Hukum Mengawetkan Jenazah dalam Islam, Bolehkah?

hukum mengawetkan jenazah

Pecihitam.org – Dalam dunia medis sudah menjadi hak yang lumrah ketika jenazah diawetkan dengan menggunakan formalin agar tubuh jenazah tidak cepat rusak dan busuk. Umumnya jenazah diawetkan dengan tujuan tertentu, seperti untuk otopsi, dan tujuan yang lainnya. Lalu bagaimanakah hukum mengawetkan jenazah tersebut, apakah boleh dalam islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Mengawetkan jenazah dengan tujuan agar tidak cepat membusuk secara hukum adalah boleh. Islam tidak melarang untuk mengawetkan jenazah, selama pengawetan tersebut dibutuhkan seperti untuk otopsi atau lain sebagainya.

Selain itu disunnahkan untuk mengawetkan jenazah dengan menggunakan kapur barus atau minyak khusus untuk jenazah yang mengandung kapur barus, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan agar jenazah bisa bertahan lama dan tidak rusak.

Hal ini sebagaimana dijelaskan ulama madzhab Syafii dalam kitab Mughni al-Muhtaj juz 4 halaman 229;

مغني المحتاج – (4 / 229)
( ويذر ) بالمعجمة في غير المحرم ( على كل واحدة ) من اللفائف قبل وضع الأخرى ( حنوط ) بفتح الحاء ، ويقال له الحناط بكسرها ، وهو نوع من الطيب يجعل للميت خاصة يشتمل على الكافور والصندل وذريرة القصب ، قاله الأزهري .وقال غيره : هو كل طيب خلط للميت ( وكافور ) – ونص الإمام وغيره على استحباب الإكثار منه فيه ، بل قال الشافعي : ويستحب أن يطيب جميع بدنه بالكافور ؛ لأنه يقويه ويشده

Baca Juga:  Mau Menshalati Jenazah? Begini Tata Caranya yang Harus Kamu Tahu

Artinya: “Setiap helai kain kafan-selain kafannya mayat yang mati saat tengah berikhrom- diolesi Hanuth (minyak khusus mayat, mengandung kapur, kayu cendana, dan minyak tumbuh-tumbuhan menurut versi Al- Azhuri, ada juga yang berpendapat bahwa Hanuth adalah setiap minyak yang diperuntukkan mayat) sebelum ditumpuki lapis yang lain, dan diolesi kapur. Imam Haromain dan selainnya menegaskan bahwa maksud dari mengolesi kafur adalah sunnah memperbanyak kandungan kapur dalam Hanuth. Bahkan imam Syafi’i berkata: Disunnahkan mengolesi semua tubuh mayat dengan kapur karena kapur bisa menjadikan tubuh mayit menjadi kuat (bisa bertahan lama).”

Selain itu, dalam kitab Fatawa Al-Azhar 8/46 juga membolehkan hukum mengawetkan jenazah dengan bahan kimia, asalkan dengan dosis yang sesuai yang ditujukan agar mayat tidak cepat rusak dan membusuk.

Pengawetan mayat dengan tujuan untuk penyelidikan forensik kasus kriminal, agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang terjadi, hal demikian juga diperbolehkan dengan tujuan untuk penyelidikan dan ilmu pengetahuan.

فتاوى الأزهر (8/ 46)

ما رأى الدين فى تحنيط الموتى ؟ الجواب التحنيط فى أصل اللغة العربية هو استعمال الحَنُوط – بفتح الحاء – وأكثر ما كان يوضع فى أكفان الموتى ، والحنوط والحناط بكسر الحاء-ما يخلط من الطيب لهذا الغرض .والتحنيط المعروف الآن بطريق المواد الكيماوية لمنع التعفن أو تأخيره إذا كان بهذا القدر ولهذا الغرض فلا مانع منه ،

Baca Juga:  Problematika Menguburkan Jenazah Hingga Penggunaan Peti Mayit

Artinya: “Bagaimana pandangan syari’at mengenai hukum Tahnith (pengawetan mayat)? Jawab: Tahnith dalam bahasa Arab berarti menggunakan Hanuth yang banyak digunakan untuk mengolesi kain kafan mayat. Adapun Hinuth dan Hinath adalah minyak yang digunakan sebagai campuran untuk tujuan tersebut. Tahnith yang kita kenal sekarang menggunakan bahan-bahan kimia agar menjadikan mayat tidak busuk atau menunda pembusukan, maka diperbolehkan asalkan dengan kadar yang sesuai dan tujuan pengawetan”.

Sedangkan untuk kasus bagi orang yang meninggal jauh diluar negeri misalnya dan jenazahnya harus dikirim kepada keluarga di Tanah Air sehingga butuh diawetkan, maka hal demikian juga masih dalam taraf kebolehannya. Sebab adanya hajat, yaitu mencegah agar mayat tidak membusuk dalam perjalanan.

Masalah hukum mengawetkan jenazah ini tidak bisa dihindari sebab perkara yang darurat. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih:

الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ عَامَّةً كَانَتْ أَوْ خَاصَّةً

Artinya: “Hajat / kebutuhan itu menduduki kedudukan darurat, baik secara umum ataupun khusus”.

Adapun mengawetkan mayat dengan tujuan bukan untuk dikuburkan seperti untuk pajangan maka ini jelas tidak diperbolehkan sebab bertentangan dengan hukum syariat Islam. Sebab hal demikian berlawanan dengan firman Allah:

Baca Juga:  Melepas Sandal Di Kuburan, Haruskah?

مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ . مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ . ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ . ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ

Artinya: “Dari benda apa Dia menciptakan manusia? Dia ciptakan manusia dari setetes mani, lalu Dia tetapkan takdirnya. Kemudian Dia mudahkan jalannya. Kemudian Dia matikan manusia dan Dia tetapkan untuk dikuburkan.” (QS. Abasa: 18-21).

Imam al Qurthubiy menjelaskan dalam tafsirnya: “Dia jadikan untuknya kuburan dan diperintahkan agar dia dikuburkan”. Sehingga pengawetan jenazah dengan tujuan mayatnya tidak untuk dikuburkan makan hal tersebut tidak diperbolehkan. Demikian semoga bermnfaat. Wallahua’lam bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik