Hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf dalam Ibadah

Hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf

Pecihitam.org – Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan satu dan lainnya saling berhubungan. Namun, pada artikel ini penulis hanya akan mengulas sedikit mengenai hubungan Ilmu Akhlak dengan Tasawuf.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pada Umumnya, para ahli Tasawuf membagi tasawuf ke-dalam tiga bagian. Pertama, yaitu tasawuf falsafi, kedua disebut tasawuf akhlaki dan yang ketiga disebut tasawuf amali.

Ketiga jenis tasawuf ini memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.

Oleh karena itu, dalam rangka pencapaian tujuan bertasawuf setiap orang harus terlebih dahulu memilik akhlak yang mulia.

Ketiga macam tasawuf di atas berbeda dalam hal pendekatan yang digunakan. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah pendekatan rasio atau akal pikiran.

Karena pada tasawuf falsafi ia menggunakan bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat di kalangan para filsuf, seperti filsafat tentang Tuhan, manusia, hubungan manusia dengan Tuhan dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Adab Terhadap Teman, Menurut Syekh Nawawi al-Bantani

Selanjutnya pada tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang (hijab)) yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Ilahi tampak jelas padanya.

Sedangkan pada tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan amaliyah atau wirid, yang selanjutnya mengambil bentuk tarikat.

Dengan mengamalkan tasawuf baik yang bersifat falsafi, akhlaki atau amali, seseorang dengan sendirinya berakhlak baik. Perbuatan yang demikian itu ia lakukan dengan sengaja, sadar, pilihan sendiri, dan bukan karena terpaksa.

Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf lebih lanjut dapat kita ikuti uraian yang diberikan Harun Nasution dalam Bukunya Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran.

Menurutnya saat mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan al-Hadis mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan al-Hadis menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berpikiran lurus.

Baca Juga:  Tasawuf dan Fiqh, Dua Ilmu yang Melahirkan Hakikat Kebenaran

Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang Muslim, dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia kecil.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, haji, zikir, dan lain sebagainya, yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.

Ibadah yang dikerjakan dalam proses bertasawuf tersebut ternyata erat hubungannya dengan akhlak. Maka ibadah dalam Islam, menurut Harun Nasution sangat erat sekali hubungannya antara ilmu akhlak dengan tasawuf.

Ibadah dalam Al-Qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari yang tidak baik.

Baca Juga:  Perbedaan Wacana Sufisme di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

Inilah Hakikat dari ajaran yang disebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar, mengajak orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik. Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia.

Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan ibadahnya membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka.

Berhubungan dengan hal itu, dalam istilah sufi disebut sebagai al-takhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau al-ittishaf bi shifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat-sifat yang dimiliki Allah SWT.

Wallahu a’lam

M Resky S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *