Hamzah al Fansuri Tokoh Tasawuf Indonesia yang Ikut Paham Ibnu Arabi

hamzah al fansuri

Pecihitam.org – Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ah Tha’i Al Haitami Al Andalusia, kemudian dikenal dengan julukan Muhyiddin Ibnu Arabi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Selama hidupnya ia dikenal dengan tokoh Tasawuf yang cukup Kontroversi terkait Ajaran sentral darinya yakni tentang Wahdah Al Wujud (Kesatuan Wujud).

Meskipun berada diantara Pro dan kontra terkait ajarannya tersebut, rupanya ada salah satu tokoh tasawuf Indonesia yang ikut dengan pahamnya, dan beliau ialah Syaikh Hamzah Al Fansuri, seorang syaikh yang lahir di Sumatera utara pada akhir abad XVI awal abad XVII.

Hamzah Al Fansuri, kata Al Fansuri sendiri adalah bukti bahwa beliau berdiam di Fansur (Barus) kota pantai Sumatera Utara, selain dikenal dengan tokoh penganut paham Wahdah al Wujud beliau pun dikenal sebagai seorang penyair pada masa kesultanan Aceh yang diperintah oleh sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayyid Al Mukammal (1589-1604).

Dalam Syairnya sendiri beliau menggunakan bahasa Melayu tertua yang sering diutarakannya dalam menggambarkan riwayat hidup dan pengembaraannya, dan berikut salah satu Syairnya yang dikutip dari buku Abdullah Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan tokoh tokohnya di Nusantara, hlm. 39

“Hamzah Fansur di dalam Mekah
mencari Tuhan di Baitul Ka’bah
di Barus ke Kudus terlalu payah
akhirnya dapat di dalam Rumah”

Sedangkan syair syair lainnya ialah Syair burung pingai yang bercerita tentang burung pingai yang melambangkan jiwa manusia dan Tuhan, Syair Perahu yang melambangkan tubuh manusia sebagai perahu yang berlayar, syair burung punuk maupun syair dagang.

Dalam perjalanan hidupnya, ia telah melampaui banyak daerah demi mengajarkan ilmu dan mendapatkan pengalaman seperti ke Kudus, Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Mekah, maupun Madinah.

Baca Juga:  Mu'adz bin Jabal, Seorang Sahabat Nabi yang Dikenal Sangat Memahami Hukum Islam

Dan tentu dalam perjalanan atau pengembarannya dari satu tempat ke tempat lainnya ialah hanya semata semata mencari Ma’rifat Allah. Sedangkan jikalau kita menoreh pada pemikiran beliau, tentu kita akan menemukan persamaan dengan pemikiran Ibnu Arabi, karena memang pengetahuan Tasawuf beliau sangat dipengaruhi oleh sang sufi legendaris tersebut (Ibnu Arabi)

Wahdah Al Wujud adalah paham yang menjelaskan bahwasanya wujud itu hanya satu dan wajib Al Wujud yang dimiliki oleh Khalik dan juga mukmin al Wujud oleh makhluk.

Dalam pandangan ini (Wahdah AL Wujud) Ibnu Arabi beranggapan bahwa wujud semua yang ada hanyalah satu dan pada hakekatnya wujud makhluk adalah wujud Khalik pula, tidak ada perbedaan diantara keduanya (Khalik dan Makhluk) dari segi hakikat.

Begitupun dengan anggapan Hamzah Al Fansuri, baginya wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Dari wujud yang satu ini, ada yang merupakan kulit (Kenyataan lahir) dan ada yang berupa isi (Kenyataan Batin).

Dalam Syairnya, Ibnu Arabi mengatakan

“Hamba Adalah Tuhan dan Tuhan adalah hamba
Demi Syukur (Perasaan)Ku, siapakah yang mukallaf
Jika engkau katakan seorang hamba, padahal dia (Pada hakikatnya) Tuhan juga
Atau engkau katakan Tuhan, lalu siapa yang dibebani Taklif?

Selain itu sebagai seorang sufi, Hamzah Al Fansuri mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat daripada urat leher manusia sendiri, Tuhan tidak bertempat sekalipun dikatakan bahwa Tuhan ada di mana mana, dalam teori ini digunakan dalil QS. Al Baqarah [2]: 115

Baca Juga:  Syaikh Wahbah al Zuhaili, Ulama Kontemporer Ahli Fiqih dan Tafsir

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Pada ayat diatas terkait pada kalimat “kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah” memiliki maksud bahwasanya kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berhadapan dengan Allah.

Tidak hanya itu, ayat diatas pun digunakan beliau sebagai dalil dalam menanggapi perbedaan pendapatnya dengan Syaikh Abu Yazid Al Bustami, dan sebagai sindirian Hamzah Al Fansuri melantunkan atau menuliskan Syair syairnya, Diantaranya ialah berbunyi

Hamzah Gharib
Akan Rumahnya Baitul Ma’muri
Kursinya sekalian kafuri
Di Negeri Fansur minal ‘Asyjari

Dan tentu Syair diatas mengarah pada anggapan Abu Yazid Al Bustami terkait Tuhan yang berada di jubahnya, tentu berbeda dengan apa yang ada dalam Ayat ayat Mustasyabihat misalnya QS. Al Baqarah [2]: 115 seperti yang diutarakan diatas dan pada ayat lainnya seperti pada QS. Qaf [50]: 16

Baca Juga:  Biografi Singkat Imam Ibnu Majah Pengarang Kitab Sunan Ibnu Majah

Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

Persis dengan ajaran Pranayama pada agama Hindu, beliau pun melakukan penolakan terhadap ajaran itu. Tentu muncul pertanyaan mengapa? 

Hal ini dikerenakan ajaran Pranayama adalah ajaran yang membayangkan Tuhan berada dibagian tertentu pada tubuh seperti ubun ubun yang dipandang sebagai jiwa.

Dan dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan, dengan melakukan pengaturan nafas keluar masuk paru-paru melalui lobang hidung dengan tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh tubuh.

Sehingga dari sekilas persamaan terkait pemikiran Hamzah al Fansuri dan Ibnu Arabi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya bagi mereka ialah Wujud Tuhan adalah wujud alam dan wujud Tuhan bersatu dengan wujud alam.

Mereka menggambarkan wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tidak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan wujud Tuhan.

Rosmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *