Hari Asyura Dan Peristiwa Berlabuhnya Perahu Nabi Nuh As

hari asyura dan bahtera nabi Nuh

Pecihitam.org – Ada sebuah kisah yang terkait erat dengan hari Asyura dari Ats-Tsa’labi. Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Nuh as. Yaitu ketika terjadi banjir bandang, ada seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil. Di masa itu, tidak ada anak kecil kecuali anak kecil itu.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ketika air banjir telah naik, wanita itu menggendong anaknya di pundak, dan kemudian ia berenang. Setelah itu, ia berlari dan naik ke atas gunung agar bisa menyelamatkan anaknya dari banjir tofan. Ketika air bertambah naik, ia menaruh lagi anak itu di pundaknya, dan ketika air sudah sampai di mulut wanita tadi, maka ia mengangkat anaknya lebih tinggi dari kepalanya. Dan ketika air telah menenggelamkannya, maka ia menaruh anaknya itu di bawah kakinya, dan berpijaklah ia pada anaknya sebentar untuk mencari keselamatan agar bisa bernafas. Dan akhirnya tenggelamlah keduanya.

Dari peristiwa ini, Allah SWT kemudian memberikan wahyu kepada Nabi Nuh as., “Umpama aku mengasihi salah satu kaummu yang durhaka, maka aku akan menyelamatkan wanita itu beserta anaknya.”

Setelah itu Allah memberi wahyu kepada bumi:

Baca Juga:  Kisah Ibrahim Bin Adam, Seorang Pangeran dalam Legenda Sufi

وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءكِ وَيَا سَمَاء أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاء وَقُضِيَ الأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْداً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,”dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Jud, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .” [ QS.Hud : 44 ]

Ats-Tsa’labi mengatakan pendapatnya, bahwa peristiwa yang maha dahsyat ini kemudian berakhir dengan berlabuhnya perahu Nabi Nuh di hari Asyura, yaitu pada tanggal 10 dari bulan Muharram. Dan kemudian Nabi Nuh berpuasa di hari itu sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT. Nabi Nuh as juga memerintahkan semua penumpang yang ikut di dalam perahu untuk ikut menunaikan puasa bersamanya. Bahkan, semua hewan yang terangkut oleh perahu juga turut melakukan puasa. Ini lah yang termasuk sejarah mengapa di sunnahkannya puasa Asyura.

Di hari itu pula, Nabi Nuh as mengeluarkan semua bekal yang dibawanya. Beliau kemudian mengelompokkannya menjadi tujuh golongan: pala, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, gandum, jagung dan padi. Ketujuh bekal ini lalu dicampur dan dimasak sedemikian rupa, sehingga menjadi satu masakan bubur. Dari sinilah banyak orang bilang awal mula tradisi bubur Syuro (Asyuro) yang mana masyarakat Indonesia banyak yang memasak dan menghidangkan bubur tersebut hanya saat bulan Muharram.

Baca Juga:  Biografi Nabi Muhammad, Cerita Singkat Yang Patut Kita Pelajari

Setelah itu, Nabi Nuh keluar dari perahu, dan melihat pelangi semburat di langit. Kemudian beliau mengucapkan takbir, “Allahu Akbar.” Apa yang dilakukan oleh Nabi Nuh tersebut diikuti oleh semua pengikutnya yang selamat ikut di perahu. Namun, mereka merasa susah ketika menyadari bahwa mata telanjang mereka tidak dapat menatap matahari secara langsung. Karenanya mereka mengadu kepada Nabi Nuh, “Mata kami tidak bisa menghadapi sinar matahari, wahai Nabi.” Nabi Nuh lalu memerintahkan mereka untuk bercelak menggunakan hajar ismid, agar mata mereka mampu menatap sinar matahari.

Dari peristiwa ini pula awal mula di sunnahkannya bercelak pada hari Asyura. Karena peristiwa ini nampak selaras dengan sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang bercelak pada hari Asyura’ maka orang itu tidak akan buta pada tahun itu.” (Kisah ini disarikan dari kitab Badai’u az-Zuhur fi Waqai’i ad-Duhur)

Itulah salah satu kisah yang bertepatan dengan hari Asyura, selain itu kisah lain yang bertepatan pula pada hari Asyura adalah diselamatkannya Nabi Musa dan bani Israil dari tentara Fira’un. Dan Allah menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya di laut merah.

Baca Juga:  Awal Sejarah Munculnya Kaum Sufi, Kapan dan Bagaimana?

Serta tak lupa kisah tentang terbunuhnya Sayyidina Husain cucu Nabi SAW di Karbala oleh para penghianat Kuffah, pasukan Yazid bin Mu’awiyah. Para pembunuh tersebut di antaranya bernama Syamir bin Dzi al-Jausyan, Husain bin Numair, Zur’ah bin Syarik al-Tamimi, Khauli bin Sa’ad al-Asbahi, Sinan bin Anas, dan Mahfaz bin Tsa’labah. Sayyidina Husain terbunuh di Karbala pada Jum’at, 10 Muharram 61 H (10 Oktober 680 M) dalam usia 58 tahun.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *