Begini Pendapat Imam Syafi’i Terkait Hukum Istimna’ / Masturbasi

Begini Pendapat Imam Syafi'i Terkait Hukum Istimna' / Mastrubasi

PeciHitam.org Akibat maraknya tayangan pornografi, banyak remaja yang tak kuasa menahan nafsunya. Sebagian di antara mereka memilih masturbasi atau onani. Mereka menganggap bahwa onani itu lebih baik daripada zina. Tak heran jika perilaku ini kian menggejala di kalangan remaja.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Perbuatan masturbasi tersebut di anggap sebagai  salah satu cara bagi mereka untuk mengatasi/ menghindari dari perbuatan zina secara langsung (berhubungan badan).

Sehingga tindak seksual melalui masturbasi ini sering dilakukan secara rutin oleh kebanyakan pemuda tersebut. Kebiasaan onani atau masturbasi disebut juga al-istimna’u.

Onani adalah mempermainkan anggota badan yang paling vital secara teratur dan terus menerus guna memenuhi tuntutan hasrat seksualnya dan mendapatkan kenikmatan dengan cara mengeluarkan air mani.

Ulama Islam sebagian besar mengharamkan perbuatan onani ini, seperti Imām asy-Syāfi’i, Maliki, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan lain-lain. Perbuatan ini dinilai banyak mendatangkan madarat dan lebih mendekatkan pada perzinaan.

Hal ini jelas sangat bertentangan dengan norma Islam yang memerintahkan agar umat Islam menjaga kehormatannya (kemaluannya) dan meninggalkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat.

قد افلح المؤمنون (1) الذين هم في صلوتهم خاشعون  (2) والذين هم عن اللغومعرضون (3) والذين هم للزكوة فاعلون (4) والذين هم لفروجهم حفظون (5) الا على ازواجهم اوماملكت ايمانهم فانهم غيرملومين (6

Baca Juga:  Qadha Puasa di Hari Asyuro, Akankah Pahalanya Dobel?

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”. Qs Al-Mu’minun (23): 1-6

Namun dalam sisi lain, ada juga ulama yang membolehkannya atau memakruhkannya dengan syarat, jika keadaannya benar-benar madarat atau terpaksa seperti berada di medan perang yang jauh dari isteri atau belum ada kemampuan menikah sementara kebutuhan biologis semakin mendesak.

Pendapat Imam Syafi’i Tentang Masturbasi

Imam Syafi’i digelari Nasir al-Sunnah artinya pembela Sunnah atau Hadis. Karena sangat menjunjung tinggi Sunnah Nabi Muhammad s.a.w. Sebagaimana ia sangat  memuliakan para ahli hadis.

Ulama’ besar Abdul Halim al-Jundi, menulis buku dengan judul, al-Imām al-Syāfi’i, Nasir al-Sunnah wa wadi’ al-Usul. Di dalamnya diuraikan secara rinci bagaimana sikap dan pembelaan Imam Syafi’i terhadap Sunnah.

Intinya adalah bahwa Imam Syafi’i sangat mengutamakan Sunnah Nabi s.a.w. dalam melandasi pendapat-pendapat dan ijtihadnya. Karena itu ia sangat berhati-hati dalam menggunakan qiyas.

Baca Juga:  Ketentuan Bermakmum dalam Shalat Berjamaah, Jangan Sampai Keliru

Mengenai hukum masturbasi/ onani atau yang dikenal syari’at dengan istimna’, ulama sudah banyak yang memperbincangkannya. Salah satunya Imām al-Syāfi’i. Beliau menyatakan haramnya onani atau istimna’. Dasarnya adalah firman Allah swt. :

والذين هم لفروجهم حفظون (5) الا على ازواجهم اوماملكت ايمانهم فانهم غيرملومين (6

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” QS. Al Mukminun:5-6

Firman Allah swt. di ayat selanjutnya semakin menguatkan hal tersebut.

فمن ابتغى وراء ذلك فأولائك هم العادون (7

“Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampui batas.” Qs. Al-Mukminun ; 7

Dalam Kitabnya Al-Umm, pada Bab-Istimna’, Imam Syafi’i mengemukakan, “Dengan demikian tampak  jelas bahwa pada penyebutan pemeliharaan kemaluan mereka, kecuali pada istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, terdapat pengharaman terhadap selain istri dan hamba sahaya. Allah juga menegaskan bahwa istri dan hamba sahaya yang dimiliki adalah anak cucu Adam, bukan binatang. Kemudian pada ayat ke tujuh Allah SWT menguatkan penegasan-Nya. Karena itu, kemaluan seorang laki-laki hanya dihalalkan untuk istri dan hamba sahaya yang dimiliki. Seseorang dilarang untuk melakukan masturbasi atau onani.”

Di antara sifat mulia dari orang-orang yang beriman disebutkan dalam surat al-Mukminun ayat lima sampai tujuh. Mereka memelihara kemaluannya.

Baca Juga:  Macam-Macam Talak yang Harus Diwaspadai oleh Suami

Tak mengumbarnya sembarangan atau disalurkan pada jalur menyimpang. Bahkan mereka menyalurkan kebutuhan biologisnya hanya kepada isteri pendamping mereka.

Atau kalau tidak kepada budak-budak wanita yang mereka punya. Dua tempat inilah pilihan aman yang diperbolehkan. Sedangkan onani? Tak tercantum dalam ayat ini.

Karena itu ia termasuk kategori firman Allah swt. dalam surat al-Mukminun ayat tujuh, yaitu mencari di balik hubungan resmi. Orang yang seperti ini termasuk orang yang melampaui batas.

Makanya Imam Syafi’i mengatakan, “Maka tidak dibolehkan melakukan jima’ kecuali dengan para isteri dan budak-budak yang dimiliki. Juga tidak dibolehkan melakukan istimna’(onani).”

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan