Pecihitam.org – Bulan Rabiul Akhir bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu bulan yang identik dengan akad dan pesta pernikahan. Hampir tiap pekan ada undangan pernikahan di bulan ini.
Wajib hadir bagi yang mendapatkan undangan. Terus, bagi yang tidak dapat undangan gimana donk? Bagaimanakah pandangan Islam tentang menghadiri walimah tanpa diundang?
Begini, ya guys. Kadang kita sudah kenal lama dan bersahabat cukup akrab dengan seseorang. Singkat cerita, teman itu menikah dan melangsungkan pesta pernikahan. Kalau kita tidak diundang, bagaimanakah hukumnya menghadiri walimah tanpa diundang oleh teman?
Makanya, cepat nikah, ya bro. Biar kagak mikirin menghadiri walimah melulu. Sudah saatnya jadi orang yang ngundang. Eits, jangan ngegas dulu. Mari kembali ke permasalahan tadi tentang hukum menghadiri walimah tanpa diundang.
Sebenarnya hukum dasarnya haram menghadiri suatu acara jika memang tak diundang. Nah, apa gue bilang bro. Cepet-cepet nikah aja.
Sebentar. Sebentar. Jangan marah dulu! Jadi begini, ya. Memang hukum dasarnya menghadiri suatu acara tanpa diundang adalah haram dengan alasan akan membuat risih tuan rumah
“Itu siapa sich, kok datang ke acara saya?” Perasaan saya ndak ngundang”, kira-kira gitu tuan rumah membatin.
Tapi umumnya karakter orang Indonesia yang ke-Timur-Timuran tidaklah begitu. Apalagi yang datang itu adalah teman karibnya.
Maka para ulama pun memberikan penjelasan tentang ini. jika seseorang menghadiri acara pernikahan temannya padahal dia tidak diundang, hukumnya menjadi boleh asal memenuhi dua syarat.
Pertama, yakin atau kuat persangkaan (ghalabah ad-dzan) bahwa tuan rumahnya rela. Kedua, makan tidak melebihi kadar kenyang.
Jadi, Sob, Mas Bro dan Mbak Bro. Boleh saja menghadiri acara teman walaupun namamu tidak terdaftar sebagai tamu undangan selagi dua syarat di atas terpenuhi.
Tentang syarat pertama, yakni kerelaan tuan rumah insya Allah bisa didapat, apalagi kalo dia itu temanmu. Kamu tidak diundang, mungkin saja ia terlupa karena sibuk menyiapkan hajatan besar walimahnya ini.
Tentang yang kedua, yakni makan tidak melebihi kenyang. Nah, ini yang kudu kamu pandai-pandai ngerem, Bro.
Okelah, sekarang mari kita sodorkan dalil-dalil berkaitan dengan pembahasan di atas.
Pertama, dari Bujairimi ‘ala al-Minhaj Juz III halaman 343
وأما التطفل وهو حضور الدعوة بغير إذن فحرام إلا أن يعلم رضا رب الطعام لصداقة أو مودة. وصرح جماعة منهم الماوردي بتحريم الزيادة على قدر الشبع ولا يضمن. قال ابن عبد السلام وإنما حرمت لأنها مؤذية للمزاج
Sedangkan hukum menerombol (menghadiri undangan tanpa izin) maka haram hukumnya kecuali bila diketahui kerelaan dari pemilik jamuan karena jamuannya disediakan untuk sedekah atau ramah tamah.
Segolongan ulama seperti Imam Al-Mawardi membatasinya tidak melebihi kadar kenyang dan baginya tidak diwajibkan mengganti apa yang ia makan (bila terdapat kerelaan pemilik jamuan). Berkata Ibn Salam hal tersebut diharamkan karena kebiasaannya dan umumnya hal yang demikian unsur menyakiti pemilik jamuan.
Kedua, Raudlah al-Thalibin Juz VII halaman 339
يحرم التطفل واستثنى المتولي وغيره فقالوا إذا كان في الدار ضيافة جاز لمن بينه وبين صاحب الطعام انبساط أن يدخل ويأكل إذا علم أنه لا يشق عليه
Haram hukumnya menerombol. Imam Al-Mutawally dan yang lainnya memberikan pengecualian bila terjadi pada tempat jamuan yang antara dia dan pemiliknya diketahui tidak menyakiti dan sukarela saat ia masuk dan turut serta makan.
Ketiga, Syarh Al-Bahjah karya Syaikh Zakaria Al-Anshary halaman 221
ويحرم التطفل وهو حضور الوليمة من غير دعوة إلا إذا علم رضا المالك به لما بينهما من الأنس والانبساط
Haram hukumnya menerombol (menghadiri undangan tanpa izin) kecuali bila diketahui kerelaan dari pemilik jamuan karena diantara keduanya terjadi rasa saling suka dan gembira.
Fix, ya Bro. Hukum dasarnya haram menghadiri acara kalau tidak diundang. Tapi bisa boleh kalau dua syarat di atas terpenuhi. Semoga bermanfaat. Terakhir, ayo cepat nikah dan jangan lupa bahagia. Wallahu a’lam bisshawab!