Hak Cipta dalam Perspektif Hukum Islam

hak cipta dalam islam

Pecihitam.org – Hak kekayaan Intelektual (HKI) dikenal pertama kali di Vinece, Italia. Cakupan HKI ini termasuk hak paten dan juga hak cipta. Dalam hukum Islam hak cipta ini merupakan masalah baru yang belum banyak dibahas oleh para ulama fiqih. Lantas bagaimana hak cipta dalam pandangan hukum islam sendiri?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

HKI atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan Intellectual Property Right (IPR). Belum ditemukan pengertian secara jelas tentang HKI ini. Akan tetapi jika melihat cakupannya dalam the Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau TRIPs, HKI ini terdiri dari 8 point sebagaimana dicantumkan dalam pasal 1.2, yaitu:

  1. Hak cipta dan hak terkait.
  2. Merek dagang.
  3. Indikasi geografis.
  4. Desain industry.
  5. Hak Paten.
  6. Tata letak (topografi) sirkuit terpadu
  7. Perlindungan informasi rahasia.
  8. Kontrol terhadap praktek persaingan usaha tidak sehat dalam perjanjian lisensi.

Dari delapan cakupan dan bentuk tersebut setidaknya dapat di ambil pemahaman bahwa HKI merupakan pengakuan terhadap hasil buah pemikiran seseorang atau kelompok sebagai kekayaan yang harus dilindungi oleh hukum. Dengan demikian maka konsekuesinya adalah hasil dari pemikiran tersebut dikategorikan sebagai harta pada umumnya.

Baca Juga:  Inilah Tujuh Kisah Ajaib dalam Al Quran di Luar Nalar Manusia

Harta dalam bahasa Arab disebut sebagai “mal”. Ulama Hanafi dan Syafiiyah berbeda pandang mengenani apa itu harta dalam Islam.

Menurut Hanafiah, Ibn ‘Abidin mendefenisikan harta sebagai segala sesuatu yang mendatangkan kecendrungan tabiat manusia untuk memilikinya serta mungkin dapat disimpan dan digunakan dalam waktu tertentu.

Sedangkan menurut kalangan Syafi’iyah. Imam Syafi’i mengatakan bahwa harta adalah setiap yang mempunyai nilai yang dapat diperjual belikan, yang merusak wajib mengganti, dan yang tidak dibuang atau disia-siakan oleh orang.

Sedangkan as-Shuyuthi mendefenisikan harta adalah sesuatu yang memiliki nilai yang dapat didijadikan sebagai alat transaksi. Pengertian lainnya juga dikemukakan oleh as-Syathibi yang mengatakan bahwa harta adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek kepemilikan dan pemilik memiliki kewenangan terhadap objek tersebut.

Dari pengertian di atas jelas bahwa HKI termasuk juga didalamnya “hak cipta”, dapat dikategorikan sebagai harta seperti yang dimaksud oleh syariat. Sebab dia memiliki nilai ekonomi, dapat dimiliki yang dapat dipertahankan oleh penguasa hak cipta tersebut.

Baca Juga:  Konferensi Chechnya; Penolakan Ulama Dunia Terhadap Aliran Wahabi

Kemudian dengan hak cipta ini, setiap orang dapat bergerak secara fungsional dan tidak dengan bebas serta semaunya sendiri dalam mengambil karya atau pemikiran orang lain atau biasa disebut dengan plagiarisme.

Definisi plagiat secara ringkasnya adalah “Pengambilan karya orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri. Mengenani Hak Cipta ini Lembaga Fatwa Mesir, Darul Ifta Al-Mishriyyah juga pernah melansir keterangan berikut melalui websitenya. http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=426

حقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعا، ولأصحابها حق التصرف فيها، ولا يجوز الاعتداء عليها والله أعلم. وبناء على ذلك: فإن انتحال الحقوق الفكرية والعلامات التجارية المسجلة لأصحابها بطريقة يفهم بها المنتحل الناس أنها العلامة الأصلية هو أمر محرم شرعا يدخل في باب الكذب والغش والتدليس، وفيه تضييع لحقوق الناس وأكل لأموالهم بالباطل

Artinya, “Hak karya tulis dan karya-karya kreatif, dilindungi secara syara’. Pemiliknya memunyai hak pendayagunaan karya-karya tersebut. Siapapun tidak boleh berlaku zalim terhadap hak mereka. Berdasarkan pendapat ini, kejahatan plagiasi terhadap hak intelektual dan hak merk dagang yang terregistrasi dengan cara mengakui karya tersebut di hadapan publik, merupakan tindakan yang diharamkan syara’. Kasus ini masuk dalam larangan dusta, pemalsuan, penggelapan. Pada kasus ini, terdapat praktik penelantaran terhadap hak orang lain; dan praktik memakan harta orang lain dengan cara batil.”

Dengan demikian dapat kita ambil benang merah bahwa hak cipta dalam islam termasuk kekayaan intelektual yang juga wajib dilindungi. Dan sudah semestinya siapapun wajib mengapresiasi karya milik orang lain dan menghargainya dengan tidak melakukan plagiat atau duplikat tanpa izin dari pemiliknya.

Baca Juga:  Lafadz Syafakallah; Apakah Arti dan Bagaimana Penggunaannya? Ini Jawabannya!
Arif Rahman Hakim
Sarung Batik