Hassan Hanafi: Pemikir Muslim Kontemporer dari Kairo Mesir

hassan hanafi

Pecihitam.org – Jika kita hendak membicarakan pemikiran Islam kontemporer, kita tak bisa melewatkan seorang pemikir besar Mesir ini, Hassan Hanafi. Ia lahir di Kairo, 13 Februari 1935, dari keluarga musisi. Selepas menyelesaikan sekolah dasar, Hanafi melanjutkan sekolah menengah pertamanya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha hingga lulus pada tahun 1952.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Khudori Soleh, seorang doktor filsafat Islam, melalui buku Filsafat Islam: dari Klasik Hingga Kontemporer (2016) menuturkan bahwa semasa Tsanawiyah tersebut, Hassan Hanafi rutin mengikuti kajian-kajian dan diskusi kelompok Ikhwanul Muslimin (IM). Bahkan, Hassan Hanafi sempat mendalami pikiran-pikiran Sayyid Qutb, seorang intelektual Ikhwanul Muslimin yang mengusung Islamisme.

Namun, kedekatan Hassan Hanafi dengan gagasan-gagasan Ikhwanul Muslimin tersebut semakin luntur setelah bertemu dengan salah seorang mentornya bernama Usman Amin.

Zacky Khairul Umam, seorang kandidat doktor Sejarah Islam di Freie Universitat Berlin, dalam tulisannya Jihad Besar Hassan Hanafi, Imam Syafi’I dari Abad ke-20 menuturkan bahwa Usman Amin memperkenalkan Hanafi dengan gagasan-gagasan pemikir besar Muslim asal Pakistan, Muhammad Iqbal.

Berkat perkenalan itu, Hassan Hanafi semakin tertarik melakukan pengembaraan pemikirannya. Hanafi setelah menyelesaikan pendidikannya di  Tsanawiyah pada tahun 1952, melanjutkan kuliah di Universitas Kairo dengan mengambil jurusan filsafat. Di sana, cakrawala pengetahuan Hanafi semakin terasah lagi.

Baca Juga:  Biografi Singkat Imam Malik bin Anas, Pendiri Mazhab Maliki

Kemudian, setelah Hassan Hanafi menyelesaikan kuliah filsafatnya di Universitas Kairo itu, ia melanjutkan pengembaraan ke Universitas Sorbone, Perancis. Pada masa itu, Perancis adalah salah satu tempat terbaik untuk memelajari filsafat. Sebab, pada masa tahun 1950-1960-an itulah banyak pemikir besar Perancis sedang bersinar-sinarnya.

Di Sorbone, Hasan Hanafi memelajari pemikiran-pemikiran Edmund Husserl (1859-1938) tentang fenomenologi. Di sana, Hanafi juga intens memelajari pemikiran pembaharuan dari Jean Guitton (1901-1999), filusuf kontemporee Perancis, Paul Ricouer (1913-2005), hingga seorang pengkaji Islam yang serius, Louis Massignon (1883-1962).

Selama di Sorbone, Hassan Hanafi sangat terkesan dengan mentornya, Jean Guitton. Guitton adalah filusuf besar zaman itu dan merupakan murid langsung dari seorang Henri Bergson, professor filsafat dan pembaharu dalam Katolik.

Seperti yang dikutip Zacky Khairul Umam bahwa menurut Hassan Hanafi “Guitton benar-benar mentor yang membimbingnya dalam pencarian intelektual dan strategi untuk menjadi intelektual publik yang efektif.” Demikian ini menggambarkan betapa besarnya pengaruh dari sang mentor tersebut.

Baca Juga:  Khalid bin Walid, Panglima dan Ahli Strategi Perang yang Bergelar Saifullah Al-Maslul

Pada tahun 1966, Hasan Hanafi berhasil menyelesaikan studi masternya sekaligus dengan studi doktoralnya. Adapun tesis risetnya yang sangat mengagumkan dan penting kontribusinya bagi dunia Islam tentang Ushul Fiqh berjudul Les Methodes d’Exegessis: Essei sur La Science des Fundament de La Conprehension Ilmu Ushul Fiqh. Sedangkan riset doktoralnya berjudul L’exégèse de La Phenomenologie, Le etat actuel de la Methode Phenomenologie et son Aplication au Phenomene Religioux.

Selepas kelar dari kuliah filsafatnya di Sorbone, Hanafi pulang ke Mesir dan mulai mengajar filsafat di kampusnya dulu, Universitas Kairo. Hingga pada thun 1980, Hassan Hanafi memperoleh gelar profesornya di Universitas Kairo.

Hasan Hanafi tipikal pemikir yang tak hanya nyaman duduk di menara gading universitas. Pemikiran-pemikiran keislamannya sangat terkait dengan kondisi sosial, politik dan kebudayaan Mesir secara khusus dan dunia Arab pada umumnya.

Pemikiran-pemikiran Hanafi berangkat dari keprihatinan atas kondisi dunia Arab yang tercabik-cabik oleh Islamisme seperti Ikhwanul Muslimin di satu sisi dan Sekulerisme di sisi yang lain. Dua paham itu dinilainya gagal untuk membangkitkan negeri Arab dari keterpurukannya.

Baca Juga:  Dalam Beragama, Lebih Baik Merasa Paling Benar daripada Benarnya Sendiri

Kaum Islamis terlalu pemarah dan mengabaikan kondisi rill dunia Arab pasca-kolonialisme. Sedangkan di sisi lain, kubu sekuler melakukan perubahan dengan memodernisasi dunia Arab tanpa mempertimbangkan faktor tradisi dan kultural masyarakatnya.

Melihat kondisi dekadensi dari dua arus perubahan zaman itu, Hassan Hanafi hendak melakukan pembaharuan pemikiran Islam yang kontekstual dengan situasi dan zaman yang sedang dialami oleh dunia Arab. Bahkan, karena pikiran-pikiran pembaharuan inilah, Hanafi sempat dipenjara oleh rezim Anwar Sadat.

Demikianlah biografi singkat Hassan Hanafi, seorang pemikir Islam kontemporer dari Mesir. Pergulatan pemikirannya dari remaja hingga kuliah di Sorbone memengaruhi pemikiran-pemikiran Hanafi tentang dunia Arab yang sedang mengalami  kemunduran. Wallahua’lam.