PeciHitam.org – Donor darah merupakan proses pengambilan darah dari seseorang tanpa paksaan untuk disimpan oleh bank darah sebagai persediaan darah untuk digunakan dalam transfusi darah orang yang membutuhkan, yang mana kadang muncul pertanyaan bagaimana islam memandang hukum donor darah ketika puasa yang mana aktifitas tersebut terkadang sangat dibutuhkan.
Proses transfusi darah tidak bisa dilepaskan dari injeksi pada bagian tangan disamping berbuat kebaikan untuk orang lain yang membutuhkan dalam bentuk apapun merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam Islam dan donor darah termasuk di antaranya.
Allah SWT memerintahkan agar saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa orang yang menghilangkan kesusahan orang lain di dunia maka kelak akan dihilangkan penderitaannya oleh Allah SWT di akhirat.
Tentang donor darah ketika puasa yang dilakukan dengan proses injeksi di bagian tangan tidak membatalkan puasa karena tidak ada benda yang masuk ke anggota tubuh bagian dalam melalui rongga terbuka.
Donor darah merupakan proses melukai sebagian kecil bagian tubuh untuk diambil darahnya yang mana tidak mempengaruhi sahnya puasa jadi maksudnya tidak berdosa karena melukai tubuh berdasarkan kebutuhan yang jelas dibenarkan syariat dan bukan karena tujuan yang tidak jelas.
Donor darah tidak memiliki ketentuan hukum yang sama dengan hijamah atau bekam, menurut mayoritas ulama tidak membatalkan puasa dan bila merujuk pendapat mayoritas ulama, maka persoalan menjadi jelas bahwa donor darah tidak membatalkan puasa sebagaimana bekam.
Salah seorang pembesar ulama Hanabilah yaitu Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti membedakan antara hijamah dan tindakan melukai tubuh lainnya serta Menurut al-Bahuti melukai tubuh dengan selain hijamah tidak dapat membatalkan puasa karena dua alasan diantaranya yaitu tidak ada nashnya dan tidak didukung analogi atau qiyas yang cukup.
وَ (لَا) فِطْرَ (إنْ جَرَحَ) الصَّائِمُ (نَفْسَهُ أَوْ جَرَحَهُ غَيْرُهُ بِإِذْنِهِ وَلَمْ يَصِلْ إلَى جَوْفِهِ) شَيْءٌ مِنْ آلَةِ الْجَرْحِ (وَلَوْ) كَانَ الْجَرْحُ (بَدَلَ الْحِجَامَةِ) (وَلَا) فِطْرَ (بِفَصْدٍ وَشَرْطٍ وَلَا بِإِخْرَاجِ دَمِهِ بِرُعَافٍ) ؛ لِأَنَّهُ لَا نَصَّ فِيهِ وَالْقِيَاسُ لَا يَقْتَضِيهِ
Artinya: “Dan tidak batal puasa bila orang yang berpuasa melukai dirinya atau dilukai orang lain atas izinnya dan tidak ada sesuatu apapun dari alat melukai yang sampai ke bagian tubuh bagian dalam, meski tindakan melukai sebagai ganti dari hijamah, tidak pula membatalkan puasa disebabkan al-Fashdu (mengeluarkan darah dengan merobek otot), al-Syarthu (menyayat kulit untuk menyedot darah), dan mengeluarkan darah dengan mimisan, sebab tidak ada nash di dalamnya sedangkan metode qiyas tidak menuntutnya.” (Lihat: Kassyaf al-Qina’, juz 2, Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti)
Di dalam karya fiqih Syekh Wahbah al-Zuhaili yang mengkomparasikan berbagai mazhab menjelaskan tindakan melukai tubuh selain hijamah masuk ke dalam hal yang tidak dapat membatalkan puasa serta tidak menyebutkan terdapat ikhtilaf ulama dalam kasus tersebut dan berbeda dengan hijamah yang disebutkan ikhtilafnya.
Beliau menegaskan bahwa:
لَا يُفْطِرُ الصَّائِمُ بِمَا يَأْتِيْ –إلى أن قال- وَإِخْرَاجِ الدَّمِ بِرُعَافٍ، وَجَرْحِ الصَّائِمِ نَفْسَهُ أَوْ جَرَحَهُ غَيْرُهُ بِإِذْنِهِ وَلَمْ يَصِلْ إِلَى جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنْ آلَةِ الْجَرْحِ، وَلَوْ كَانَ الْجَرْحُ بَدَلَ الْحِجَامَةِ، لِأَنَّهُ لَا نَصَّ فِيْهِ، وَالْقِيَاسُ لَا يَقْتَضِيْهِ.
Artinya: “Orang yang berpuasa tidak batal dengan hal-hal sebagai berikut; dan mengeluarkan darah sebab mimisan, melukai diri atau dilukai orang lain atas seizinnya dan tidak ada sesuatu dari alatnya yang masuk pada lubang tubuh, meski sebagai ganti dari hijamah, sebab tidak ada nash di dalam hal tersebut dan qiyas tidak menuntutnya”. (Lihat: al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz. 3, Syekh Wahbah al-Zuhaili)
Maka demikianlah penjelasan mengenai hukum donor darah ketika puasa karena tidak mengandung hal-hal yang dapat membatalkan puasa serta dalam Islam selalu dianjurkan untuk saling tolong menolong yang salah satunya melalui donor darah.