Hadits Shahih Al-Bukhari No. 653 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 653 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Apabila Imam Tidak Menyempurnakan (Shalat) Sementara Orang yang Di belakangnya Menyempurnakannya” hadis dari Abu Hurairah ini menjelaskan tentang imam shalat yang benar dan salah maka jika benar, pahalanya bagi mereka semua. Dan jika salah, maka dia sendiri yang menanggung dosa. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 319-322.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ سَهْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى الْأَشْيَبُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Al Fadll bin Sahal] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Musa Al Asyyab] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin Dinar] dari [Zaid bin Aslam] dari [‘Atha bin Yasar] dari [Abu Hurairah], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Para imam shalat memimpin kalian. Maka jika dia benar, mereka mendapat pahala dan kalian juga mendapatkan bagian pahalanya. Namun bila dia salah kalian tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan dosa.”

Keterangan Hadis: (Bab apabila imam tidak menyempurnakan (shalat) sementara orang yang di belakangnya menyempurnakannya). Imam Bukhari ingin mengisyaratkan hadits Uqbah bin Amir serta selainnya seperti yang akan disebutkan.

يُصَلُّونَ (mereka shalat) yakni para imam.

فَإِنْ أَصَابُوا (apabila mereka benar maka untuk kamu), yakni kamu mendapat pahala shalat yang kamu kerjakan. Imam Ahmad memberi tambahan dalam riwayatnya dari AI Hasan bin Musa melalui sanad di atas, وَلَهُمْ (Dan untuk mereka), yakni bagi mereka pula pahala shalat yang mereka kerjakan. Riwayat ini telah mencukupi dan tidak perlu lagi menentukan lafazh yang tidak disebutkan dalam kalimat di atas. Ibnu Baththal berpedoman pada makna lahiriah riwayat yang tidak menyebutkan lafazhnya secara lengkap, dia mengklaim bahwa lafazh yang tidak disebutkan itu adalah waktu shalat. Dia mendukung pendapatnya ini dengan hadits Ibnu Mas’ud dari Nabi SAW, لَعَلَّكُمْ تُدْرِكُونَ أَقْوَامًا يُصَلُّونَ الصَّلَاة لِغَيْرِ وَقْتهَا ، فَإِذَا أَدْرَكْتُمُوهُمْ فَصَلُّوا فِي بُيُوتكُمْ فِي الْوَقْت ثُمَّ صَلُّوا مَعَهُمْ وَاجْعَلُوهَا سُبْحَةً (Kemungkinan kalian akan mendapati kaum yang melakukan shalat bukan pada waktunya. Apabila kalian mendapati mereka, maka shalatlah di rumah-rumah kalian pada waktunya. Kemudian shalatlah bersama mereka dan jadikan shalat ini sebagai shalat sunah).” Ini adalah hadits hasan, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan lainnya.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 252 – Kitab Mandi

Berdasarkan pandangan ini, maka makna hadits itu selengkapnya adalah; apabila mereka melakukan tepat pada waktunya, maka kalian dan mereka sama-sama mendapatkan pahala shalat. Sedangkan apabila mereka melakukan bukan pada waktunya, maka kalian mendapatkan pahala shalat yang telah kalian lakukan. Di sini nampak bagaimana Ibnu Baththal mengabaikan keterangan tambahan yang tercantum dalam riwayat Imam Ahmad, dimana riwayat ini memberi petunjuk bahwa yang dimaksud adalah shalat bersama para imam, bukan shalat yang dilakukan sendirian.

Lafazh yang dinukil oleh Imam Ahmad telah diriwayatkan pula oleh Al Ismaili dan Abu Nu’aim dalam kitab Mustakhraj masing-­masing, melalui jalur Al Hasan bin Musa Sementara itu, Ibnu Hibban telah menukil hadits dari Abu Hurairah yang konteksnya sangat jelas mendukung makna yang terkandung pada judul bah, yaitu dengan lafadz, يَكُون أَقْوَام يُصَلُّونَ الصَّلَاة ، فَإِنْ أَتَمُّوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ (Akan ada orang-orang yang melakukan shalat. Apabila mereka menyempurnakan, maka bagi kamu (pahala shalat) dan juga bagi mereka).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 339-340 – Kitab Shalat

Abu Daud meriwayatkan dari hadits Uqbah bin Amir, dari Nabi SAW, مَنْ أَمَّ النَّاس فَأَصَابَ الْوَقْت فَلَهُ وَلَهُمْ (Barangsiapa yang shalat mengimami manusia, dan ia melakukan tepat pada waktunya, maka baginya (pahala shalat) dan bagi orang yang diimaminya). Dalam riwayat Imam ,, Ahmad disebutkan, فَإِنْ صَلَّوْا الصَّلَاة لِوَقْتِهَا وَأَتَمُّوا الرُّكُوع وَالسُّجُود فَهِيَ لَكُمْ وَلَهُمْ (Apabila mereka melakukan shalat tepat pada waktunya, seraya menyempurnakan ruku dan sujud, maka {pahala} shalat itu untuk kamu dan untuk mereka). Riwayat ini memberi penjelasan bahwa yang dimaksud adalah lebih luas dari sekedar melakukan shalat bukan pada waktunya.

Ibnu Mundzir berkata, “Hadits ini menolak pendapat mereka yang mengatakan bahwa apabila shalat imam rusak (batal), maka shalat orang yang di belakangnya (makmum) ikut rusak pula.”

وَإِنْ أَخْطَئُوا (dan apabila mereka salah) Yakni melakukan kesalahan. Maksudnya, bukan kesalahan yang merupakan lawan kesengajaan, sebab kesalahan yang tidak disengaja tidak menimbulkan dosa bagi pelakunya. Al Muhallab berkata, “Hal ini merupakan dalil bolehnya shalat bermakmum kepada imam yang baik (shalih) ataupun fajir (berbuat dosa) apabila ia adalah seorang yang ditakuti.” Ulama yang lain memberi penjelasan, “Perkataan Ibnu Baththal ‘Apabila ia seorang yang ditakuti’, maksudnya bahwa orang fajir (berbuat dosa) hanya dapat diangkat menjadi imam apabila ia adalah pemegang kekuasaan.”

Al Baghawi mengatakan dalam kitab Syarh Sunnah, bahwa hadits ini mengandung dalil tentang orang yang shalat sebagai imam, sedangkan ia junub, maka shalat makmum yang ada di belakangnya dianggap sah, dan ia (imam) wajib mengulang shalatnya. Ulama lainnya menjadikan hadits ini sebagai dalil masalah yang lebih luas dari persoalan itu, yakni sahnya shalat bermakmum dengan orang (imam) yang meninggalkan sebagian perbuatan shalat, baik berupa rukun atau yang lainnya, selama ia (makmum) tidak meninggalkan perbuatan tersebut. Ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi ‘i, namun dengan syarat bahwa imam tersebut adalah seorang khalifah atau orang yang mewakilinya. Adapun pandangan yang paling tepat dalam madzhab mereka adalah sahnya shalat dengan bermakmum kepada siapa saja, kecuali bila diketahui imam tersebut meninggalkan kewajiban shalat.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 51 – Kitab Iman

Sebagian ulama menjadikan hadits tersebut sebagai dalil bolehnya bermakmum kepada siapa saja tanpa ada batasan. Pandangan ini berdasarkan pemahaman bahwa yang dimaksud dengan “kesalahan” pada hadits tersebut adalah lawan dari “kesengajaan”. Ulama yang berpendapat demikian mengatakan, “Letak perbedaan pendapat adalah dalam masalah-masalah yang masuk dalam lingkup ijtihad; seperti bermakmum kepada imam yang berpendapat tidak perlu membaca basmalah basmalah bukan rukun bacaan shalat, dan juga tidak termasuk salah satu ayat dari surah Al Faatihah. Bahkan ia berpendapat bahwa bacaan surah Al Faatihah dianggap sah tanpa basmalah. Dalam kondisi demikian shalat makmum tetap sah apabila ia membaca basmalah, karena maksimal yang dapat dikatakan kepada imam dalam hal-hal tersebut adalah dia telah melakukan kesalahan. Sementara hadits di atas telah memberi petunjuk bahwa kesalahan imam tidak merusak shalat makmum, selama makmum tidak melakukan kesalahan.”

M Resky S