Hukum Hormat Bendera Menurut Segi Pandang Agama Islam

hukum hormat bendera

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pecihitam.org – Sebagai Muslim, kita diperintahkan untuk menjaga tauhid kita dengan mengesakan Allah SWT. Maka dari itu kita diharamkan untuk melakukan segala bentuk praktik penyembahan kepada selain Allah. Beberapa waktu lalu kita pernah mendengar sebuah polemik mengenai hukum hormat bendera. Ada yang mengatakan bahwa tradisi hormat bendera itu haram dan tidak pantas dilakukan oleh mereka yang menganut agama Islam. Yang katanya hormat bendera itu mendekati bid’ah dan syirik kepada Allah SWT.

Masih teringat pula yang sempat menjadi viral di kanal-kanal media seorang ustadz yang melarang hormat bendera merah putih. Ustadz tersebut mengatakan hormat bendera itu haram dan merupakan bentuk meyekutukan Allah. Hal itu juga dilakukan sebagian sekolah mereka tidak melakukan upacara bendera merah putih itu. Benarkah demikian?, dan sebagai muslim di Indonesia bagaimanakah seharusnya sikap kita dalam menghormati bendera merah putih lambang Negara kita?

Bentuk penghormatan pada bendera dan simbol kenegaraan lainnya tidak bisa dianggap sebagai bentuk penyembahan kepada makhluk Allah. Karena sejatinya penghormatan itu merupakan bentuk ungkapan rasa cinta dan ungkapan semangat menjaga tanah air.

Penghormatan pada bendera itu juga bukan karena dzat bendera itu sendiri, tetapi lebih pada mengenang para syuhada yang telah berkorban untuk kedaulatan dan kemerdekaan tanah air. Sehingga bentuk dan hukum hormat bendera sama sekali berbeda dengan penghormatan dalam arti menyembah. Penghormatan bendera ini dapat di analogikan seperti kita menghormati orang alim, orang saleh dan orang tua.

Urusan hormat bendera ini bukanlah perihal baru. Ini bahkan sudah menjadi tradisi masyarakat Arab sebelum Islam. Tradisi bendera sebagai salah satu alat efektif untuk mengobarkan semangat masyarakat demi menjaga kedaulatan tanah air digunakan oleh Rasulullah SAW. Keterangan Ibnu Hajar Al-Asqalani berikut ini dapat membantu kejelasan masalah.

Baca Juga:  Benarkah Nabi Muhammad Buta Huruf? Baca Penjelasan al-Quran dan Hadis Berikut Ini

وكان النبي صلى الله عليه و سلم في مغازيه يدفع إلى رأس كل قبيلة لواء يقاتلون تحته

Artinya, “Rasulullah SAW dalam sejumlah peperangannya memberikan panji-panji kepada setiap pemimpin kabilah. Di bawah panji itu mereka berperang membela keadilan dan kedaulatan,” (Lihat Ibu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, Tahun 1379, Juz 6, Halaman 127).

Untuk membangkitkan semangat berjuang, Rasulullah SAW juga menggunakan panji-panji di sejumlah peperangan.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم أخذ الراية زيد فأصيب ثم أخذها جعفر فأصيب ثم أخذها عبد الله بن رواحة فأصيب وإن عيني رسول الله صلى الله عليه وسلم لتذرفان ثم أخذها خالد بن الوليد من غير إمرة ففتح له

Artinya, Dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW menceritakan bagian dari perang Mu’tah, “Panji perang dipegang oleh Zaid, lalu ia gugur. Panji perang kemudian diambil alih oleh Ja‘far bin Abi Thalib, ia pun kemudian gugur. Panji diraih oleh Abdullah bin Rawahah, ia pun gugur [sampai di sini kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata, kata Anas]. Panji perang lalu diambil Khalid bin Walid dengan inisiatifnya. Ia maju menghantam pasukan musuh hingga mereka takluk di tangannya,” (HR Al-Bukhari).

Dapat disimpulkan bahwa hukum hormat bendera merah putih tidak ada masalah dari sudut pandang agama. Bahkan bendera merah putih sebagai simbol negara sudah sepatutnya di hormati dan hargai oleh warga negara Indonesia. Dan berlaku juga dengan warga negara lain, mereka harus menghormati simbol-simbol kenegaraan yang ada di negaranya masing-masing. Penghormatan untuk tanah air ini sama nilainya dengan penghormatan terhadap orang tua karena hakikatnya setiap diri kita berhutang budi kepada orang tua dan tanah air. Dan Keduanya adalah anugerah yang patut disyukuri.

Baca Juga:  Geger! Santri Sulawesi Tak Hormat Bendera di Upacara HSN 2019

Fatwa KH Abdul Hamid Sang Pakar Fiqih Dari Tambakberas

KH Abdul Hamid bin KH Hasbullah atau adik kandung dari KH Abdul Wahab Chasbullah, adalah tokoh ulama yang ahli di bidang fiqih. Popularitasnya memang tidak setenar Kyai Wahab kakaknya, namun kealimannya tidak diragukan lagi. Bahkan, tidak jarang Kyai Wahab bertanya ta’bir (referensi) berbagai masalah waqi’iyyah kepada beliau.

Suatu ketika dalam forum Bahtsul Masail, sedang dibahas mengenai hukum hormat bendera merah putih. Selama berjam-jam pembahasan tidak kunjung mendapatkan titik terang. Peserta bahtsul masail saling gegeran, berbeda pendapat antara satu sama lain. Karena tidak ada yang menemukan referensi yang mencerahkan, pembahasan menjadi buntu dan tidak ada ujungnya.

Di barisan depan Kyai Abdul Hamid selama pembahasan makah justru sare (tidur). Barisan depan itu tempat yang biasanya diisi oleh perumus dan mushahih dalam setiap kegiatan bahtsul masail. Kyai Abdul Hamid kala itu sebagai mushahih (pemeriksa hasil akhir) dalam forum tersebut baru angkat bicara di detik-detik akhir. Setelah semua peserta menyerah, tidak dapat menyelesaikan masalah yang dibahas.

Setelah Kyai Abdul Hamid terbangun dari tidurnya, beliau tanpa pikir panjang menyampaikan pendapatnya mengenai hukum hormat bendera disertai dengan referensinya. Para peserta bahtsul masail harap-harap cemas, menunggu seperti apa pendapat dari sang pakar fiqih itu.

Beliau menegaskan bahwa hukum hormat bendera adalah boleh, dan bukan tergolong perbuatan syirik atau haram. Hormat bendera tidaklah dipahami sebagai penghormatan kepada fisik bendera. Namun sebagai ekspresi rasa cinta dan hormat kepada apa yang terkandung di dalamnya.

Para pejuang kemerdekaan, bumi pertiwi, kekayaan alam dan segenap lapisan masyarakat Indonesia adalah sesuatu yang hendaknya dicintai oleh warga Negara. Itu semua sebagai bentuk dari pengamalan ajaran Nabi untuk mencintai tanah air. Hubbul wathan minal iman, mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Ekspresi kecintaan itu semua di antaranya ditunjukan melalui hormat bendera.

Baca Juga:  Lafadz Syafakallah; Apakah Arti dan Bagaimana Penggunaannya? Ini Jawabannya!

Kiai Abdul Hamid selanjutnya menyampaikan sebuah sya’ir yang menjadi referensi dari pendapat tersebut. Beliau mengutip syair Arab kuno yang sangat melegenda berikut ini:

أمر على الديار ديار ليلى * أقبل ذا الجدار وذا الجدار
“Kususuri rumah-rumah Laila, kuciumi tembok ini dan tembok ini.”

وما حب الجدار شغفن قلبي * ولكن حب من سكن الديار
“Bukan suka kepada rumah yang menyenangkan hatiku, namun kecintaan kepada penghuninya (yang membuat hatiku meluap-luapkan cinta).”

Begitu mendengar penjelasan dari Kyai Hamid, para peserta terdiam, matanya berkaca-kaca, takjub oleh penjelasan Kyai Hamid. Bagaimana tidak, yang berjam-jam membahas tidak dapat menyelesaikan masalah, sedangkan Kiai Hamid yang hanya tidur, bangun-bangun sudah dapat menjawabnya dengan tuntas dan sempurna. Pembahasan dianggap clear dan semua taslim, menerima pendapat beliau.

Itulah pendapat mengenai hukum hormat bendera yang disampaikan oleh Kyai Hamid, sang pakar Bahtsul Masail yang menjadi salah satu rujukan utama Kyai Wahab Hasbullah di bidang referensi keislaman. Semoga menjadikan kita tidak ragu lagi untuk memberi penghormatan kepada Negara beserat simbol-simbolnya. Untuk seluruh syuhada, ulama dan pahlawan pejuang kemerdekaan termasuk KH Abdul Hamid dan KH Wahab Chasbullah, Al Fatihah.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *