Sikap Nahdlatul Ulama Tentang Hubungan Antara Muslim dengan Non Muslim – Bagian 3

Sikap Nahdlatul Ulama Tentang Hubungan Antara Muslim dengan Non Muslim - Bagian 3

PeciHitam.org – Memegangi prinsip relasi Islam dengan Non-Muslim sama halnya memegangi ajaran Islam dengan kaffah sebagai implementasi Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Pola relasi Islam dengan non-Muslim adalah semata menjaga dan menghormati Sunnatullah dan bernilai dakwah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dengan berbuat baik kepada Non-Muslim, maka seorang Muslim telah menunjukan keagungan Islam sebagai agama sempurna. Kesempurnaan Islam ditunjukan dengan akhlak mulia akan membawa Islam sangat mudah diterima oleh kalangan manapun.

Dan ketika Islam dibawa dengan model brangasan dan kasar, hanya akan memperbesar risiko konflik antar umat beragama.

Agama adalah Hidayah, bukan Paksaan

Nabi Muhammad SAW adalah orang yang sangat agung perangai budi pekertinya, yang mana disegani oleh musuh lawannya. Semenjak kecil terkenal dengan sifat-sifat agung yang selalu menjadi bagian tidak terpisahkan dengan dirinya.

Orang Arab Jahiliyah-pun memahami dan paham atas kebenaran yang selalu dilakukan oleh  Muhammad SAW

Walaupun demikian, tetap saja ada orang yang  keras kepala dan tertutup dari hidayah menolak ajaran Islam yang dibawa beliau. Dari sekian yang menolak dakwah Nabi adalah saudara-saudara beliau seperti Abu Lahab, Abu Thalib yang diperdebatkan Ulama posisi Abu Thalib.

Baca Juga:  Mengenal Lebih Dekat Konsep Mistik Jumbuhing Kawula Gusti Sunan Bonang

Abu Lahab adalah paman Nabi yang  pada masa awal Islam sangat keras memusuhi Nabi Muhammad SAW. Bahkan Abu Lahab mendapt nash langsung termasuk golongan orang yang celaka sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Lahab.

Ia tidak mendapatkan hidayah sampai kematian beliau di perang Badar tahun 2 H, walaupun ia termasuk keluarga dekat Nabi SAW.

Sedangkan Abu Thalib memang menjadi banyak perdebatan Ulama tentang keislaman beliau, karena tidak ada riwayat kuat tentang Keislaman beliau. Pun demikian, Abu Thalib yang menjadi martir dakwah dan pelindung Nabi SAW tidak memeluk Islam.

Hal ini menunjukan bahwa Islam tidak pernah memaksakan Agama, ia adalah Hidayah murni Allah SWT. firmanNya;

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Artinya; “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” (Qs. Al-Baqarah: 256)

Tidak ada paksaan dalam beragama dan agama tidak akan ada dalam paksaan, karena kebenaran Islam adalah nyata dan sudah sangat jelas.

Sebagai orang yang berakal akan sangat mudah membedakan kebenaran dan kebathilan yang ada dalam Islam dan diluar Islam. Karena Agama Islam adalah agama bukti, bayyinah yang sangat jelas.

Baca Juga:  Pandangan Masyarakat Internasional Tentang Islam Moderat Di Indonesia

Hidayah dalam Islam

Orang yang akan masuk Islam tidak perlu dipaksa sebagaimana asbabun nuzul surat al-Baqarah ayat 256 di atas. Ayat di atas turun ketika ada seorang Muslim dari kalangan Anshar suku Khadraj memaksa anaknya yang  lebih memilih agama Yahudi daripada agama Islam karena terpesona dengan kekayaan dan fasilitas komunitas Yahudi.

Seorang ayah yang mengancam anaknya ketika menolak masuk Islam menjadi sebab turunnya ayat ‘tidak ada paksaan dalam agama Islam’. Karena dalam islam hidayah tidak akan dapat dipaksakan apalagi dibeli dengan materi yang banyak. Allah SWT berfirman;

قُلْ إِنَّ الْهُدَى هُدَى اللَّهِ أَنْ يُؤْتَى أَحَدٌ مِثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحَاجُّوكُمْ عِنْدَ رَبِّكُمْ قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ

Artinya; Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu”. Katakanlah: “Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Qs. Ali Imran: 73)

Maka dalam kerangka ini, dalil-dalil menunjukan tidak diperlukan paksaan dalam berdakwah. Dan seorang Muslim tetap harus memegang prinsip relasi Islam dengan non-muslim sebagai obyek dakwah tanpa harus mengancam atau memaksa.

Baca Juga:  Ketua Umum PBNU, Menebarkan Nilai Islam Nusantara di Korea Selatan

Pola prinsip relasi Islam dengan non Muslim tetap berhubungan dengan baik tanpa ada intimidasi ketika berdakwah.

Muslim yang  memahami hakikat relasi Islam dengan non-muslim pasti akan memahami bahwa Islam tidak pernah memaksakan kehendak dalam beragama.

Anjuran Islam dalam relasi Muslim dan Non-Muslim adalah relasi persaudaraan min jihhatil insaniyyah, persaudaraan atas nama Kemanusiaan. Ash-Shawabu Minallah

Mohammad Mufid Muwaffaq