Menemukan Keseimbangan Duniawi dan Ukhrawi dari Pemahaman Hubungan Tasawuf dengan Etos Kerja

Menemukan Keseimbangan Duniawi dan Ukhrawi: Memahami Hubungan Tasawuf dengan Etos Kerja

Pecihitam.org- Hubungan antara tasawuf dengan etos kerja dapat dikorelasikan sehingga keduanya tidak dikotomis. Dalam pengalaman maqomat seseorang dapat menyeimbangkan orientasi ukhrowi dan duniawi.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sehingga dapat merasakan kenikmatan dalam membangun etos kerjanya. Etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab.

Sehingga jelaslah bahwa etos kerja identik dengan orientasi duniawi. Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu ingin berbuat suatu yang bermanfaat (shalih) bagi dirinya dan sekitarnya.

Dengan demikian sudut pandang kita dalam melaksanakan suatu pekerjaan harus didasarkan pada tiga dimensi kesadaran, diantaranya:

  1. Aku tahu (makrifat, alamat, Epistemologi).
  2. Aku berharap (hakikat, ilmu, religiusitas).
  3. Aku berbuat (syariat, amal, etis).

Harapan didalam bahasa inggris disebut HOPE seakan-akan merupakan sebuah singkatan dari Honorable Person (pribadi terhormat). Dalam hal ini al-insanul kamil yang mengerahkan seluruh potensi dirinya.

Dia isi mata batinnya (use your hart) tidak pernah diam dalam mengisi ilmu pengetahuan (use your head) dan akhirnya dia buktikan dalam bentuk tindakan yang nyata (use your hand).

Baca Juga:  Ternyata Kata Lawaih, Thawali’, dan Lawami’ Memiliki Perbedaan, Ini Penjelasannya

Di satu sisi tasawuf sering dianggap mengandung ajaran yang melemahkan etos kerja. Contoh, didalam tasawuf ada ajaran tentang wara’ (menjauhi perbuatan dosa), zuhud (hidup sederhana), qona’ah (merasa puas dengan apa yang dimiliki) Faqr (kemiskinan).

Selain itu tasawuf juga memiliki kebiasaan membaca wirid, zikir, dan doa yang menyita banyak waktu, sehingga dapat mengurangi kesempatan untuk mencari uang. Namun dengan ajaran tersebut tidak dimaksudkan seseorang untuk menjadi malas, tidak disiplin bahkan tidak mau bekerja keras.

Ajaran tasawuf bertujuan agar manusia tidak mencari uang dengan cara yang haram, menyalahi aturan agama setelah kaya atau ingkar terhadap tuhan ketika hidup miskin.

Secara keseluruhan jalan tasawuf merupakan metode-metode untuk mencapai pengetahuan diri dan hakikat wujud tertinggi, melalui tahap yang disebut jalan cinta dan penyucian diri.

Cinta yang dimaksud di sini adalah kecenderungan yang kuat dari dalam hati kepada Allah SWT, sebab pengetahuan tentang hakikat ketuhanan hanya dicapai dengan cara tersingkapnya cahaya penglihatan batin (kasyf) dari dalam hati manusia.

Baca Juga:  Ekosufisme dan Ingatan Kita Untuk Merawat Alam

Penyucian jiwa merupakan ajaran tasawuf yang sangat penting. Abdul Muhaya mengemukakan bahwa penyucian jiwa dapat dilakukan melalui pengalaman seperti taubah, wara’, zuhud, tawakkal, dan ridha. Disamping ajaran tersebut para sufi juga menggunakan musik indah sebagai alat purifikasi, kegiatan ini disebut sebagai kegiatan al-sama’.

Dalam hal ini Abdul Muhaya mengutip pendapat Ahmad Al-Ghazali bahwa mendengar musik dapat menghilangkan tabir hati, menggelorakan rasa cinta Ilahi, mengantarkan seorang sufi kederajat kesempurnaan dan menjadikannya mencapai ke tingkat musyahadah.

Bersadarkan penjelasan diatas didapat pemahaman bahwa dalam mengembangkan etos kerja, seorang neosufisme selalu memiliki etos kerja yang luar biasa. Selalu mengedepankan ketauhidan dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga terhindar dari perbuatan maksiat dan tidak menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Jika dikorelasikan dalam kehidupan modern saat ini nilai-nilai tasawuf ini menjadi sangat sakral dan dibutuhkan. Nilai akhlaq, moral dan etika seseorang sudah mulai memudar seiring dengan perkembang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca Juga:  Ajaran Tasawuf Sebagai Dasar dalam Memajukan Perdaban Islam di Indonesia

Pemimpin sudah tidak lagi mengutamakan kepentingan rakyat, seolah-olah memerankan aji mumpung akhirnya muncullah korupsi besar-besaran, sehingga rakyatlah yang menjadi korban.

Ini menjadi refleksi bagi kita, jika seseorang tidak ada upaya untuk mendekatkan dirinya dengan Tuhan dalam kehidupannya maka yang muncul hanyalah nafsu belaka, ketamakan, kerakusan dan penindasan. Hanya kembali kepada Tuhanlah obat yang paling mujarab.

Mochamad Ari Irawan