Hadits Shahih Al-Bukhari No. 644 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 644 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Apabila Mereka Sama Dalam Hal Bacaan maka yang Menjadi Imam Adalah yang Paling Tua di Antara Mereka” Hadis ini menceritakan tentang Malik bin Al Huwairits bersama rombongannya yang tinggal bersama Nabi saw selama dua puluh malam. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 267-273.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ قَالَ قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ فَلَبِثْنَا عِنْدَهُ نَحْوًا مِنْ عِشْرِينَ لَيْلَةً وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا فَقَالَ لَوْ رَجَعْتُمْ إِلَى بِلَادِكُمْ فَعَلَّمْتُمُوهُمْ مُرُوهُمْ فَلْيُصَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا وَصَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا وَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ayyub] dari [Abu Qilabah] dari [Malik bin Al Huwairits] berkata, “Kami pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, saat itu kami adalah para pemuda dan kami tinggal bersama beliau selama dua puluh malam. Kami dapati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang sangat penyayang. Beliau bersabda kepada kami: “Jika kalian kembali kepada ke negeri kalian, maka ajarilah mereka, dan perintahkanlah mereka shalat ini pada waktu begini, shalat ini pada waktu begini. Dan apabila telah datang waktu shalat, maka hendaklah seseorang dari kalian adzan dan hendaklah yang mengimami shalat adalah yang paling tua di antara kalian.”

Keterangan Hadis: (Bab apabila mereka sama dalam hal bacaan maka yang menjadi imam adalah yang paling tua di antara mereka) Judul bah ini dan keterangan tambahan yang akan kami jelaskan pada sebagian jalur periwayatan hadits di atas diambil dari hadits yang dikutip oleh Imam Muslim melalui riwayat Abu Mas’ud AI Anshari dari Nabi SAW, (Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya terhadap Kitabullah (Al Qur’an). Apabila bacaan mereka sama, maka hendaklah yang mengimami mereka adalah yang paling dahulu hijrah di antara mereka. Apabila mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang mengimami mereka yang paling tua usianya di antara mereka). Adapun sanad hadits ini terfokus pada Ismail bin Raja’ dari Aus bin Dham’aj, dimana keduanya tidak memenuhi kriteria perawi Shahih Bukhari.

Ibnu Abi Hatim menukil dalam kitab Al Ilal dari bapaknya bahwa Syu’bah memilih sikap tawaqquf (tidak berkomentar) tentang keorisinilan hadits ini. Akan tetapi secara global hadits tersebut bisa dijadikan sebagai hujjah dalam pandangan Imam Bukhari. Bahkan dia telah menyebutkan sebagian hadits tersebut dalam bentuk ta ‘liq (riwayat tanpa sanad lengkap ), disertai lafazh yang mengindikasikan bahwa riwayat itu shahih menurut pendapatnya. Adapun di tempat ini Imam Bukhari menggunakannya sebagai judul bah, lalu menyebutkan di bawahnya hadits yang semakna dengannya, yaitu had.its Malik bin Al Huwairits. Hanya saja tidak ada keterangan tegas tentang persamaan mereka dalam hal bacaan. Untuk itu Ibnu Al Manayyar serta ulama lainnya menyimpulkan bahwa persamaan mereka adalah dalam hal hijrah, menetap di sisi Nabi SAW, tujuan melakukan hal itu, pemahaman dalam usia yang sebaya, serta perintah atas mereka untuk mengajari orang-orang yang ditinggalkan tanpa dikhususkan pada sebagian mereka. Semuanya menunjukkan adanya persamaan mereka dalam hal bacaan serta pemahaman terhadap agama.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 545 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Saya (Ibnu Hajar) katakan, bahwa pernyataan tegas mengenai hal itu telah disebutkan dalam riwayat Abu Daud melalui jalur Maslamah bin Muhammad dari Khalid Al Hadzdza dari Abu Qilabah sehubungan dengan hadits ini. Ia berkata, (Dan kami saat itu setaraf dalam hal ilmu). Namun saya mengira bahwa dalam riwayat ini terdapat idraj (perkataan perawi yang disisipkan pada hadits), karena Ibnu Khuzaimah telab meriwayatkan dari jalur Ismail bin Aliyah dari Khalid, (Aku berkata kepada Abu Qilabah, “Lalu di mana faktor bacaan?” Dia berkata, “Sesungguhnya keduanya setaraf dalam hal tersebut.”).

Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Hafsh bin Ghiyats dari Khalid Al Hadzdza, yang menyebutkan, “Al Hadzdza berkata, ‘Keduanya setaraf dalam hal bacaan’.” Kemungkinan landasan Abu Qilabab dalam hal ini adalah pemberitahuan dari Malik bin AI Huwairits itu sendiri, sebagaimana landasan Al Hadzdza adalah pemberitahuan dari Abu Qilabah. Maka, sepantasnya idraj di sini terjadi pada sanad. Wallahu a’lam.

Catatan: Ada pendapat yang mengatakan bahwa makna lafazh hadits Ibnu Mas’ud yang berbunyi (Yang paling baik bacaannya di antara mereka) adalah yang lebih dalam pemahaman nya tentang agama, namun ada pula yang memahaminya sebagaimana makna lahiriah nya. Atas dasar inilah maka terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama.

Imam An-Nawawi berkata, “Para ulama dalam madzhab kami mengatakan bahwa orang yang lebih dalam pemahaman nya lebih diutamakan daripada orang yang lebih baik bacaannya, karena bacaan yang dibutuhkan dalam shalat telah ditentukan, sementara pemahaman dalam masalah fikih tidak demikian. Kadangkala waktu shalat terjadi hal-hal yang solusinya hanya dapat diketahui oleh mereka yang memiliki pemahaman mendalam tentang hukum-hukum Islam. Oleh sebab itu, Nabi SAW lebih mengedepankan Abu Bakar untuk menjadi imam, padahal beliau telah menyatakan secara tekstual bahwa orang selainnya lebih baik bacaannya.” Sepertinya yang dimaksud oleh An­ Nawawi adalah hadits yang berbunyi, “Yang paling baik hafalan nya di antara kalian adalah Ubay”. Dia mengatakan, “Lalu para ulama mengatakan bahwa orang yang paling baik bacaannya di antara sahabat, dialah yang paling baik pemahaman nya tentang hukum.”

Saya (Ibnu Hajar) katakan, jawaban ini berkonsekuensi bahwa sahabat yang dinyatakan Nabi SAW lebih baik bacaannya berarti lebih baik pemahaman nya daripada Abu Bakar, maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menyatakan bahwa Abu Bakar diutamakan oleh Nabi SAW karena lebih baik pemahaman nya dari pada yang lain.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 326 – Kitab Tayammum

Kemudian Imam An-Nawawi berkata, “Sesungguhnya sabda beliau dalam hadits Ibnu Mas’ud, ‘Apabila mereka sama dalam hal bacaan, maka diutamakan yang paling mengetahui tentang Sunnah. Apabila mereka sama dalam hal pengetahuan tentang Sunnah, maka diutamakan yang terlebih dahulu hijrah ‘, menunjukkan bahwa yang lebih baik bacaannya itulah yang harus diutamakan.” Riwayat ini dinukil pula oleh Imam Muslim melalui jalur lain dari Ismail bin Raja’. Namun mengedepankan orang yang lebih baik bacaannya hanya berlaku apabila orang itu mengetahui masalah yang berhubungan dengan shalat yang harus diketahui. Adapun apabila ia tidak mengetahuinya, maka tidak boleh dikedepankan menurut kesepakatan ulama, karena orang-orang yang hidup di zaman itu mengetahui makna-makna Al Qur’an sebab bahasa Al Qur’an adalah bahasa mereka. Maka, orang yang paling baik bacaannya di antara mereka -bahkan yang dapat membaca saja- pemahaman nya tentang agama lebih mendalam daripada sejumlah ulama yang hidup sesudah mereka.

نَحْوًا مِنْ عِشْرِينَ (sekitar dua puluh) Dalam riwayat Ibnu Aliyah disebutkan, فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً (Maka kami tinggal di sisinya selama dua puluh malam), yang dimaksud adalah siangnya juga. Hal ini telah dinyatakan secara tegas dalam riwayat Abdul Wahab dari Ayyub.

رَحِيمًا فَقَالَ لَوْ رَجَعْتُمْ (beliau seorang yang penyayang, maka beliau bersabda, “Seandainya kalian pulang.”) Dalam riwayat Ibnu Aliyah dan Abdul Wahab disebutkan, “Seorang yang penyayang lagi lembut. Beliau menduga bahwa kami telah rindu kepada keluarga kami. Beliau bertanya kepada kami tentang orang-orang yang kami tinggalkan. Lalu kami pun mengabarkan kepadanya, maka beliau bersabda, اِرْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ (Kembalilah kepada keluarga kalian, tinggallah di antara mereka dan ajarilah mereka).”

Kedua versi ini dapat dikompromikan, dimana pada pertama kali Nabi SAW mengatakan hal itu dalam bentuk saran berdasarkan sabdanya, لَوْ رَجَعْتُمْ (Seandainya kalian pulang). Sebab bila sejak awal beliau SAW memerintahkan mereka untuk kembali, niscaya akan menimbulkan kesan pengusiran. Lalu kemungkinan mereka merespon saran Nabi SAW, maka beliau kemudian bersabda, اِرْجِعُوا (Kembalilah…). Adapun sikap sahabat yang hanya menyebutkan bahwa faktor kepulangan mereka adalah rasa rindu terhadap keluarga tanpa menyertakan faktor lain, yakni mengajari orang-orang yang ditinggalkan, adalah dimungkinkan karena adanya hal-hal tertentu yang berindikasi ke arah itu. Mungkin beliau mengetahuinya berdasarkan pernyataan beliau SAW, meskipun sesungguhnya faktor ta’lim (mengajari orang-orang yang ditinggalkan -penerj.) lebih mulia bagi mereka, akan tetapi beliau mengabarkan kenyataan yang ada tanpa menghiasinya dengan hal-hal yang tidak ada pada diri mereka. Namun karena niat mereka benar dan sungguh-sungguh, maka kerinduan terhadap keluarga itu akhirnya bertemu dengan hak mengajarkan agama kepada mereka, yang merupakan kedudukan yang mulia dalam agama, seperti dikatakan Imam Ahmad dalam pembahasan tentang Al Hirsh Ala Thalabil Hadits (Kemauan yang kuat untuk mencari hadits).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 35 - Kitab Iman

وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَركُمْ (dan hendaklah yang paling tua di antara kalian menjadi imam) Secara lahiriah orang yang lebih tua harus diutamakan, baik perbedaan usia tersebut cukup jauh atau hanya selisih sedikit. Adapun orang yang mengatakan bisa saja maksud daripada lafazh أَكْبَركُمْ (yang lebih besar di antara kamu) mencakup usia atau kedudukan, seperti lebih baik pemahaman nya tentang hukum dan bacaannya, sesungguhnya ini merupakan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran. Adapun berdasarkan keterangan yang berupa pemahaman perawi hadits, dimana ia berkata kepada tabi’in, “Lalu di mana faktor bacaan?” Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah lebih tua usianya.

Demikian pula halnya klaim yang menyatakan bahwa sabda beliau SAW, وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَركُمْ (Hendaklah mengimami kalian orang yang lebih tua di antara kalian) bertentangan dengan sabdanya, يَؤُمّ الْقَوْم أَقْرَؤُهُمْ (Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya di antara mereka), karena riwayat pertama mengutamakan yang lebih tua daripada yang baik bacaannya, sementara riwayat kedua sebaliknya. Mereka hendak keluar dari persoalan ini dengan mengatakan, “Kisah Malik bin Al Huwairits adalah kejadian yang bersifat pribadi sehingga mungkin diberi makna yang lain, berbeda dengan hadits yang satunya, yang lebih bersifat penetapan suatu kaidah sehingga berlaku secara umum.” Mereka menambahkan, “Maka ada kemungkinan orang yang paling tua di antara rombongan Malik bin Al Huwairits adalah yang paling baik bacaannya di antara mereka” Akan tetapi pernyataan bahwa taraf keilmuan mereka adalah sama telah menolak pandangan ini, maka cara kompromi yang telah kami sebutkan terdahulu adalah lebih tepat.

Pelajaran yang dapat diambil:

1. Keutamaan hijrah, pergi menuntut ilmu serta mengajarkan agama.

2. Sifat Nabi SAW yang penyayang dan sangat memperhatikan masalah shalat serta hal-hal lain yang berhubungan dengan agama.

3. Khabar Ahad boleh diterima dan dapat dijadikan sebagai hujjah.

Adapun faidah yang lain telah dijelaskan pada bab “Orang yang mengatakan bahwa adzan saat safar adalah seorang muadzdzin”. Adapun pembahasan tentang sabda Nabi “Shalatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku shalaf’ akan dibahas pada bab “Bolehnya ldzabar Ahad”, insya Allah.

M Resky S