Haruskah Menjawab Adzan Saat Kegiatan Belajar Mengajar Sedang Berlangsung?

Menjawab Adzan Saat Kegiatan Belajar Mengajar

Pecihitam.org – Sebagaimana kita ketahui bahwa hukum menjawab adzan adalah sunnah, bukan wajib. Sehingga ketika adzan sedang berlangsung maka kita disunnahkan menjawabnya. Namun demikian, saya sering melihat, bahkan merasakan sendiri dalam tradisi sebagian pesantren atau Dayah –kalau di Aceh– yakni para Guru dan Murid berhenti sejenak dan bersama-sama menjawab adzan saat proses belajar mengajar yang sedang berlangsung.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Gambaran dalam realitasnya adalah biasanya kegiatan belajar mengajar di pesantren itu dari setelah shalat Magrib sampai dengan pukul 21.00. sedangkan pada pukul 20.00 masuk waktu Isya, maka muazzin mengumandangkan adzan. Nah, saat adzan sedang berlangsung maka kegiatan belajar mengajar itu berhenti dan para guru dan murid menjawab adzan tersebut.

Padahal hukum menuntut ilmu adalah wajib, dan hukum menjawab adzan sunnah. Maka bagaimana kejadian ini dalam pandangan fiqih mazhab?.

Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab al-Azkar sebagai berikut:

قال النووي رحمه الله في الأذكار: فصل: في أحوال تعرض للذاكر يستحب له قطع الذكر بسببها ثم يعود إليه بعد زوالها منها: إذا سلم عليه رد السلام ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا عطس عنده عاطس شمته ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا سمع الخطيب، وكذا إذا سمع المؤذن أجابه في كلمات الأذان والإقامة ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا رأى منكرًا أزاله، أو معروفًا أرشد إليه، أو مسترشدًا أجابه ثم عاد إلى الذكر، وكذا إذا غلبه النعاس أو نحوه. وما أشبه هذا كلها .انتهى.

Baca Juga:  Bapak Menikahkan Anak Perawannya Secara Paksa, Bolehkah Menurut Islam?

“[ Pasal ]: Hal-hal yang disunnahkan bagi seorang sedang berdzikir menghentikan dzikirnya kemudian meneruskannya kembali setelah hal-hal tersebut berlalu, yaitu saat ada seseorang memulai salam padanya, saat ada seseorang bersin di dekatnya, saat mendengar khutbah seorang khathib, saat mendengar azan dan iqamah dikumandangkan (sunah baginya menjawabnya dan setelahnya meneruskan kembali dzikirnya), saat melihat kemungkaran yang dapat ia singkirkan, saat ia mampu menunjukkan hal-hal kebaikan, saat dimintai petunjuk kebaikan oleh orang lain, saat rasa kantuk sangat menguasainya dan hal-hal sejenis tersebut diatas”.

Dalam kitab al-Fiqhi ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, hal. 245 menjelaskan hukum adzan dan hukum menjawab adzan menurut madzhab 4 sebagai berikut:

إتقق الأئمة على ان الأذان سنة مؤكد : ماعد الحنابلة ، فانهم قالوا : إنه فرض كفاية بمعنى انه اذا أتي به أحد فقد سقط عن الباقين الخ

“Para imam sepakat atas bahwa hukum adzan itu sunnah muakkad (sunnah yang kuat), selain ulama hanabilah. Maka mereka Berpendapat bahwa adzan hukumnya fardlu kifayah dengan maksudnya adalah jika ada satu orang yang melaksanakannya maka gugurlah atas kewajiban yang lain”.

Baca Juga:  Perbedaan dan Pertikaian Antara Ikhwanul Muslimin dengan Salafi Wahabi

Dalam kitab al-Fiqhi ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah juga pada hal. 249 menerangkan sebagai berikut:

إجابة المؤذن مندوبة لمن يسمع الأذان ، ولو كان جنبا او كانت حائضا او نفسها ، فيندب ان يقول مثل مايقول المؤذن الا عند قول (( حي على الصلاة )) ،ا(( حى على الفلاح )) فإنه يجيبه فيها بقول لا حول ولا قوة الا بالله ، وهذا الحكم متفق عليه ، الا أن الحنفية اشترطوا أن لا تكون حائضا او نفساء ، فإن كانت فلا تندب لها الاجابة ،بخلاف باقي الأئمة والحنابلة اشترطوا الا يكون قد صلى الفرض الذي يؤذن له الخ ( الفقه على المذاهب الأربعة – ص، ٢٤٩ )

“Menjawab adzan hukumnya sunnah bagi yang mendengar adzan. Walaupun sedang keadaan junub (hadas besar) dan dalam keadaan haid atau nifas. Maka sunnah menjawab seperti yang dIkatakan muazzin, kecuali bacaan (hayyaa ‘alasshalah dan hayyaa ‘alalfalaah) maka dijawab dengan bacaan (laa hawala wala quwwata illa billah). Hukum ini sudah disepakati oleh semua ulama. Kecuali ulama Hanafiah mensyaratkan harus tidak dalam keadaan haid dan nifas. Maka tidak disunnahkan menjawabnya, beda dengan imam-imam yang lain. Dan ulama hanabilah mensyaratkan dalam kesunnahan menjawab adzan tidak mendirikan shalat fardhu dengan adzan tersebut. Jika Melaksanakan shalat fardhu dengan adzan tersebut maka tidak sunnah menjawabnya. Karena jamaah shalat fardhu itu tidak dipanggil dengan adzan tersebut”.

Baca Juga:  Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqih Dalam Perkembangan Hukum Islam

Berdasarkan teks-teks kitab di atas maka dapat disimpulkan bahwa tetap sunnah menjawab adzan saat proses belajar mengajar sedang berlangsung. Alasan saya adalah karena kegiaatan belajar mengajar waktunya masih lama.

Adapun menjawab adzan hanya sebentar saja saat terdiamnya suara muadzdzin. Jadi tidak menghilangkan waktu belajar tersebut. Namun hal ini perlu ada penelitian lebih lanjut dari para peneliti fiqih.

Wallahu a’lam wa muwafiq ila aqwami al-thariq.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *