan hal itu kepada Sa id bin Abi Waqqash, maka ia pun mengundi mereka). Namun sanad riwayat ini munqathi‘ (terputus). Adapun sanadnya yang maushul (tidak terputus) disebutkan oleh Saif bin Umar[1] dalam kitab Al Futuh, dan Ath­Thabari melalui jalurnya dari Saif dari Abdullah bin Syubrumah dari Syaqiq -yakni Abu Wa’il- dia berkata, (Kami melakukan penyerangan ke Al Qadisiyah di awal siang, lalu kami pun mundur sementara muadzdzin terbunuh) Lalu disebutkan seperti di atas disertai tambahan, (Lalu salah seorang di antara mereka memenangkan undian dan ia pun adzan).

Catatan: Al Qadisiyah adalah tempat yang terkenal di Irak. Nama ini dinisbatkan kepada seorang laki-laki yang bernama Al Qadis, yang pernah bermukim di sana.

Al Jauhari menyebutkan bahwa Ibrahim alaihissalam telah menyucikan tempat tersebut, sehingga menjadi tempat persinggahan bagi orang yang akan menunaikan ibadah haji. Di tempat ini terjadi perang yang sangat terkenal antara kaum muslimin dengan bangsa Persia, pada masa pemerintahan Umar tahun ke-15 H. Sementara Sa’ad pada waktu itu menjadi panglima perang mereka.

وَالصَّفّ الْأَوَّل (dan shaf pertama) Abu Asy-Syaikh memberi tambahan dalam riwayatnya melalui jalur Al A’raj dari Abu Hurairah, مِنْ الْخَيْر وَالْبَرَكَة (Berupa kebaikan dan berkah). Ath-Thaibi berkata, “Objek kalimat ini tidak disebutkan, hal itu untuk memberi gambaran yang mendalam karena tidak dapat digambarkan atau diungkapkan dengan kata-kata. Tapi sesungguhnya yang tidak dijelaskan itu hanyalah kadar keutamaan, karena jenis keutamaan itu sendiri telah dijelaskan dalam riwayat lain, yakni kebaikan dan berkah.”

إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا (kecuali dengan mengundi) Yakni mereka tidak mendapatkan satu  sisi pun yang dapat mengunggulkan salah seorang di antara mereka. Adapun pada adzan, mungkin mereka memiliki kesamaan dalam hal pengetahuan akan masuknya waktu serta suara yang bagus dan hal-hal lain yang merupakan syarat-syarat adzan maupun kesempurnaannya. Sedangkan pada shaf pertama, mungkin mereka datang secara bersamaan serta tidak ada perbedaan dalam hal keutamaan. Oleh sebab itu diadakan undian di antara mereka, apabila tidak ada yang mau mengalah dalam kedua hal tersebut.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 207-208 – Kitab Wudhu

Sebagian ulama menjadikan riwayat ini sebagai dalil bahwa muadzdzin hanya satu orang. Namun riwayat tersebut tidak jelas dalam mengindikasikan hal ini, karena bisa saja orang yang memenangkan undian lebih dari satu orang. Di samping itu, undian untuk menentukan muadzdzin adalah termasuk penunjukan dari Imam karena keistimewaan yang ada padanya.

Kemudian sebagian ulama mengklaim bahwa yang dimaksud adalah saling melempar panah satu sama lain, dan hadits tersebut menggunakan gaya bahasa mubalaghah. Lalu mereka memperkuat pandangan ini dengan hadits yang berbunyi, لَتَجَالَدُوا عَلَيْهِ بِالسُّيُوفِ (Niscaya mereka akan saling menebas dengan pedang).” Akan tetapi apa yang dipahami Imam Bukhari lebih tepat. Oleh sebab itu, beliau mendukungnya dengan kisah Sa’ad, dan hal ini diindikasikan pula oleh riwayat Imam Muslim, لَكَانَتْ قُرْعَةً (Niscaya dilakukan undian).

عَلَيْهِ (kepadanya) Yakni kepada apa yang telah disebutkan. Ini mencakup dua hal; adzan dan shaf pertama. Dengan demikian, terjadi keserasian dengan judul bab yang disebutkan oleh Imam Bukhari. Akan tetapi Ibnu Abdul Barr berkata, “Kata ganti ‘nya’ kembali kepada shaf pertama dan tidak mencakup adzan. Itulah yang seharusnya apabila ditinjau dari konteks kalimat, sebab kata ganti biasanya kembali kepada kata yang paling dekat dengannya.” Namun Al Qurthubi membantah hal ini dengan mengatakan, “Bila demikian, maka posisi adzan menjadi sia-sia tanpa faidah.” Lalu dia melanjutkan, “Kata ganti tersebut kembali kepada makna kalimat terdahulu, hal ini sama seperti firman Allah SWT dalam surah Al Furqaan ayat 68 yang berbunyi, وَمَنْ يَفْعَل ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (Dan barangsiapa melakukan yang demikian itu, niscaya ia akan mendapatkan (pembalasan) dosa[nya]). Yakni, semua yang disebutkan terdahulu.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 50 – Kitab Iman

Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa Abdurrazzaq telah meriwayatkan dari Malik dengan lafazh, (Niscaya mereka akan melakukan undian untuk mendapatkan keduanya). Riwayat ini dengan tegas menyatakan maksud riwayat sebelumnya tanpa membutuhkan penjelasan yang terkesan dipaksakan.

التَّهْجِير (tahjir). Yakni segera melaksanakan shalat. Al Harawi berkata, “Khalil dan selainnya memahami sebagaimana makna lahiriahnya, dimana mereka mengatakan bahwa, maksudnya adalah datang untuk shalat Zhuhur di awal waktunya.” Hal itu karena lafazh tahjir berasal dari kata “hajirah” yang bermakna panas yang menyengat di tengah hari, dan ini merupakan awal waktu shalat Zhuhur. Pandangan inilah yang menjadi kecenderungan Imam Bukhari sebagaimana yang akan disebutkan. Namun hal ini tidak bisa dipertentangkan dengan perintah mengakhirkan pelaksanaan shalat Zhuhur hingga cuaca terasa dingin, karena perintah ini dalam konteks Ar-Rifq (kasih sayang). Adapun orang yang rela meninggalkan waktu tidur siang dan pergi ke masjid untuk menunggu shalat, maka cukup jelas keutamaan yang didapatkannya.

لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ (niscaya mereka akan berlomba-lomba kepadanya). Ibnu Abu Jamrah berkata, “Berlomba-lomba di sini dipahami dalam arti maknawi bukan indrawi, sebab berlomba-lomba dalam arti indrawi mengharuskan sikap terburu-buru dalam berjalan. Sementara pergi shalat dengan cara demikian termasuk hal yang dilarang.”

Pembicaraan selanjutnya mengenai hadits ini akan disebutkan pada bab ”Keutamaan shalat Isya secara berjamaah”. Adapun penjelasan tentang maksud shaf pertama akan dijelaskan di bagian akhir masalah Imamah (Imam shalat), insya Allah.


[1] Pada salah satu naskah disebutkan “Saifbin Abi Umar”

M Resky S